"Sama sama numpang di bumi gak usah belagu jadi manusia"
——————
❌️⭕️❌️
Salah satu hal yang tidak disukai esme adalah kembali pulang ke rumah. Bagi sebagian orang mungkin rumah adalah tempat untuk rehat, melepas penat dengan senyuman keluarga yang menantikan kepulangan, namun berbeda dengan esme baginya rumah hanyalah tempat yang tidak ia inginkan untuk kembali.
Tidak ada keharmonisan yang pernah ia rasakan selama ia hidup di tempat tersebut. Hanya ada bentakan, paksaan, dan tangisan. Itulah definisi rumah yang menyeramkan yang pernah dirasakan oleh esme.
Begitulah kenyataannya, setelah ayahnya meninggal dunia harta mereka perlahan merosot hingga perusahaan besar milik keluarga mereka ditimpa kebangkrutan. Tidak hanya itu rumah merekapun terpaksa digadaikan demi melunasi hutang piutang perusahaan yang terbilang cukup besar. Hingga mereka berakhir tinggal disebuah kontrakan kecil yang bahkan tidak muat untuk 4 orang. Esme merasa kasihan pada dirinya sendiri, nengapa kehancuran itu harus datang dikala ia seharusnya merasakan kebahagiaan di masa kanak kanak.
Deru nafasnya kasar ketika membawa masuk surat peringatan yang sudah digenggamnya sedari tadi. Langkahnya sangat lamban menuju ruang tamu yang sudah diisi oleh wanita paruh baya yang tengah memintal benang.
Esme memejamkan matanya dan menguatkan mentalnya sebelum berhadapan dengan wanita paruh baya tersebut. Ia memandangi surat peringatan kelat, begitu berat hati rasanya untuk diberikan kepada wanita yang duduk disana.
"Buk, ada surat dari komite sekolah" tutur esme, memberikan surat peringatan sambil merunduk dalam bahkan matanya pun tidak ingin dilihat. Leni terdiam menatap secarik kertas yang keluar dari amplop putih itu. Perlahan ia membaca surat tersebut dari atas hingga bawah dengan singkat.
Esme ketakutan sekarang, mengingat ibunya merupakan pasien pengidap bipolar akut, gangguan jiwa yang dapat merubah emosinya dengan sekejap mata tanpa takut membahayakan orang lain. Ia khawatir kemarahan ibunya berakhir merenggut nyawanya nanti. Ia takut disaat ibunya melakukan kekerasan kepadanya.
"Apa ini?" Tanyanya singkat menatap esme bak singa yang lapar.
"Surat d...dari komite sekolah buk, esme kena e....espe" tuturnya terbata bata.
Prangg.....
Sebuah gelas kaca baru saja dilemparkan ke arahnya, untungnya esme secepat kilat menghindar. Esme ketakutan hingga mengeluarkan air mata. Kakak dan abangnya yang hening di kamar langsung keluar mendengar keributan dari ruang tamu. Keduanya menenangkan wanita yang tengah diasumsi emosi yang tidak stabil.
"Esme bersihkan itu, ibuk tenang yaa" tutur aura menenangkan leni yang naik pitam.
"Hee anak bangsat kau nii nyakitin perasaan orang tua aja kau, mati cocoknya kau ni" ketus novri—abang esme yang mulutnya memang selalu menyalahkan esme.
Esme mengutip serpihan kaca yang bertebaran dimana mana dengan segenap luka yang tersisa di hatinya. Esme sangat membenci semua ini. Situasi ini semakin membuatnya tertekan.
Ia terkadang heran dengan semua yang terjadi. Pasalnya ibunya selalu saja menaruh perhatian yang besar kepada kedua anak yang berada dipelukannya sekarang. Tanpa mengerti bagaimana perasaan esme ditindas habis habisan oleh kedua saudaranya tersebut.
Pilih kasih. Hanya itu kalimat yang terlintas di pikiran esme. Pasalnya apa yang dilakukannya itu tidak seburuk novri yang pernah mengonsumsi ganja tahun lalu. Namun entah kenapa rasanya selalu ia yang menjadi sorotan. Perlakuan ibunya kepada novri masih tetap sama sayangnya meskipun novri telah menaruh kekecewaan dan membuat malu keluarga. Sangat tidak adil bagi esme yang selalu mewujudkan ekspetasi ibunya sekuat tenaga meskipun tidak pernah mendapatkan pujian dari seisi rumah.
Esme selama ini hidup dibawah tekanan seisi keluarga yang menuntutnya serba bisa. Jika sekali salah ia pastinya akan dicaci maki sedangkan esme juga anak remaja yang masih membutuhkan waktu untuk bermain.
✖️
Esme menatap tubuhnya dari bayangan cermin. Terlihat sedikit lebam di pinggulnya. Sangat perih rasanya, terlebih wajahnya yang masih terbayang bayang tamparan maut si wanita pirang.
Ia mendengus kesal melihat dirinya yang hanya bisa berdiam diri.
Tok..tok tok..
Suara ketukan itu membuatnya cepat cepat mengenakan pakaian. Namun si pengetok pintu tidak sabaran dan malah membuka pintu tersebut yang memang tidak dikunci.
"Gue mau bicara sama lo, ibuk bilang lo harus berhenti sekolah dari sana, lo dipindahkan ke tempat yang lebih murah" ujar aura datar.
"Hahh, yaudah terserah, gak habis pikir tapi gapapa juga gue capek dengarin tuntutan kalian ini itu, seterah aja" esme mendengus kesal menahan air mata yang tidak ingin dibiarkannya menetes.
Aura keluar dari kamar membanting pintu, apalagi kalau bukan untuk mencari perhatian pasti orang mengira esme marah dengan putri sulung keluarga mereka hingga membanting pintu begitu kerasnya.
Esme menatap tajam, dadanya begitu terasa sesak melihat perlakuan yang diterimanya begitu sangat tidak adil.
TBC......
_____________
____________________
You get started
⚠️⚠️⚠️
KAMU SEDANG MEMBACA
BADASS [ no fair ]
Mystery / Thriller[ HaTe eVerYthIng ] "menurut gue tuhan itu fatamorgana, dia gak pernah ada di saat gue butuh" ketus Esme