[07]

16.2K 1.8K 257
                                    

Selalu seperti biasa, Jeno akan pulang ke rumah dalam kondisi lelah karena pekerjaannya. Satu tangannya bergerak membuka kancing jas, kemudian menarik dasi yang terasa mencekik lehernya.

"Jeno!" Panggil sang ibu, pria itu menoleh dan memandangi sang ibu yang menghampirinya dengan senyum merekah.

"Ada apa, Bu?" Tanya Jeno malas.

"Ibu ingin bicara denganmu."

"Nanti dulu, Bu. Aku mandi dulu, aku benar-benar lelah dan tubuhnya lengket, rasanya tidak segar."

"Hah, baiklah. Temui Ibu di taman." Ucap Tiffany dengan lesu.

Wanita tua itu melangkahkan kakinya menuju taman belakang, membiarkan putranya mandi lebih dulu. Setengah menunggu, Jeno datang mengenakan kaos putih polos dengan celana pendek selutut membawa secangkir kopi.

Dia duduk di depan sang Ibu yang asik mendengarkan musik. Tiffany lantas mematikan alunan musiknya begitu putranya tiba.

"Ada apa, Bu?" tanya Jeno.

"Bagaimana Jaemin dan kandungannya?"

"Baik, Bu, sudah memasuki bulan ke tiga."

"Jeno," Panggil Tiffany. "Apa tidak sebaiknya, kau nikahi saja Jaemin?" Tanya Tiffany dengan senyum membuat Jeno terkejut.

"Bu, apa-apaan Ibu ini. Aku punya suami, Bu." Tolak Jeno sebal membuat Tiffany mencebik.

"Kau yakin mepertahankan suami seperti itu?"

"Memangnya kenapa dengan dia, Bu?"

"Suamimu itu, sudah tidak bisa memberi keturunan, tidak sopan pada Ayah dan Ibu, dia juga selalu pergi entah ke mana. Kau betah sekali hidup dengan orang seperti itu." Celoteh Tiffany membuat Jeno tertawa kecil.

"Dia tidak seperti itu padaku, Bu. Dia hangat saat kami hanya berdua." Ucap Jeno.

"Lagi pula, memang sifatnya sudah seperti itu sejak muda. Dia memang tidak terlalu suka ambil pusing dengan apa pun dan dia bicara semaunya." Lanjutnya.

"Setidaknya, didik suamimu untuk lebih sopan pada mertuanya. Bahkan Jaemin sangat sopan pada Ibu."

"Jaemin?"

"Iya, saat Ibu menemuinya waktu itu, dia benar-benar sopan. Bahkan nada bicaranya tidak lebih tinggi dari Ibu. Dia murah senyum, dan menghormati Ibu,"

"Ah, menyenangkan jika dia yang menjadi menantu Ibu. Makanya, kau ceraikan saja suamimu dan menikah dengan Jaemin. Di lihat dari mana pun, suamimu itu tidak bisa di pertahankan." Celetuk Tiffany di akhir kalimatnya.

"Bu, sebagai orang tua, harusnya jangan menyaran seperti itu pada putra Ibu. Harusnya, menikah itu sekali untuk seumur hidup. Aku ingin seperti Ibu dan Ayah."

"Lihat dulu siapa pasanganmu." Sahut Tiffany memutar bola matanya.

"Jika kau menikah dengan Jaemin, ibu setuju sekali untuk seumur hidup." Tambah Tiffany.

"Aku mencintai Seungmin, Bu. Mana bisa aku menceraikan dia. Aku juga tidak mungkin menikahi Jaemin, dia sangat muda."

"Astaga, anak ini." Tiffany mendengus sebal.

"Saran Ibu, sebaiknya kau pikirkan lagi tentang Jaemin. Ibu yakin kau tidak akan menyesal menikahi dia. Apalagi dia mengandung anakmu juga. Kalian bisa menjadi keluarga Cemara." Monolog Tiffany bahagia, membayangkan jika putranya menikah dengan Jaemin dan memiliki keluarga bahagia.

Dia benar-benar senang.

Jeno hanya memandangi sang Ibu yang beranjak membawa rona-rona kebahagiaan, masih membayangkan jika Jaemin menjadi menantunya membuat Jeno menggeleng, tak habis pikir dengan kelakuan Ibunya.

ONLY [NOMIN]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang