Bagian 2

27 6 4
                                    

"Jika bisa memilih aku ingin jadi burung yang bisa terbang bebas kemanapun "

" Anakmu akan saya bawa untuk di sekolahkan di kampung. Biaya hidup di kota besar belum tentu bisa anak ini sekolah, yang ada kalian nikahan di usia muda. Keluarga kita harus berpendidikan." Tante Rena memberikan Penjelasan kepada orang tua ku.
Ibu ku terlihat sangat keberatan dengan pernyataan tersebut. Sangat berat jika harus melepaskan putri semata wayangnya. Namun keadaan Ekonomi membuat ia pasrah terhadap keadaan.

"Baiklah Ren. Semua tergantung ayah Marnisa saja."
"Ayah Marnisa pasti setuju dengan saya. Dia itu adikku ini juga keinginan ibu kami. Pastinya ini untuk kebaikan anak kalian"
"Baiklah akan aku bicarakan dengan ayahnya." Jawab ibu.

Malam itu terjadi perdebatan antar orang tuaku. Samar-samar suara pertengkaran itu terdengar, menggelegar seluruh isi kamar. Perdebatan sengit membuatku terkejut dari tidur. Samar-samar aku melihat pertikaian yang terjadi. Aku belum memahami apapun, yang terekam hanya jeritan tangisan ibuku.

Byurrr...
Sekilas ku mendengar guyuran  air di atas tempat tidur. Aku terkejut namun tak sedikitpun mengeluarkan suara. Ayahku berlalu begitu saja dan ibuku menangis terisak di samping ranjang aku tak memahami segalanya. Tak mengerti apa yang terjadi. Karena di saat itu aku hanya anak balita lima tahun.

Ibu menghampiri dan memeluk ku. Tubuhnya basah kuyup, kasur juga basah karena resapan air.
" bu...kenapa basah? "Aku beranikan diri untuk bertanya.
" ngak apa-apa nak, tadi ada air yang tumpah. Marnisa tidur lagi ya" katanya lembut menenangkan ku seolah tidak terjadi apa-apa. Memeluk  erat tubuhku hingga terlelap bersama.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba ibu mengemasi pakaian dan mainan ku.
"Kamu ikut tante Rena ya nak, biar kamu dapat pendidikan yang layak. Nisa mau kan? Nisa kan mau sekolah iya kan nak?"
" sekolah, nisa bisa sekolah bu? Pakai seragam baru bawa tas dan buku?" Aku begitu antusias.
"Iya nak. Kamu bisa semuanya." Ada kesedihan di matanya. Namun ia tak nampak kan padaku.

Ibu mengantar ku ke tempat tante Rena. Langkah kami sangatlah kecil. Sangat berat untuk seorang ibu melepaskan anaknya. Ia  menggenggam tanganku begitu erat. Tak butuh waktu lama aku sudah berada di dekat kontrakan tante Rena.
Ibu mengantar ku sampai di depan pintu. Ia mengetok pintu beberapa kali namun tak kunjung di buka.

" Nisa tunggu disini ya! ibu mau melihat ke depan dulu" aku mengangguk. Ibu melangkahkan kaki keluar pagar kontrakan itu. meninggalkanku dengan beberapa tas pakaian dan juga mainan ku ada juga baju basah yang ia masukan kedalam satu bungkus kantong keresek.

selang beberapa menit tante Rena datang, menghampiri ku yang terlihat kebingungan.Aku memang sedang kebingungan menunggu ibu yang tak kunjung kembali.

"Nisa, sama siapa kamu kemari ?"  tanya tante Rena heran melihat ku juga barang-barang yang tergeletak di depan pintu.

" Aku dengan Ibu, tadi Ibu pergi ke depan sebentar, tapi belum kembali" 

Tante Rena membuka pintu , membawa anaknya ke kamar. Aku melihat ibu menampakkan wajahnya dari balik tembok. Ingin aku berlari mengajar namun tante Rena sudah berada di depan pintu.  Aku ingin memberitahu tante Rena jika ibu ada di depan pagar.  Aku melihat ibu meletakkan jari telunjuk di kedua jarinya bertanda aku tak boleh mengatakan kalau dia berada disana.

"Ayo Masuk Nisa. Jangan berdiri di depan pintu seperti itu." Perintah tante Rena, Aku mengangkat beberapa yang aku bisa.

-----

" Ibu aku rindu Jika ada kau disini apakah kau bisa membela ku? apakah kau dapat menceritakan tentang semua kebenaran sehinga Aku dapat mengetahui segala kebenaran? aku rindu ibu tolong datang pada ku. biarkan aku tidur di pangkuanmu. Biarkan  aku terlelap dalam dekapan serta belaian mu. sekali saja tidak apa-apa. datanglah dalam mimpiku aku ingin bersama dirimu"

Rintihan ku tak pernah berhenti, tubuhku masih sangat terasa kaku. Bahkan bergerak untuk merubah posisi pun tak mampu aku lakukan. hari-hari seperti ini memang sangat terpuruk. aku memejamkan mata lagi. 

Aku tertidur dan mendengar Tante Rena menelpon entah kemana tapi setiap orang yang Ia telepon perkataan-nya selalu sama.

"kurang Ajar sekali anak itu, Masa di bilang aku kalau mau uang itu cepat, uang dia tak pernah Aku pakai ada kok aku simpan. susah apa sih dia tinggal sama aku. Di kasih makan, di-kasih tempat tinggal tapi perlakuan dia kepadaku seperti itu."

Lagi-lagi Aku hanya bisa meneteskan Air mata. Ingin sekali aku teriak. kenapa tidak kamu ceritakan yang sebenarnya? kenapa hanya segelintir fakta? kenapa kau hanya cari pembenaran kepada setiap orang? kenapa keburukan ku kepada semua orang?.  namun dari sisi diriku yang lain hanya bisa berdiam dan merintih "kamu tak bisa berbuat apa-apa. disini mereka yang berkuasa siapa yang mau membela mu? kamu hanya sendiri wahai diriku. bahkan jika kamu mati kamu harus mengubur dirimu sendiri

Besok Hari senin, Artinya aku harus beraktifitas kembali. Ini tahun ketiga aku bekerja sebagai guru honor di suatu sekolah negeri, sebagai sampingan aku mengajar di sebuah TPQ dan juga sebagai guru privat. Semua harus aku jalani besok. Aku memaksakan bangun dari tempat tidur. Kepalaku terasa sangat berat dunia ku seperti berputar-putar aliran darah seakan balapan di Setiap area.  Aliran darah Di otak seolah menyembur hingga terasa dingin. keringat Dingin sebesar biji jagung keluar dari pori-pori ku. aku terduduk beberapa saat.

aku melihat sekeliling kamar , sudah sangat berdebu rupanya. Di belakang pintu duh.... Aku menarik nafas panjang. Bagaimana aku bisa pergi bekerja besok ? pakaianku kotor semua , Apa yang harus aku lakukan? aku berdiri menuju lemari pakaian berharap ada satu pakaian yang bisa terpakai. besok pagi harus aku selamatkan pakaian-pakaian ini. Aku harus membuatnya bersih.

Lemari berukuran dua pintu itu aku buka yang tersisa hanya satu buah baju kemeja saja. tidak ada pakaian dalam bahkan mukena untuk sholat pun habis menumpuk di pakaian kotor. semua isi lemari ku kotor.

Tempat tinggal tante Rena saat ini jauh dari sumber air, jika harus menggali sumur membutuhkan biaya yang cukup besar.  untuk kebutuhan air Tante Rena membeli Air dari mobil tangki. harga per tangki air berkisar seratus ribu sampai dua ratus ribu, dengan keadaan itu kita perlu menghemat air.

ketika waktu mencuci aku selalu mendapat air bekas cucian pakaian keluarganya. air butek, sabun tak berbusa, dan bekas bilasan yang mengering serta dilarang untuk menambah air bilas. Pakaian ku yang semula bagus berubah menjadi butek dan tak berwarna cerah lagi. Dari itu aku memilih untuk tidak mencuci dan membiarkan pakaian 

Aku menyiapkan satu pakaian ku yang benar-benar tersisa, Memilah rok dan jilbab sekiranya masih layak pakai. Memilah lagi beberapa pakaian untuk di cuci besok, semoga Fitri sahabat ku bisa membantu memberikan tumpangan untuk mencuci.

Esok pagi aku harus berani untuk Keluar rumah, berani untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. semoga juga fitri ada di rumahnya saat pagi hari. aku kembali ke tempat tidur meringkuk dan memejamkan mata menanti besok segeralah datang.




I And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang