Haiii cuyy!
#so kap.Happy reading
Suara langkah kaki terdengar, langkah itu terdengar tergesa². Langkah itu berasal dari kaki Alvino, jam dinding kini sudah menunjukan pukul 06.25, berarti 35 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup.
"Jatuh mampus lo." teriak seorang laki laki berambut cokelat.
"Affah iyah" balas Alvino, remaja itu menggelengkan kepalanya ketika mendengar balasan sang adik.
Remaja itu adalah, Nevano Derlan adhitama, kakak dari Alvino. Nevano memiliki pribadi yang dewasa, dan kedewasaan itulah yang di butuhkan keluarganya.
Mereka pun sampai diruang makan, sang ayah sudah menunggu keduanya tidak lupa dengan tangan yang masih sibuk dengan laptopnya.
"Pagi pah" ucap Alvin dan Nevan serempak. Ayah mereka hanya menatap sekilas mereka.
Elvano Derlino, lelaki paruh baya yang merupakan CEO dari A'd Company, lelaki itu sudah berubah sekarang, kini ia menjadi lelaki yang kaku.
"Pagii, kalian cepat makan sebelum kalian terlambat." ucap Papa Elvano.
Mereka bertiga pun melanjutkan makan, tanpa ada pembicaraan, setelah selesai Alvino pun membuka pembicaraan "Mama sibuk banget ya pah?" tanyanya.
"Alvin, coba maklumi mama kamu, dia sibuk." ucap Papa Elvano, sembari mengusap pundak Alvino.
Alvin berdiri dari duduknya, "Sesibuk itu pah? Sampai ngelupain keluarganya, Alvin sampai bingung, sebenernya Alvin itu apa di mata mama pah."
"Alvin." lirih papa Elvano, Elvano memijat pelipisnya. Melihat Alvin pergi dari ruangan tersebut.
"VIN!" teriak Nevan.
"Pah Nevan sama Alvin berangkat dulu." pamit Nevan kepada ayahnya, ayahnya mengangguk.
"Hati-hati yaa, dan bujuk adik kamu supaya mengerti Van, dia masih labil." ungkap Elvano.
Nevan pun mengejar Alvino, kebetulan mereka berangkat bersama menggunakan mobil milik Nevan.
Mereka terdiam di dalam perjalanan, Alvino fokus dengan pemandangan yang ada, begitu juga Nevan yang fokus menyetir.
Sampai pada akhirnya Nevan membuka suara, "Vin, lo coba ngertiin keadaan ya" ucapnya menasehati Alvino. Alvino menoleh menghadap kakaknya, ia terkekeh miris mendengarnya.
"Gue kurang ngertiin apa bang?? Gue tanya sama lo, gue kurang sabar apa dari dulu bang?"
"Vin, jangan bersikap kekanak-kanakan gini," sentak Nevan. Tanpa sadar mereka sudah sampai di tempat tujuan.
"Gue? Kekanak-kanakan kata lo? Gue emang kekanak-kanakan dari dulu, dan itu karena mama gak pernah ngasih perhatiannya ke gue. Dan lo bisa dewasa karena mama selalu disamping lo bang. Sedangkan gue? Gak Pernah dianggap sama dia." Alvino meninggalkan sang kakak, kemudian berjalan menuju kekelasnya.
Alvino, tidak pernah mengeluarkan keluh kesahnya selama ini. Ia tidak pernah di beri kesempatan untuk menceritakan lukanya didepan mereka. Ia bingung sebenarnya ia ini apa? Ia seperti sebuah barang di pojok etalase.
Alisa berjalan menuju kelasnya kemudian, ia melihat ruang itu, tempat duduknya berbeda, seharusnya posisinya individu kini malah menjadi berpasangan.
Alisa duduk di paling depan, tepat didepan guru, yaa tidak ada yang mau duduk dengannya. Alisa menahan tangis, kaki dan tangannya tidak bisa berhenti bergetar.
"Gue seburuk itu ya?" batinnya, Alisa seintrovert itu memang, ia kerap di bully namun ia hanya menghandalkan tuhan saja.
Namun tidak terlalu parah seperti di cerita wp seperti itu. Ia hanya di tindas dan di manfaatkan, dulu kelas 10 dirinya pernah belajar berbaur, namun rasanya ia sudah mulai lelah sekarang. Ia menyerah.
Seorang guru memasuki kelas tersebut kemudian guru tersebut mengucapkan salam "selamat pagi anak-anak " kemudian kalimat itu dibalas oleh mereka semua.
Mata guru tersebut tertuju pada Alisa guru tersebut bertanya "loh kok kamu duduk sendirian."Alisa hanya menunduk dia bingung harus menjawab apa.
Seorang siswi menceletuk "Kan dia nggak punya temen Bu. "Kemudian teman-temannya tertawa mendengar itu. Alisa sama sekali tidak suka di posisi seperti ini, ini bukan sebuah lelucon yang bisa mereka mainkan.
"Apa kalian tidak bisa diam, tidak seharusnya kalian seperti itu, "ucap sang guru tersebut. Para siswa dan siswi yang tidak ada suara dalam kelas tersebut hanya kesunyian yang ada.
"Kalian tidak seharusnya menghina teman kalian seperti itu, seperti ini tidak bisa kalian buat menjadi bahan tawaan. Apa kalian tidak tahu seberapa sakitnya menjadi seorang Alisa. Kalian tidak kasihan dengan mental orang yang kalian jadikan bahan lelucon? "Tegas guru tersebut.
Memang, mental seseorang tidak bisa kalian jadikan lelucon, tidak semua orang memiliki mental yang kuat, bahkan ada beberapa seseorang yang mempunyai gangguan mental seperti panik attack dan anxiety dan lainnya.
"Maaf, bu"
"Alisa, ibu minta maaf, mungkin pertanyaan ibu menyakitimu."
Alisa tersenyum "Tidak apa buu," jawab Alisa.
Pelajaran pun berlangsung, "Baiklah, ibu akan membahas tentang kolonialisme bangsa eropa....."
Bla-bla-bla
Tak terasa 2 jam berlalu, bel pun berbunyi menandakan jam ketiga akan segera dimulai, "Baiklah anak-anak hanya itu yang bisa ibu sampaikan ibu akhiri pembelajaran kali ini."
Alisa membereskan peralatan tulisnya lalu, meninggalkan kelasnya, tujuan utamanya adalah rooftop.
Alisa membuka pintu rooftop lalu berlari ke tepi lalu berteriak "DUNIA GA PERNAH ADIL SAMA GUE..."
Bundir aja mbak, takut neraka pasti?😁
"Astagfirullahh, saa. Lo ganggu tidur gw" celetuk seorang lelaki yang tak lain adalah Alvino. Suara lelaki tersebut nampak sedikit serak, mungkin karena baru bangun tidur.
"Lo kristen goblok." Alisa pun memaki lelaki tersebut, lelaki itu menyengir menunjukan deretan giginya.
"Hehehhe sorry gue lupa,"
"Tuhan aja lupa loo"
"Gw emang gini, kaget dikit langsung jadi mualaf." jawaban Alvino sangat tidak sopan.
Alisa membulatkan matanya, enteng sekali Alvino berkata seperti itu. "Heh!! Mulut lo minta diajak login." ucap Alisa dengan menatap Alvino yang sedang berbaring di salah satu sofa.
Alvino melangkah menghampiri gadis tersebut, ia menyenderkan tubuhnya di pagar pembatas disamping Alisa, "Punya masalah apa? Cerita sama gue." celetuk Alvino tiba-tiba.
"Engga ada, walau gue cerita sama lo, lo juga ga akan ngerti"
"Sesusah itu memahami lo sa?"
"Iya, emang sesulit itu. Jadi jangan nyoba sekalipun lo mencoba untuk mahamin gw."
"Hahahhaha"
Alvino pun tertawa dengan renyahnya, tanpa beban ia berkata "Wanita emang sulit dipahami."
Setelahnya mereka berdua terdiam, dan bergulat dengan pikirannya sendiri. “Gue cape” gumam Alisa.
“Jangan mati dulu, kasihan om Zidan besarin lo, pake duit sa...” Alvino sengaja memotong pembicaraannya, “Gue tau banget rasanya diposisi lo, jadi korban bully dimasa kecil, yang mungkin mengganggu mental lo saat itu bahkan hingga sekarang. Buktiin sama orang-orang yang pernah nindas lo, klo lo bisa lebih maju dari pada mereka.”
“Gue ga sekuat itu, gue cuma pengecut.”
....
Muach buat kalian
-31 Agustus
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvino
Teen Fiction"Kalau lo ragu, jangan maju" -Alisa Sequel Alvaro: Alvino Denandra remaja berusia 17 tahun, remaja dengan paras tampan rupawan, berkulit putih hidung mancung. Jika kalian mengira Alvino dingin kalian salah besar, Alvino tipe orang yang ramah, namun...