.˖⑅*♡*⑅˖.
Jake mengerjapkan matanya perlahan. Aroma melati dan vanila khas ruangannya sangat menenangkan. Tubuhnya yang terasa nyaman terbalut selimut, dengan remang-remang lampu tidurnya. Kamarnya memang tidak ada yang bisa menandingi.
Tunggu. Kamar?
Jake langsung terduduk kaget. Kamar? Bukannya ia baru saja menyelesaikan sift dan akan menjemput Jay? Jam berapa ini? Sialan, Jay pasti menunggu.
Jake dengan kasar mencari ponsel miliknya. Beberapa kali ia mengernyit, merasakan nyeri di kepalanya. Ah, sialan. Dimana ia letakkan ponselnya? Apa dia sedang bermimpi?
Karena tak kunjung menemukan ponsel miliknya, Jake berdiri untuk dapat mencari dengan jangkauan yang lebih luas. Dinginnya lantai kamar membuat seluruh tubuhnya merinding, dan ia bisa merasakan hawa panas tubuhnya, seperti pagi kemarin. Ya.. manusia ini terbangun dengan demam dan rasa mual kemarin, tapi tetap menjalani harinya seperti tidak terjadi apa-apa.
"Jake?" Dari pintu kamarnya, Jay datang dengan segelas air dan plastik yang Jake tidak yakin apa isinya.
"Babe? Kok kamu udah disini?" Wajah bingung Jake terlihat sangat linglung. Kantung matanya yang menghitam, bibir kering dan pucat dengan hidung yang memerah. Tidak lupa pipinya juga memerah karena demamnya.
"Sayang, duduk dulu.." Jay meletakan barang bawaannya di nakas dan menuntut pacarnya untuk duduk.
"Barusan kebangun?" Tanya Jay sambil memeriksa suhu tubuh Jake. Yang di tanya mengangguk pelan.
"Masih panas banget. Kamu nggak sadar kalau demam?"
Jake menggeleng lagi.
"Memang tiap pagi kamu harus jemput aku, biar bisa aku cek layak kerja apa engga."
Pagi ini Jake memang tidak menjemput Jay seperti biasanya. Pria itu baru saja keluar dari ruang operasi pukul enam pagi, setelah melakukan tujuh jam operasi. Jay mengerti, dan bahkan lebih ke khawatir. Karena pacarnya belum beristirahat dengan baik dua bulan terakhir.
"Jay tadi siapa yang jemput?"
"Bukannya harusnya kamu tanya, kok bisa kamu sampe kamar?" tanya Jay meledek.
"Um..."
"Kamu tau nggak, kamu ketiduran dimana?" tanya Jay dengan tatapan serius. "Eh, pingsan? Atau ketiduran? Kalau kata Ayah sih ketiduran, kalau menurutku kamu pingsan. Ngga inget apa-apa kan?"
Jake melotot. "Ayah?"
"Iya, Ayah. Nemuin kamu. Tidur, katanya. Di kamar mandi."
"Udah demam, waktu di cek tensi ngedrop. 75/58, Jake. Kamu bikin aku hampir mati ketakutan.." suara Jay bergetar.
"Udah tau kalo ada anemia. Minimal badannya di jaga, lah. Kalau kaya gini, aku jadi makin takut ninggalin kamu ke Sidney lagi. Masa bodo sama pelatihannya. Kalau harus pergi sebulan trus kamu gini lagi.." akhirnya Jay menangis lagi. "Mending aku gausah berangkat." lanjutnya sambil kembali terisak.
Iya, lagi. Saat ia dapat kabar dari Ayahnya, anak itu dengan terburu-buru langsung memesan taksi dan bergegas ke rumah sakit. Ayah bilang Jake hanya drop, jadi ketiduran. Keduanya mengantarkan Jake pulang, lalu Ayahnya pergi setelah menginjeksikan beberapa vitamin dan obat untuk nya. Air mata Jay baru reda beberapa menit yang lalu setelah berhasil ditenangkan Woojin, tapi sekarang ia menangis lagi.
Jake memeluk tubuh kekasihnya. Jay bisa merasakan suhu tinggi tubuh Jake. Perlahan tangan Jake menepuk punggung Jay untuk menenangkannya.
"Maaf," bisiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jake And Jay's Daily Life
FanfictionJay punya Jake, tidak ada yang boleh mengganggu mereka! short story/oneshot fluff nya Jay dan Jake, bxb! bxb pertamanya dal xixii