CHAPTER 03

391 69 9
                                        

Setelah kejadian di tepi sungai, kini Haruto dan Junkyu sudah berada di dalam rumah Haruto. Rumah itu tak terlalu besar, tapi jelas terlihat mewah. Interiornya modern, dengan pencahayaan hangat yang membuat suasana terasa nyaman.

Haruto berjalan santai menuju sofa, lalu menjatuhkan tubuhnya di sana sambil mengambil ponselnya. “Lo ganti baju dulu di kamar mandi," ujarnya tanpa menoleh. "Sementara pakai baju gue dulu, harusnya sih muat di badan lo."

Junkyu berdiri diam di tempatnya, tidak langsung bergerak. Bukannya menolak atau membangkang, tapi dia benar-benar butuh waktu untuk memahami maksud Haruto. Kata-katanya cukup sederhana, tapi otaknya yang seperti anak kecil tetap memprosesnya dengan lambat.

Melihat Junkyu tak bergerak, Haruto mendesah pelan, lalu menunjuk ke arah sebuah pintu di ujung ruangan. "Tunggu apa lagi? Sana ke kamar mandi."

Junkyu akhirnya mengangguk pelan, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Sementara itu, Haruto kembali fokus pada layar ponselnya, mengabaikan keberadaan pemuda itu.

Di dalam kamar mandi, Junkyu berdiri terpaku, matanya sibuk mengamati sekeliling. Semuanya terasa asing. Rumah ini terlalu bersih, terlalu rapi, terlalu… bukan dunianya.

Tatapannya jatuh pada sebuah benda besar berbentuk persegi panjang dengan tepian melengkung. Dengan ragu, ia menyentuh pinggirannya. "Ini apa, ya?" gumamnya pelan. "Emm… kolam?"

Tapi kemudian, dia buru-buru menggeleng. Tidak, bukan. Kalau kolam renang, harusnya lebih besar dan ada di luar rumah.

Setelah memastikan dirinya mengerti fungsi beberapa benda di dalam sana, Junkyu mulai melepas pakaiannya yang basah kuyup. Dengan hati-hati, dia menyalakan shower dan mulai membasahi tubuhnya. Dia bukan anak yang tidak tahu cara mandi, hanya saja… dia terbiasa melakukannya dengan cara yang lebih sederhana.

Saat sabun sudah berbusa di tangannya, Junkyu menggosokkannya ke seluruh tubuh, termasuk wajahnya. Namun, begitu busa menyentuh matanya…

"AAAAAH!!"

Jeritan melengking memenuhi kamar mandi, menggema di seluruh ruangan. Junkyu langsung mengusap-usap matanya yang terasa perih, tapi itu malah membuatnya semakin sakit.

Di luar, Haruto hampir menjatuhkan ponselnya saking kagetnya. Dia langsung bangkit dan berlari menuju kamar mandi, mengetuk pintunya dengan keras. "Hei! Ada apa?! Buka pintunya!"

Samar-samar, dia mendengar suara isakan dari dalam. Haruto makin bingung. "Junkyu, lu kenapa?"

Tak lama, pintu kamar mandi terbuka perlahan. Haruto tak menyia-nyiakan kesempatan itu dan langsung masuk ke dalam. Begitu melihat kondisi Junkyu, dia terdiam sejenak.

Pemuda itu duduk di dalam bathtub, air sabun menggenang di sekitarnya. Matanya merah, dan dia masih mengusapnya dengan tangannya yang penuh busa.

"Hiks… mata aku perih…" isaknya lirih.

Haruto menatapnya dengan ekspresi antara frustasi dan tidak percaya. "Astaga… Kalau perih jangan digosok! Ya Tuhan…"

Tatapannya lalu beralih ke botol sabun yang tergeletak kosong di lantai kamar mandi. Haruto hampir saja menjerit. Itu sabun barunya. Dan sekarang… isinya habis?

"Lo apa-apaan sih? Masa sabun muka gue dipakai di kepala juga?! Itu mahal, brengsek!“

Junkyu menunduk, wajahnya terlihat menyesal. "Aku… nggak tahu…" suaranya terdengar kecil.

Haruto menghela napas panjang, mencoba menahan emosinya. Akhirnya, dia berjongkok di pinggiran bathtub, lalu menarik tangan Junkyu yang masih sibuk mengucek matanya. Dengan hati-hati, dia mulai membilas wajah pemuda itu dengan air bersih.

"Udah, jangan nangis," ucapnya lebih lembut dari sebelumnya. "Maaf gue tadi teriak."

Junkyu diam, membiarkan Haruto membantu membersihkan wajahnya. Begitu busanya hilang, Haruto meniup pelan matanya. "Udah nggak perih?"

Junkyu mengedipkan matanya beberapa kali, lalu tersenyum kecil. "Udah! Nggak perih lagi. Hehe… Makasih, Kakak tampan!"

Tanpa aba-aba, dia langsung memeluk tubuh Haruto erat.

Haruto membeku di tempat. Sentuhan seperti ini… bukan sesuatu yang biasa dia alami. Bahkan Jeongwoo dan teman-temannya pun jarang melakukan kontak fisik dengannya.

Haruto buru-buru menepis tangan Junkyu dan mundur. "Iya, iya, lain kali jangan asal meluk gue," ujarnya ketus. "Gue nggak suka dipeluk, apalagi sama orang yang bahkan namanya aja gue nggak tau. Jadi tolong jangan seenaknya."

Junkyu mendongak, menatap Haruto dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. Dia membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu, mungkin minta maaf. Tapi sebelum sempat berbicara, Haruto sudah berbalik dan pergi, meninggalkannya sendirian di kamar mandi.

Junkyu menunduk, tangannya mencengkeram pinggiran bathtub. Air matanya kembali jatuh, meski kali ini dia tak mengeluarkan suara.

"Hehe… orang asing…" bisiknya sambil menyeka pipinya sendiri. "Aku orang asing…"

Tapi dia tetap tersenyum. Seperti biasa.




























TBC

Jujur gak berharap sama book ini, karena aku cuman iseng aja sih. Semalam aku mimpiin mereka berdua mungkin karena kangen kali yaa.


🐣

IDIOT BOY||HARUKYU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang