4. bertolak belakang

378 59 1
                                    

Rambut panjang yang di kuncir asal, wajah sembab dan mata yang bengkak, pipi basah dan napas yang terengah engah membuat Agatha merasa seperti hidupnya hampir berakhir. Didepan Jeno kemarin malam ia bisa saja mengatakan iya dan seolah seolah ia merelakan Jeno untuk wanita lain. Namun dalam hati kecilnya Agatha hancur. Ia hancur saat tahu Jeno dijodohkan oleh orang tuanya.

Tadi pagi Agatha izin tidak masuk dengan alasan sakit. Ya memang dia sakit, hatinya yang sakit. Agatha tidak menyalahkan Jeno akan ini, justru dia merutuki dirinya sendiri. Hidup Agatha sempurna dengan adanya Jeno. Karir dia cemerlang jika Jeno tidak ada disisinya, untuk apa? Tetapi Agatha sendiri tidak bisa mencegah Jeno untuk pergi.

Agatha sadar, dia masih belum bisa menjadi apa yang Jeno mau. Namun tidak ada rasa sesal dalam diri Agatha perihal ia menolak Jeno untuk menikahinya. Agatha tidak mengerti kenapa dia belum tertarik untuk menikah. Padahal Jeno sendiri sudah lebih dari kata mapan. Agatha mencintai Jeno, namun disisi lain dia masih ingin membahagiakan dirinya sendiri.

Pesan dari Jeno tidak ia balas. Sengaja ia tak membalasnya, karena hatinya butuh ruang untuk penyegaran. Selama 6 tahun meski mereka bertengkar hebat, Jeno tidak pernah mengatakan kalimat sakral itu. Namun kali ini berbeda. Jenonya memilih jalan berbeda dengannya, Jeno sudah tidak ingin lagi bersamanya, Jeno lebih memilih orang tuanya dan wanita itu. Agatha ingin marah, tetapi ia tidak tahu harus marah pada siapa. Disituasi ini Jeno sama sekali tidak salah. Pria itu baik. Sangat baik sampai sampai Agatha terlalu mencintainya.

Jangan kira Agatha semalam merelakan Jeno dengan lapang dada. Tidak. Ia merelakan Jeno dengan penuh rasa sakit. Jeno mungkin tidak tahu semalam dia tidak bisa tidur karena air matanya dia kuras habis. Jeno sudah menghubunginya pagi ini, namun Agatha memilih tidak menjawabnya.

Agatha mencintai Jeno seperti Jeno mencintainya. Agatha memang disibukkan dengan pekerjaan yang memperbudaknya menjadi budak korporat Jakarta. Namun mau bagaimana lagi, ini pekerjaan yang ia mau selama bertahun tahun ditambah perusahaan PT. Akasa sangat besar. Jika saja Agatha mengiyakan ajakan Jeno kemarin, ia belum tentu bisa menjadi istri dan ibu yang baik untuk keluarganya.

Justru karena Agatha mencintai Jeno, dia tidak mau dirinya menjadi istri yang tidak memiliki apa apa. Maksudnya, istri yang memiliki bekal lahir dan batin. Baik kesiapan menjaga suami atau membina anaknya kelak. Ia belum memiliki kesiapan itu. Banyak teman temannya yang bercerai karena mereka belum siap untuk menikah. Agatha tentu tidak mau seperti itu. Agatha ingin rumah tangga yang bahagia dan sehat. Maka dari itu didalam diri Agatha harus disiapkan mental yang kuat.

Agatha sebenarnya selalu merasa tertampar saat Jeno menyodorkan cincin berlian cantik dihadapannya. Ia merasa tidak layak intuk menggunakan cincin itu dan terakhir kemarin itu mungkin terakhir kalinya Jeno melamarnya.

"Jen! Gue sayang elu!" Ucapnya.

Agatha memeluk gulingnya dan mengusap pipinya yang selalu basah sejak subuh tadi. Sejak 4 tahun lalu, ia belum pernah lagi menangis karena masalah cinta. Hubungannya terlalu datar sampai dia tidak bisa memikirkan mau dibawa kemana hubungannya ini. 6 tahun bersama Jeno dan selama 6 tahun juga Agatha bahagia bersama Jeno. Namun ia tidak tahu perasaan Jeno selama 6 tahun ini bisa atau tidak mempertahankan hubungannya.

"Tha? Eh? Kok nangis?" Mama membuka pintu kamar Agatha dan melihat putrinya berantakan.

Agatha menghapus air matanya, "Nggak pa-pa Ma."

Mama sudah tahu pasti perihal Jeno jadi dia tidak mau bertanya lebih dalam, "Ada tamu. Mau ketemu kamu." Ucap Mama.

Agatha bangkit dari duduknya dan segera keluar kamar menyusul Mama. Namun langkahnya melambat saat ia mencium wangi Aqua disekitar ruang tamunya. Sosok tamunya belum terlihat namun Agatha tahu siapa yang datang.

Midnight Rain | Lee Jeno x Yoo Karina✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang