1 - Sebuah Memori

109 6 0
                                    

Tiga tahun berlalu setelah kejadian tersebut, Peter kini menduduki bangku kelas satu di sebuah Sekolah Menengah Atas.

Rasa menyesal atas kejadian yang membuat James dan rekannya kehilangan nyawa yang seharusnya menjadi hak setiap orang terus membayangi Peter. Ia marah pada dirinya sendiri. Ia memang membenci James serta kawan-kawannya, mereka memang kejam dan suka menindas yang lemah, namun apakah sekalipun terpikir oleh mereka untuk membunuh seseorang? Peter rasa tidak.

James serta rekan-rekannya seharusnya memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri, mereka seharusnya memiliki masa depan seperti Peter, mereka tidak seharusnya meninggal pada saat yang tidak tepat. Namun Peter telah membuat James serta rekannya kehilangan kesempatan untuk hidup, ia merasa dirinya sangat jahat.

Peter menghukum dirinya sendiri dengan memutuskan untuk tidak bergaul dengan siapapun di sekolah barunya. Ia akan berpenampilan setidak menarik mungkin sehingga tidak ada seseorangpun yang berminat untuk berteman dengannya.

***

Salah satu hal yang disukai Peter dari sekolah barunya: sekolahnya memiliki hamparan rumput hijau yang cukup luas dengan sebuah pohon rindang ditengahnya, bonus dengan sedikitnya siswa yang suka berpanas-panas dibawah teriknya sinar matahari membuat hamparan rumput tersebut hanya dikunjungi oleh beberapa siswa saja.

Peter berjalan menuju pohon rindang tersebut dan berniat untuk menghabiskan jam istirahat dengan bersantai dibawahnya. Tempat tersebut akan menjadi lokasi yang sempurna untuk menikmati kesendiriannya sepanjang tiga tahun kedepan. Peter bertanya-tanya mengapa lokasi yang sempurna seperti ini malah jarang dikunjungi oleh para murid.

Suasana hening dan santai membuat pikirannya tertuju pada sebuah kejadian di masa lampau. Peter ingat persis bagaimana ia menyadari dirinya-lah yang menjadi yang terpilih abad ini.

Tujuh tahun yang lalu saat usianya masih delapan tahun, Peter bersama ayahnya pergi berburu ke dalam hutan.

Tidak mudah untuk mendapat hewan buruan, terutama untuk orang seperti Peter yang tidak memiliki pengalaman berburu sedikitpun.

Peter iri pada ayahnya yang sangat mahir dalam menangkap hewan buruan dengan cara memanah dan melempar pisau. Ayahnya seringkali bercerita bahwa pada masa hidupnya dulu, kakek dan ayahnya harus berburu demi mempertahankan hidup mereka.

'Jika hasil buruan sedang melimpah, aku dan kakekmu hanya berburu tiga sampai empat kali dalam seminggu. Namun jika hasil buruan sedikit, kami bisa sampai berburu setiap harinya.' Kira-kira begitulah hal yang didengar Peter dari ayahnya yang sampai kini masih Peter ingat.

Saat Peter melihat seekor kelinci yang tengah melompat-lompat, ia tahu itu adalah kesempatannya. Namun Peter juga tahu bahwa tidak mudah baginya untuk menangkap kelinci tersebut.

Ia pernah beberapa kali mencoba menangkap binatang dengan memanah, namun tidak ada satupun berhasil. Pikirnya, ia tidak ditakdirkan untuk mahir memanah.

Peter juga pernah mencoba menangkap targetnya dengan melempar pisau dari jarak jauh. Hal tersebut justru lebih sulit daripada memanah. Dan tentu saja, Peter tidak pernah berhasil dalam menggunakan taktik tersebut.

Bagi Peter, untuk menangkap hewan buruan, ia hanya bisa menggunakan dua cara: menggunakan perangkap atau mengejar lalu menangkap hewan buruannya dengan tangan kosong.

Peter lebih memilih pilihan kedua, karena dengan cara tersebut, ia dapat meningkatkan kelincahannya. Ia ingin memiliki tubuh yang lincah seperti ayahnya.

Maka Peter mengejar kelinci tersebut, yang mana juga merupakan hal yang cukup sulit bagi Peter. Siapapun tahu betapa lincahnya kelinci melompat. Siapapun tahu betapa sulitnya menangkap kelinci yang tengah melompat-lompat dengan tangan kosong. Namun tidak apa-apa, setidaknya peluang keberhasilan Peter dengan cara tersebut lebih memungkinkan dibanding dengan memanah atau melempar pisau dari jarak jauh.

Hidden Talent: Peter's ChroniclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang