_________
Baru saja kaki Ethaniel menapaki lantai kastil ia sudah dapat mendengar sayup-sayup suara obrolan sekelompok laki-laki dari dalam sana.
"Wah, ini dia bintang utama kita." Ucap Sebastian yang duduk di sebuah sofa tunggal sembari menepukan tangannya.
"Wah, ini dia yang ditunggu-tunggu. Silahkan duduk tuan Ethaniel. Kau minggir, Nic." Arthur menarik tangannya lalu mendorong laki-laki itu hingga jatuh terduduk di sebuah sofa tunggal di depan Sebastian yang tadihnya diduduki oleh Nicholas.
"Apa-apaan kalian ini. Aneh." Ethaniel terheran dengan tingkah teman-temanya.
"Than, kau harus harus jujur dengan kami." Aaron yang sejak tadi hanya tertawa kini ikut menimpali.
"Jujur tentang apa?" Ethaniel bingung akan maksud dari temannya ini.
"Siapa yang kau ajak ke pantai Bregenvil tadi? Aku lihat kau bersama seorang perempuan tadi di sana." Pertanyaan Nicholas membuatnya membatu, bagaimana ia bisa tahu begitulah pikirnya.
"Kau tidak biasanya baik pada perempuan, pada laki-laki saja terkadang kau sinis." Julian menimpali.
"Pasti perempuan itu spesial kan?" Kali ini Anthony yang berbicara.
"Apakah itu kekasihmu? Jika iya kenalkan pada kami." Arthur pun ikut angkat bicara.
"Tidak usah berbohong, Than, aku juga melihatnya tadi." Aaron lagi-lagi bersuara.
"Aku melihat tadi tatapanmu padanya sangat berbeda, jujurlah dia kekasihmu kan." Sebastian yang berada di depannya pun bangun lalu menatapnya dengan tatapan curiga.
"Baiklah berhenti dulu. Akan aku jelaskan, tapi pertama aku ingin bertanya, bagaimana kalian bisa tahu aku pergi ke pantai Bregenvil tadi?"
"Nic baru saja belajar mantra untuk melihat keberadaan seseorang, karena kami bosan menunggumu jadi kami menyuruh Nic untuk mencobanya, tanpa disangka-sangka malah melihat kau sedang di pantai bersama seorang perempuan." Julian menjawab pertanyaannya.
"Dasar penguntit kalian semua." Ethaniel terkejut akan apa yang dikatakan Julian dan terkejut juga karena kemampuan Nicholas yang sudah meningkat.
"Kami tidak bermaksud begitu, awalnya hanya ingin tahu kau ada di mana, tapi malah mendapatkan pemandangan langka seperti itu." Nicholas mengangkat bahunya sekilas dengan ekspresi menyebalkannya.
"Sudahlah, cepat jawab siapa perempuan itu?" Tanya Aaron.
Ethaniel menjelaskan keseluruh cerita klisenya dengan perempuan itu yang membuat mereka bisa saling mengenal.
"Apakah benar ia temanmu? Aku sedikit tidak percaya jika kau bisa sebaik itu pada seorang perempuan." Sebastian lagi-lagi menatapnya dengan tatapan curiga.
"Ibuku tidak mengajarkan aku untuk memperlakukan perempuan dengan buruk. Bukankah wajar jika aku membantunya."
"Memang wajar jika kau membantunya, yang tidak wajar adalah kau bertemu untuk kedua kalinya dan kau mengajaknya ke tempat itu yang bahkah sedikit orang yang tahu. Bukankah itu aneh?" Yang ini adalah Aaron yang berbicara.
"Mungkin aku memang aneh." Seketika Ethaniel kembali mengingat keanehannya.
"Sudah seharusnya kau menyadarinnya. Walaupun sedikit klise dan terlalu cepat tapi menurutku kau menyukai perempuan itu." Jika yang ini adalah Arthur.
"Sepertinya terlalu cepat untuk mengatakan itu."
"Memang tapi itu mungkin saja, kita tidak tahu apa yang di takdirkan oleh dewi pemintal benang takdir kan." Julian mengatakannya dengan nada santai namun justru kalimat itu yang membuat Ethaniel kembali berpikir. Sejujurnya ia memang sudah merasakan ada yang aneh tentang dirinya saat pertama kali bertemu Catherine, ia yang biasanya kurang nyaman jika berbicara dengan seorang perempuan saat itu malah ia yang mengajaknya berbicara terlebih dahulu dan ia juga yang menawarkan diri untuk mengantarkan gadis itu. Aneh sekali rasanya namun benar-benar terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thin String Called Hope.
FantasyWe tried our best to holding on that something called hope as tight as we can, pray that we can be together, forever. But what if the hopes gone, the fate say no, and we can do nothing? "If someday i feel tired holding on for us, will you let me go...