Gue bisa rasa apa yang lo rasa
Janlup voment cuk, biar bisa gak slow update.^^^______________^^^
'____________'Mengandung bahasa yang kasar⚠️
Tidak untuk ditiru❌️⭕️❌️
Acungan tangan seorang gadis bermata coklat itu menghentikan penjelasan seorang dosen arsitektur di depan sana. Ia buru buru mengajukan pertanyaan yang dari tadi membingungkan pikirannya. Dosen itu hanya menatapnya kasar, lalu tersenyum seperdetik kemudian, menatap seisi ruangan.
"Kelas sampai disini saya lanjutkan lusa, selamat siang" tutur dosen tersebut bergegas pergi.
Sementara gadis si pengacung tangan tadi meneguk salivanya kasar. Satu persatu mahasiswa diruangan itu bergegas mengakhiri kelas.
"I hate everything" gumam gadis itu pelan sembari mengemasi tumpukan kertas hvs yang berantakan di atas meja.
✖️
Lagi dan lagi, ia harus berjalan menunduk patuh di sepanjang barisan gadis gadis yang tengah duduk dengan pose yang elegan mengangkat satu kakinya ke atas, tidak lupa dengan puntung rokok yang menyala disela jari telunjuk dan jari tengah.
Sambil berjalan ia ditatap kasar dengan jejeran wanita wanita tidak bermoral seperti mereka.
"Ulang" pinta salah satu mereka dengan santainya menyuruh gadis nan malang itu untuk berjalan di depan mereka sekali lagi.
Gadis itu menurut saja, ia tahu sebab akan celaka jika menolak. Ia berbalik arah dan kembali mengulang langkahnya terpaksa.
Bughh....
Sebuah tendangan keras baru saja mendarat di bokongnya, ia terjatuh di atas jalan yang kasar.
Gadis itu menggigit bibir dalamnya berusaha menahan rintih kesakitan, merasakan goresan luka yang teramat perih di lututnya.
"Jangan belagu jadi orang," bisik seorang gadis berambut pirang memasuki jemarinya ke dalam rambut gadis malang itu, tercium pekat bau tembakau yang masih tersisa di ruang mulutnya.
"Let's gurll" sahutnya meninggalkan gadis itu sendirian.
Bughhh...
Kepalan tangan bulat bulat menyusul kemudian, menghantam permukaan punggungnya dari belakang dan menghasilkan bunyi yang mendentum.
"Arghhh...." rintihnya baru mengeluarkan suara. Ia perlahan berdiri, manatap lututnya yang sudah mengeluarkan cairan merah. Dengan langkah yang tergopoh gopoh ia harus melanjutkan jalannya.
"Astaga me, lo kenapa? Lutut lo berdarah gue bantu ya" cemas bella menatap nanar luka esme, esme pasrah menerima bantuan dari bella. Bella lalu membawanya duduk di sudut anak tangga.
Laurent Esme, seorang gadis yang kerap disapa esme. Ia dikenal sebagai murid ambisius yang tidak disenangi banyak orang. Walaupun nyatanya tidak sepenuhnya benar. Esme sekolah di salah satu SMA favorit di jakarta pusat dengan bantuan beasiswa prestasi dari pemerintah. Sejak SMP ia sudah mulai dituntut untuk belajar lebih keras demi mempertahankan ranking 1 nya. Meski sudah menduduki kelas 11 esme sama sekali tidak memiliki teman, baginya teman sama saja seperti beban yang membuat hidupnya semakin dikelilingi kesalahpahaman. Tapi tidak dengan seorang gadis yang satu itu, peduli padanya tanpa alasan, bahkan mereka tidak saling berteman. Bella Wijaya—murid lugu berkaca mata dengan lensa yang sangat tebal. Setiap esme kesusahan bella selalu datang dengan ketulusan meskipun esme menolak beberapa kali. Ia tidak ingin dirinya dipandanh lemah dan diberi belas kasihan yang seharusnya tidak ia terima.
"Gue bisa sendiri kok, gapapa bel" tolak esme, menjauhi tangan bella dari lututnya.
"Apaan sih mau bantu juga gak boleh, nah kan selesai" ujarnya menempelkan plester ke lutut esme.
Selama ini jika ada yang mendekati esme pasti ada maunya, esme selalu dimanfaatkan dengan orang sekitar, lalu dicampakkan begitu saja setelah mendapatkan keinginan mereka.
"Udah gue mau ke kelas dulu" kata esme menghindari bella.
"Owh yaudah" balas bella membersihkan kacamatanya dan menatap esme pergi hingga hilang sepenuhnya.
"Esme wehh disini lo rupanya, ajarin kami mtk yang ini dong, bentar lagi ujian nih" tutur beberapa murid cowok yang sengaja menghampirinya. Bagaimana pun juga esme harus menunjuki mereka ia hanya ingin membuktikan bahwa dirinya tidak seperti rumor yang beredar.
Esme menutup matanya sejenak dan menghembuskan napas panjang, lalu menguraikan senyuman lebar hingga gingsulnya keluar. Ia mencoba tetap bersikap manis, kepada manusia yang tidak bersalah di depannya. Selanjutnya ia mulai menjelaskan jawaban yang mereka tidak paham. Esme memaksakan senyuman.
✖️
"Nad, apa gak berlebihan yang lo lakukan ke si esme tadi?" Ragu arya.
Nadya menoleh dan menatap arya sejenak.
"Gak kok gue merasa itu gak berlebihan" jawab nadya mengangkat bahunya sambil menyeruput minuman kaleng.
"Percaya banget sih sama rumor, belum tentu nad rumor esme kencan sama bani itu benar" jelas arya meyakini.
"Ada alasan lain juga gue lakuin itu, udahlah, kayak gak biasa aja lo ngabisin hidup orang" tutur nadya.
"Bukannya gitu gue merasa gak enak aja, secara si esme pernah bantu gue" jelas arya.
"Oh ya, kalau gitu siapa cobak yang lebih banyak ngebantu lo DIAA ATAU GUEE HAA?!" bentak nadya melempar kaleng minumannya ke sembarang arah.
Arya terdiam dan enggan menjawab, raut wajah nadya berubah menjadi merah. Sangat menakutkan, mata tajamnya tidak beralih dari arya sedikitpun.
TBC.......
__________________
____________________________
__________________You get started
⚠️⚠️⚠️
KAMU SEDANG MEMBACA
BADASS [ no fair ]
Mystery / Thriller[ HaTe eVerYthIng ] "menurut gue tuhan itu fatamorgana, dia gak pernah ada di saat gue butuh" ketus Esme