LIMA

21 1 0
                                    

Lupaaa kalo ini udah minggu, ih aku gak update kemarin.

Selamat membaca. 🤭

🍂🍂🍂

Freya juga Lisa sudah berada di apartment Cantika, setelah menghubungi wanita itu keduanya membeli beberapa minuman untuk menemaninya memakan masakan Cantika.

"Enggak kebanyakan?" Cantika menatap dengan dahi berkerut saat Freya juga Lisa membuka plastik putih dan menaruh beberapa minuman manis dan bersoda di atas meja.

"Tadinya Freya mau bawa Black Jack." Lisa menatap ke arah Cantika. Kalau bukan ia yang melarang sudah pasti Freya membawa minuman itu atau bahkan lebih parah lagi.

"Kenapa enggak bawa? Lumayan kali," kata Cantika sambil tertawa. Freya juga Lisa menatap ke arah Cantika lalu mengabaikan ucapan wanita itu. Walaupun dia suka pesta atau ke pub, bukan berarti ia bisa leluasa meminum seperti itu.

Setelah beberapa menit, mereka sibuk dengan makanan, Cantika bertanya, "Loe jadi pindah?" Freya mengangguk dan mengatakan kalau ia masih mencari tempat yang tepat, mulai dari jarak dan kenyamanan.

"Di sini aja," saran Lisa.

"Mahal," jawab Freya cepat. Sebenarnya lokasi juga jarak lumayan dekat dengan kantornya hanya saja ia enggak sanggup dengan harga yang lumayan menguras tabungan.

"Minta warisanlah sama bokap," kata Cantika sambil menegak minuman kaleng yang sisa setengah.

"Bokap gue masih hidup, kalian ngedoain gue yatim?"

"Sorry," sahut Cantika, ia lupa kalau teman-temannya masih memiliki orang tua.

Lisa memberi saran setelah beberapa menit berada di keadaan canggung. "Ya udah jangan warisan deh, minta aja biaya ngebangun pondasi, nanti sisanya loe gitu yang bangun."

Freya menatap sambil mengembuskan napas lalu mengangguk, "Awalnya bokap ngelarang, tapi akhirnya nerima keputusan gue dengan syarat tanah dan desain bokap yang cari." Ia menarik napas sejenak, "Terus kemarin ngasih nomor arsitek dan nyuruh gue ngehubungin."

"Kalian tahu kan bokap gue gimana." Freya masih menjelaskan. Sebenarnya ia malas harus membahas masalah ini. Tapi, ia butuh solusi dan hanya mereka yang dipercaya.

Lisa menatap Freya dengan mulut mengunyah, "Udah lo hubungin?" tanyanya saat selesai menelan spaghetti buatan Cantika.

Freya menggeleng dan sibuk menghabiskan makanan di depannya, masakan Cantika selalu enak, padahal semua bumbu dan cara memasaknya hampir sama dengannya.

"Kenapa? Padahal tinggal ketemu, bahas, terus ngebangun," sahut Cantika heran. Kalau dirinya jadi Freya dengan senang hati menuruti selama bisa hidup mandiri.

"Enggak bisa kayak gitu dong," gerutu Freya.

Lisa juga Cantika menatap ke arah Freya, mereka menunggu ucapan lanjutan dari wanita di depannya ini.

"Ya ... Gue enggak suka aja di atur bokap." Freya mengembuskan napas, seperti ada beban saat mengatakan hal itu.

Lisa juga Cantika memilih diam, dia enggak tahu masalah apa yang tengah Freya alami hingga seperti sekarang.

"Hidup tanpa di atur dan mandiri emang enak kok, cuma enggak semua hal yang kita lakuin sendiri itu enak, Frey. Adakalanya merasa kesepian dan kosong." Cantika menjelaskan, hidup seperti dirinya memang terlihat enak, tapi kadang ada aja masalah yang enggak bisa ia hadapi sendiri.

"Udahlah jangan bahas, males gue," ketus Freya. Ia kemarin pengin kumpul dan ngobrol seperti biasa bukan membahas masalahnya.

Cantika dan Lisa memilih mengangguk lalu merapikan peralatan makan sebelum pindah ke ruang televisi untuk menonton film barat yang sudah lama mereka incar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UPBEATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang