BAGIAN 3

22 5 5
                                    

"Ketika burung-burung itu terbang tinggi, Aku hanya bisa melihat, menatap dan berharap ingin seperti mereka"


"Ibu kamu benar-benar keterlaluan kenapa membungkus  pakaianmu yang basah! semua jadi bau ngak karuan. benar-benar jorok"  Tante Rena mengumpat. Aku tidak mengerti apa yang ia bicarakan. 

Ia kemudian membawa pakaian yang terbungkus itu ke atas balkon, menjemur pakaian-pakaian di bawah terik matahari. Hatinya begitu dongkol, mana ada seorang ibu yang tega meninggalkan anaknya sendiri di depan rumah orang lain. Jika mau menitipkan anak tidak bisa dengan cara baik-baik saja. Hatinya begitu terasa panas sama seperti terik panas matahari siang itu.

Ketika malam ayahku berkunjung ke rumah tante Rena. Aku sangat senang melihatnya, berlari, dan melompat ke-pelukan-nya sungguh bahagia rasanya. Ayah juga menyambut putrinya dengan pelukan yang hangat. 

"Nisa Kesini di antar ibu tadi. tapi ibu belum juga kembali,"  

"lalu, Kemana ibu kamu nak?" 

" kelakuan istrimu itu sungguh tidak ada adab-nya. dia meninggalkan Nisa di depan pintu. menaruh anak seperti  sampah" tante Rena menjawab dengan kesal

Ayah hanya ter tunduk, matanya menunjukan kalau ia malu dan juga marah. ia tak ingin menunjukan kepadaku. Ayah juga sebenarnya berat melepas ku. Tapi keadaan pula yang tidak memungkinkan, ekonomi yang sulit dan hubungan dengan ibu memang sedang tidak baik-baik saja.

"Nanti ku bicarakan dengan Ibu Nisa tentang hal ini, malam ini aku menginap disini bersama Nisa"  Ayah mengalihkan agar tante Rena tenang.

Pagi begitu indah udara terasa sejuk, Aku terbangun ketika tante Rena sedang menyiapkan sarapan. Menyajikan teh untuk ayahku, membuatkan susu untuk aku dan anaknya. Ayah juga bersiap untuk berangkat kerja. Pagi pertama ku bersama tante Rena.

Setelah sarapan tante Rena mengajak ku bermain di taman dekat kontrakan-nya. Taman bermain itu juga sering ku kunjungi bersama ibu. tak perlu lama untuk sampai ke taman bermain. Tentu saja yang paling menarik perhatian adalah bak pasir. aku menuju bak pasir mengambil sebatang kayu dan menggores kan ke atas pasir.

"NISA! ITU JOROK MAIN YANG LAIN SAJA" aku terkejut mendengar bentakan itu.

Aku berbalik menatap wajah tante Rena dengan penuh keheranan. Aku hanya bermain ini. Ibu tak pernah melarang ku. aku tetap memainkan pasir itu. Tante Rena semakin geram.  ia berdiri menarik lengan ku dengan kasar juga menghardik "KALAU DI BILANG JOROK ITU JANGAN DI MAINKAN LAGI. APA INI YANG IBU KAMU AJARKAN!"

seketika aku menangis tersedu-sedu saat ia menarik lengan ku. aku terus saja menangis walau kami sudah berada dirumah.  

" DIAM NISA!!"Teriakan tante Rena bukan membuatku diam malah membuat aku tambah menangis sekuat-kuatnya. bertambah kencang tangisan ku Semakin memuncak pula emosi tante Rena. Hingga dia mengangkat tubuhku. dan menyeret-ku ke kamar mandi menyunci dan memadamkan lampu.

Aku semakin meraung-raung tidak karuan, berteriak lebih kencang lagi, menggedor kan pintu sekuat tenaga. meronta-ronta ingin di buka kan kembali pintu kamar mandi. ini sangat membuatku lelah.

"DIAM NGAK!! KALAU TERUS SEPERTI ITU TANTE NGAK BAKALAN BUKA PINTUNYA, BIAR-kan  SAJA TIDUR DIDALAM!" teriak Tante Rena menghardik. 

setelah meraung-raung tubuhku terasa sangat lelah, mataku sudah terasa berat, nafas terasa sesak, aku tak mampu lagi mengeluarkan suara. Pintu kamar mandi di buka tante Rena meraih tanganku. Menuntun ku ke ruang tengah.

"Kamu kok cengeng, menangis dari pagi sampai sore tidak berhenti!" Tante Rena mengusap kepalaku.

Aku merasa sangat lelah ini hari pertama ku bersama tante Rena. dan kali pertama menangis tanpa bujukan dari seorang ibu. hari ini juga merupakan kali pertama aku menjalani hukuman. Hukuman pertama di kurung di kamar mandi jika Menangis.

-----

Azan subuh telah terdengar, Aku terbangun,  semalam sulit sekali untuk tidur mungkin karena aku kebanyakan tidur di siang hari.  Aku memaksakan bangun untuk melakukan aktivitas seperti biasanya, bergegas ku menyalakan kompor minyak,merebus air, menyiapkan wajan untuk memasak nasi. ketika aku hendak mencuci beras tante Rena  keluar dari kamarnya. wajahnya dongkol melihat ku.

Dia mendorong ku dan merampas baskom berisi beras, hampir saja beras itu tumpah. Aku biarkan ia meraih beras itu. ku ambil sapu untuk membersihkan lantai. dia juga menarik sapu itu dari tanganku. air panas itu hampir mendidih aku hendak menuangkan ke teko. Termos itu di tarik lagi dari tanganku.

"Biarkan saja semua pekerjaan ini aku tidak membutuhkan bantuan kamu!" tante Rena berkata dengan ekor mata mengarah kepadaku.

Aku kembali menuju kamar, jika seperti ini aku hanya bisa diam saja dan tidak melakukan apa-apa. karena salah bertindak akan semakin memperkeruh keadaan. Semakain bertindak maka kata-kata hujatan akan kembali berbunyi.

waktu sudah menunjukan pukul 07.30 pagi.  Aku memberanikan diri untuk keluar menuju kamar mandi. Om Andi suami Tante Rena sedang menikmati sarapan nya. ia tak banyak bicara. hanya diam melihat ku. aku tahu dia pasti marah dengan sikapku belakangan ini. tapi ia tak ingin berkomentar apapun.  Baginya aku merupakan tanggung jawab tante Rena.

pukul 08.00 aku berpamitan, wajah tante Rena masih dongkol, Om Andy masih asik menikmati kopi. kedua anaknya telah berangkat sekolah. aku berjalan menuju halte. tak butuh waktu lama anggkutan umum datang. 

semoga Fitri ada di rumahnya, kemana lagi aku harus meminta bantuan. Hanya dia yang kuharapkan saat ini. Berharap agar aku tidak bekerja dengan pakaian yang kotor ini. sangat terasa tidak nyaman di badan, tubuhku terasa gatal semua.

Empat puluh menit kemudian aku tiba di rumah Fitri, 

"Assalamualaikum Fit,"

"wa'alaikumsalam  Nisa, masuklah"

Seperti biasa Fitri selalu menyambut ku dengan hangat. menyediakan makanan dan minuman kepadaku. dia memang orang yang paling mengerti dan paham dengan keadaan ku, bahkan dia bisa tahu kalau aku dalam keadaan tidak baik dan membutuhkan bantuan.

"Nis, menurutku kamu coba kamu keluar dari rumah itu, Tinggallah sendiri. Kamu sudah punya pekerjaan, penghasilan mu juga lumayan. "

"Ingin sekali aku seperti itu fit, Tapi aku malu dengan keluarga yang lain. aku tidak melakukan apa-apa saja salah. apalagi melakukan hal seperti itu,"

" Justru karena itu Nis, Kamu harus melawan ke tidak enak kan dan mulai dengan sesuatu yang baru. mereka memang akan marah tapi seiring berjalan-nya waktu mereka pasti reda, kalau kau terus seperti ini semua akan berpengaruh terhadap pekerjaan kamu"

"Akan aku pikirkan lagi Fit, Aku butuh bantuan fit. aku mau mencuci pakaian ku da....."

"Boleh kok, silahkan kau cari baju yang sesuai, " fitri memotong perkataan ku. dia si paling atau perkataan apa yang akan keluar selanjutnya. bukan hal baru kalau aku datang hanya untuk mencuci dan juga meminjam pakaian miliknya.

ketika mencuci pakaian aku ke pikiran apa yang disarankan Fitri. Mungkin itu jalan terbaik untuk aku. tapi aku ragu dengan hal itu.  batinku kembali bergelut. Haruskah aku keluar dari rumah atau tetap bertahan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang