Diketuk Pintu

10 1 0
                                    

Bel pulang berbunyi, seperti anak sekolah lainnya. Aku segera mengemas peralatan sekolah ke dalam tas. Sembari memasukkan buku-bukuku, aku yang menoleh ke arah belakang melihat Rio yang telah berjalan keluar kelas.

Dasar gak sopan! Guru belum keluar dia udah keluar duluan!

"Eh Han, mikir apa kamu? Kok ngeliatin Rio, suka ya kamu?"

"Najis!" desisku.

Fira tertawa, "Hahaha gak boleh gitu, nanti jatuh cinta loh. Kata nenekku kalau sama cowok jangan terlalu benci nanti jadinya cinta, jadi kalau ada yang gak kamu sukain ya mending biasa aja."

Aku memberikan tatapan mematikan. Fira langsung meminta maaf sembari tertawa, "Ampunn enggak-enggak. Lagian kamu liatin Rio jalan gitu banget, kayak kesirep tau kamu?"

"Aku kesel aja sama dia, si beban!"

"Kenapa kamu tiba-tiba kesel? Dia ada buat masalah?"

"Menurut kamu dengan dia telat datang ke sekolah tiap hari itu bukan masalah?" Fira menggeleng polos. "Pelajaran terganggu, suasana udah gak nyaman karena guru marahin dia dan waktu gue kebuang untuk nontonin dia dimarahin guru."

"Ahhhh i see."

"Ah i see?!" teriakku mengulangi responnya yang sangat santai. "Dah ah aku mau pulang, guru lesku udah nunggu!" Karena kelas mulai sepi aku berjalan keluar kelas.

Saat berjalan menghampiri mobil jemputanku, aku mendapati Rio yang tengah berdiri dikelilingin teman begajulannya di parkiran.

Tuh kan liat circle-nya aja anak-anak nakal, mana mungkin dia gak punya masalah di luar kelas. Masa sekolah gak bisa memfilter anak nakal seperti dia sih, mentang-mentang dia nilainya bagus dipertahanin? Punya otak tapi gak punya akhlak ya percuma.

Liat aja malam ini aku akan buat strategi dan akan membuktikan bahwa dia harus dikeluarkan dari kelas terbaik.

+++

"Hani kamu lagi ada masalah?" tanya Kak Filda-- Guru lesku. "Aku liat dari tadi kamu kurang fokus, ada masalah apa? Cerita dong, mana tau aku bisa bantu."

Aku menghela napas dan menatapnya. "Ada apa?" tanyanya lagi. Aku pun langsung menceritakan apa yang terjadi.

Kak Filda mengangguk seakan mengerti dengan perasaanku. "Kalau kamu ngerasa terganggu dengan dia terlambat terus, kenapa gak kamu deketin terus jadiin dia temen?"

"Solusi macam apa itu?" Aku langsung menolak keras.

"Gini ya Han, pertama kamu bilang dia pinter. Gak rugi dong temenan sama orang pinter?"

"Rugi kalau orangnya itu dia."

"Kedua aku rasa mungkin dia gak punya temen di kelas. Mengingat kamu bilang dia selalu sendirian di kelas tapi diluar temenan sama geng nakal." Aku hanya bisa menatap guruku ini dengan datar. "Jadi bisa diperkirakan dia kesepian."

"Gak!" tolakku. "Aku bakal buktiin dia gak pantes di kelas terbaik. Terlepas dia kesepian, dia dong yang harus inisitif buat temenan sama yang lain!"

"Gak segampang itu Hani, gak semua orang mau membuka dirinya, bisa jadi dia minta diketuk dulu pintunya dan mungkin Rio seperti itu." Aku hanya diam berpikir ulang maksud perkataan guru lesku.

+++

"Han gue mau ke toilet dulu nih, tolong izinin ke Pak Firman."

"Okeh," ucapku sembari menaruh baju seragam sekolah ke dalam laci.

Satu per satu orang meninggalkan kelas. Aku melihat Rio yang tengah duduk santai memainkan ponselnya di jam pelajaran olahraga. Seharusnya dia sama seperti yang lain bergegas ke lapang. Tapi lihatlah apa yang dilakukan si beban ini?

Aku hendak bergegas ke lapangan, namun melihat dia masih duduk santai membuatku tak tahan untuk tidak menegurnya.

"Oi!" teriakku. 

Dia diam menatap ke arahku. Lalu tak berapa lama kembali asik memainkan ponselnya. "Oi!" teriakku lagi.

"Lo manggil gue?" tanyanya.

"Menurut anda? Siapa lagi orang di kelas ini?

"Ada apa?" aku melotot kesal. Bisa-bisanya dia bertanya. 

"Ke lapangan!"

"Oh!" Oh katanya? Oh? Aku sudah tidak bisa menahan semua kesabaran ini.

Aku berjalan menghampirinya. Dia yang tengah duduk mendongak ke arahku. "Eh kamu tu bisa gak sih, gak telat pas pelajaran? Nganggu tau gak?" Dia hanya berekspresi bingung. "Kalau memang kamu gak pengen di kelas ini, yaudah keluar jangan jadi beban! Mendingan kamu gabung deh sana sama geng begajulan, gak punya harapan hidup!"

"Sorry, lo ada masalah sama gue?" Dia berdiri, kini posisinya berubah aku yang mendongak ke arahnya.

"Pake nanya lagi! Jelas ada masalah, dengan kamu telat itu udah ganggu ketenangan hidupku. Kamu gak cape ya dimarahin guru? Aku sebagai penonton cape, muak tau gak!"

Dia tertawa, bisa-bisanya tertawa? Dibilang bodoh tapi dia pintar, apa sebutan yang pantas sebenarnya?

"Haha, lo lucu juga." Setelah mengatakan itu dia berjalan meninggalkanku. "Lo kenapa diem? Mau gantiin gue telat?" 

+++

"Han?"

"Hmm," aku sedang berada di kantin mengisi amunisi setelah olah raga. Mie goreng dengan es jeruk membuat dunia ini sangat indah.

"Lo ngerasa gak sih, Si Rio dari tadi ngeliatin arah sini?" Aku melirik ke arah Rio berada. "Apa Rio suka gue ya?" Aku mencebik jijik. "Masa gara-gara dia dipasangin sama gue pas olah raga tadi langsung suka gue? Nanti pacar gue marah gimana Han?"

"Lo punya pacar? Siapa?"

"Ayang Jaehyun," ucapnya sembari menyengir. Aku memutar kedua bola mataku dengan kesal.

"Jangan banyak halu lo, mendingan makan biar habis ini kita bisa ganti baju."

Fira hanya mencebik dan kembali menghabiskan makananya. Aku kembali menatap ke arah Rio. Dia masih menatap ke arah kami, dan kini tengah tersenyum ke arahku.

'Najis!' ucapku tanpa suara. Dia hanya tersenyum miring dan berjalan meninggalkan kantin.

Di Sudut Hati Kecil, Aku RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang