Seven; Sunflower, Blooming

78 11 1
                                    

Taehyung duduk di pinggiran rooftop sekolahnya dengan segelas coklat panas. Sweater rajut berwarna putih tulang pemberian seokjin alias Kakak sepupunya dua tahun silam membalut tubuhnya—menghalau angin agar tak langsung menusuk tulang.

Sekarang sudah pukul 10 malam, pemuda itu sudah menyelesaikan yaja sejak beberapa menit yang lalu. Poni rambutnya seolah menari-nari tertiup angin, wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun—terlampau datar untuk Taehyung yang biasanya tampil begitu ceria.

Pagi tadi, anak itu begitu kesal kepada Ibunya, beliau datang ke apartemen Taehyung saat matahari belum begitu menampakkan dirinya hanya untuk membentak-bentak dirinya tanpa alasan yang jelas

Disekolah, Eunwoo yang sedikit lebih pendiam dan tertutup, ditambah pikirannya yang kacau karena ketidakhadiran Jeongguk 2 hari ini semakin membuat moodnya berantakan. Jeongguk—anak itu menghilang tepat setelah pertandingan basket tempo hari itu berakhir.

Punggung tangan kanan lelaki manis pemilik pipi berisi itu terasa hangat—seseorang menggenggam tangannya lembut sontak membuat Taehyung meletakkan gelas yang ia genggam di sebelah kirinya, lalu tangan itu ia gunakan untuk menghapus sisa airmatanya sebenarnya tak akan terlalu jelas terlihat. Taehyung menoleh, Yeonjun duduk di sampinya dengan senyuman hangat.

"Kenapa tidak pulang?" tanya sang ketua kelas sebagai pembuka.

"Tak tahu," Jawab Taehyung asal.

Lelaki di sampingnya itu tertawa kecil, ia menghela napas panjang. Pandangannya mengarah pada langit malam yang sedikit sepi. "Tuh lihat langit, sepi ‘kan?" tanya Yeonjun membuat Taehyung ikut mengalihkan pandangannya kepada langit malam Seoul, hanya terlihat sebuah bintang yang tak terlalu bersinar terang. "Ya terus?"

"Ya, Sepi. Karena mereka ikut sedih, Taeee."

"Dari mana filosofinya?" Taehyung melayangkan tawa kecilnya

"Mana tahu. Cuma asal saja, Hahaha."

Pemilik senyuman kotak nan manis itu menundukkan kepalanya sejenak sebelum akhirnya kembali mengangkat kepalanya dan mengembangkan senyumnya. Yeonjun—sahabatnya itu memang sosok yang bisa mengembalikan senyuman seseorang yang hilang, lelaki yang menjabat sebagai ketua kelas 3 tahun berturut-turut itu memang sosok yang paling sabar nomor 2 setelah Namjoon, dewasa dan ramah diantara semua sahabat-sahabat Taehyung yang lain. Ya, meskipun dari tampilan sih tengil sekali.

"Kau sendiri, tidak pulang, Jun?" kini Taehyung yang bertanya, gelengan kepala ia terima sebagai jawaban dari lelaki di sampingnya. "Aku tuh baru mau pulang, tapi Irene bilang kamu kabur dari supermarket sekolah setelah membeli coklat panas. Jadi aku berinisiatif datang ke sini, aku tahu kamu sedang galau bukan?" Jelas Yeonjun diakhiri sebuah pertanyaan menggoda.

"A-apaan." Taehyung gugup, pipinya sedikit bersemu, tetapi tetap ia coba untuk sembunyikan. Ekspresi wajah Yeonjun semakin menggodanya.

"Ini soal Jeon Jeongguk, bukan?" tanya Yeonjun.

"Tidak juga."

"Tidaak juga, atau tidak salah lagi??"

"Tidak, Astaga, enyah kau!"

Yeonjun tertawa keras, Taehyung kalau mode galak itu sungguh menggemaskan. "Ayuk pulang, kalau Namjoon tahu jam segini kamu masih di sekolah dia pasti akan menceramahimu seperti kakek-kakek kurang sirih," Ucap lelaki itu sembari berdiri dan mengulurkan tangan kepada pemuda lugu dan imut di hadapannya.

Ya mau gimana. Taehyung itu laki-laki, tapi kelewat polos dan lucu. Hatinya juga terlalu lembut dan baik sekali. Teman-temannya jadi ingin selalu melindunginya.

"Pulang, sama kamu?" tanya Taehyung, Yeonjun anggukan kepalanya tak lupa dengan senyuman. Pemuda bermarga Kim itu meraih tangan sang sahabat, setelahnya perlahan bangkit dari duduknya. Mereka meninggalkan rooftop malam itu—bersiap pulang dan beristirahat, untuk pagi baru yang akan datang.

Chocophany (Kookv Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang