CHAPTER 02

321 59 0
                                        

Haruto baru berjalan beberapa meter menjauhi pemuda idiot tadi, tetapi entah kenapa, ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Perasaan tak nyaman yang terus menghantuinya.

Dia menghela napas, berusaha mengabaikannya. Namun, bayangan wajah pemuda itu terus saja muncul di kepalanya—tatapan polos yang bercampur ketakutan, suara lirih yang memohon pengertian, dan tubuh kecilnya yang tampak begitu rapuh.

Haruto meremas telapak tangannya.

Sial.

Dia benci ini.

Benci perasaan aneh yang tiba-tiba muncul tanpa diundang.

Benci karena pikirannya terus dipenuhi oleh seseorang yang bahkan baru ia temui beberapa menit lalu.

Benci karena—meskipun ia merasa jijik melihat pemuda itu—di satu sisi, ia juga merasa... kasihan.

Haruto mengumpat dalam hati. Apa yang salah dengannya? Dia seharusnya tidak peduli. Dia bukan tipe orang yang mudah tersentuh oleh omong kosong semacam itu.

Tapi melihat pemuda itu tadi—duduk sendirian di tepi sungai, menggenggam boneka koala lusuh seolah itu satu-satunya hal yang ia miliki di dunia ini—membuat Haruto teringat pada dirinya yang dulu.

Sama-sama kesepian.

Sama-sama ditinggalkan.

Sama-sama tak diinginkan oleh siapa pun.

Sial.

Dia mengacak rambutnya frustasi.

"Lama-lama gue yang jadi gila sendiri mikirin laki-laki aneh tadi," gerutunya sambil menghentikan langkah di pinggir Sungai Han yang letaknya cukup jauh dari tempat pemuda itu sebelumnya.

Angin malam berhembus dingin, menusuk kulit.

Haruto menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini bukan urusannya. Bahwa dia tidak perlu merasa bersalah.

Tapi tetap saja, kata-kata kasarnya tadi terngiang kembali di benaknya.

"Gue gak peduli kalau lu dibuang atau diapain kek."

Haruto mengepalkan tangan.

Sial.

Seharusnya dia tidak mengatakannya dengan nada sekasar itu. Bukan berarti dia harus peduli, tapi... dia tahu rasanya menjadi seseorang yang tidak diinginkan.

Dia tahu rasanya menerima kata-kata menyakitkan tanpa bisa membalas.

Dia tahu rasanya ditinggalkan.

Dan sialnya, dia melihat hal yang sama di mata pemuda itu tadi.

Tiba-tiba, lamunannya buyar ketika getaran halus dari saku celananya mengganggu keheningan malam.

Haruto merogoh sakunya, mengeluarkan ponselnya dengan gerakan malas. Layarnya menyala, menampilkan nama pengirim pesan.

Jeongwoo.

Haruto mendengus kecil, menatap layar dengan tatapan bosan.

Tanpa pikir panjang, dia membuka pesannya.

Jeongwoo
___________
online

1 unread message

Jeongwoo:
||To maaf gue udah pulang duluan soalnya junghwan minta di temanin karena orangtuanya lagi keluar kota, maaf banget ya bro
22.07

Haruto menatap pesan itu sejenak, sebelum jemarinya bergerak membalas.


You:
ok.||
22.08

IDIOT BOY||HARUKYU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang