Pagi yang cerah dengan suasana romansa. Udara nampak pink dengan angin yang semilir segar.
Seorang gadis nampak mempersiapkan diri dengan wajah yang tersipu malu. Ditangannya udah ada sebatang coklat silverking yang baru saja ia beli di warung.
DRAP! DRAP!
Langkah kaki terdengar. Degup jantung gadis itu semakin keras terdengar.
"Ada apa?"
Gadis itu tersentak dan berbalik. Ia menyodorkan coklat silverking kepada orang di depannya.
"A-aku suka kamu, kamu mau gak—"
"Maaf, aku cewek." Tolak orang itu mentah-mentah. Dari dialog di atas, bisa disimpulkan yang menolak adalah Jun, si trap.
"Oh...ya..." Gadis itu tampak bingung. Jun mendekatinya lalu mengambil coklat batangan di tangannya, "Ini buat aku kan? Makasih ya." Ucapnya sambil tersenyum.
Gadis itu menatap datar. Gini amat hidup.
***
"Karena guru olahraga kalian sedang cuti melahirkan, jadi saya diminta untuk menggantikan beliau." Ujar Pak Eko mengangkat bola basket di tangan kanannya.
"Tapi pak, guru yang sebelumnya kan cwk—"
"Udah, diem."
Pak Eko mengangkat bola basketnya kedepan wajahnya. Matanya tampak tajam dan serius. "Hari ini kalian akan bermain basket."
"Bermainlah secara berkelompok dan ikuti aturan dalam permainan bola basket."
.
.
"Eum...guys?" Amu memegang bola basket di tangannya erat-erat.
"Kalian ngapain?!" Pekik Amu panik, pasalnya semua sudah mengerubunginya dari arah barat, barat laut, Utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya.
"Ngerebut bola."
"Oper kesini."
"Bagi sini bolanya."
Mata mereka nampak menyala, Amu dibuat ciut karenanya.
"BAGI SINI BOLANYA!!"
"ALLAHUAKBAR! GAK GITU MAINNYA GUYS!!"
"UPI! VAN-VAN! KITA KAN SATU KELOMPOK, KENAPA KALIAN IKUT NGEREBUT BOLANYA?!!"
"BODO AMAT! OPER SINI BOLANYA!!"
"BOLA NYA PUNYAKU!!"
"PERKELOMPOK WOY!!"
Mereka mulai berebut untuk mengambil bola dari Amu yang berada di tengah. Pak Eko geleng-geleng dan memijit kepalanya.
"Yang sabar ya pak." Ucap Toro menyemangati.
"Ah!" Bola terlepas dari tangan Amu, dan menggelinding jauh. Jun yang dari tadi diam mulai bergerak, mengambil bolanya dengan cepat lalu memasukannya ke dalam keranjang.
Jun mendarat dengan kakinya dan memberikan dua jari tanda 'Peace' kepada mereka.
'Setidaknya masih ada yang normal.' monolog Pak Eko dalam batin. Mentalnya masih terselamatkan, kayaknya.
.
.
"Time out!!!"
"Gila...capek.... panas banget, Gerah..." Keluh Upi ngos-ngosan
"Kekantin yuk, beli yang dingin-dingin."
"Matahari emang lagi terik banget, sih." Gumam Jun membalas. Ia meregangkan tangannya.
Upi dan Amu mematung. Ini perasaan mereka aja atau Jun habis olahraga malah tambah ganteng?
"Lu gak ada niatan jadi cowok gitu?" Celetuk Upi bertanya.
"Lu mau gue sleding?" Tanya Jun balik sambil menaikkan salah satu alisnya. Ia membuka bungkus coklat dari saku.
"Mau dong!" Pinta Amu. Jun tanpa pikir panjang memotek coklatnya menjadi tiga. "Asik nih. Darimana coklatnya?" Tanya Upi.
"Dari pens, biasa. Baru tadi pagi, tapi coklatnya udah meleleh dikit sih." Jawab Jun. Ia mengunyah coklatnya.
"Ada yang nembak kamu lagi? Siapa?"
"Kutebak itu cewek."
"Kok tau? Yah, aku gak kenal sih. Kayaknya dari kelas sebelah." Jawab Jun.
"Kamu gak risih di tembak lagi? Sebulan kamu bisa dapet 3 cewek loh yang nembak kamu?" Amu tampak khawatir. Takut-takut temennya malah jadi belok.
"Aku gak keberatan juga sih. Untung di aku juga. Sekarang coklat, kemaren ada yang bawa martabak." Balas Jun. Kepalanya manggut-manggut.
"Tapi beneran, lu itu tinggi, ganteng, jago basket, atletik, acete of serfis kalo gak lagi kena sindrom tolol. Cewek mana yang gak kepicut sama modelan gitu coba? Gue aja hampir khilaf." Celetuk Upi panjang lebar.
"Gitu ya?"
"Uwah!" Amu terkejut saat pipinya ditempeli sesuatu yang dingin. Begitu menoleh, rupanya ada orang ganteng lainnya yang memberikan sekaleng minuman pada Amu. Siapa lagi kalau bukan Kiki.
"Nih, minum."
Waduh, matahari berasa ada tiga. Satu yang ori, satu Jun, satu Kiki.
"Wah! Makasih bro!" Amu menerima minuman itu dengan senang hati. "Punyaku mana?" Tanya Upi.
"Ga ada." Jawab Kiki cengengesan, sebelum ia pergi karena dipanggil untuk masuk ke lapangan.
"Nah." Jun memberikan sekaleng soda kepada Upi. Upi ternganga, sebelum menangis haru. "Jun..., Omaygat aku terharu."
Upi menerima sekaleng soda dari Jun, lalu menatap Kiki dari kejauhan dengan tatapan menyindir.
"Liat tuh. Orang bucin. Dua tahun bucin ke orang yang sama, tapi malah kena prenjon." Celetuk nya. Amu terdiam sejenak.
"..., Aku jahat ya?"
"Iya, emang. Masa cowok secara dia ditolak." Jawab Upi.
"Hoo, jadi artinya kalo ada yang nembak kita gak boleh nolak? Tapi dulu kamu pernah nolak cowok dari kelas sebelah, kan?"
"Ya...gak gitu. Kan kita juga punya hak buat nolak."
"Nah sama, aku pun begitu, kalau ada yang suka ya itu hak dia. Kalau aku nolak itu hak aku. Selama ga berlebihan jalanin aja baik-baik." Jelas Amu.
Juna mengangkat tangannya. Ia menyeletuk, "itu juga bikin perempuan kayak mutiara, susah di dapet, mahal juga. Menurut ku kayak gitu."
Dahi Upi mengekerut. Ia kesal karena termakan omongan sendiri. Amu membuka kaleng minumannya dan mulai meneguknya.
"Kamu tuh sebenernya ada rasa ke Ki—"
"WASEM TENAN IKI COK!!" Amu menyemburkan minumannya ke wajah Upi. "Sumpah asem banget! Kiki kurang ajar, aku dikerjain lagi!" Gerutu Amu.
"Bejir."
Upi menatap datar. Jun sedikit menjauh, sudah ditebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Baku hantam kita *piiiipp*."
Akhirnya Amu berakhir di tangan Upi.
Rip Amu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙋𝙚𝙧𝙛𝙚𝙘𝙩 / 𝙒𝙚𝙚! 𝙭 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙚𝙧𝙊𝙘
HumorBagaimana rasanya terlahir sebagai anak tunggal perempuan di keluarga yang terobsesi memiliki anak laki-laki? Semua telah kau buang untuk menjadi anak laki-laki yang sempurna. Pada akhirnya, kau tidak bisa jadi yang sempurna. "Anjirlah." - Arjuna . ...