Hidupku bukan Hidupmu

3 1 0
                                    

Coretan tinta yang bertuliskan nama Ziana Putri tertulis rapi dalam buku berwarna coklat tua. Buku yang tidak bisa berbohong lagi untuk menunjukkan seberapa lama ia tersimpan oleh seorang gadis bermata coklat.

Dia. Ziana Putri, berusia 17 tahun pada bulan Desember mendatang. Gadis setinggi 160 cm dan berambut hitam bergelombang. Memiliki tahi lalat diujung hidung minimalisnya.

Ribuan hari telah terlewati oleh Ziana dan buku berwarna coklat telah menemaninya dari usia 10 tahun.

1 Mei 2023

Aku masih tidak tau mengapa semua orang membenciku? Apa aku salahku hingga keluargaku tidak pernah mau melihat aku bahagia?

Segera ia menutup buku tersebut dan menyimpannya di kotak bawah tempat tidur. Ziana tidak mau ada seorangpun yang mengetahui keberadaan buku coklat tersebut.

Ziana memejamkan mata tidak perduli seberapa harmonisnya hubungan keluarga dibawah sana. Baginya lebih baik menjauh dari duri ketika duri itu terus menusuk lebih dalam.

Ziana tau setiap jantung nya berdetak maka kebencian mereka padanya akan bertambah. Semenjak lahir dan sekarang entah sebesar apa kebencian keluarganya terhadap dirinya.

Kadang Ziana tersenyum miris. Saudara kembarnya—Haura diperlakukan seperti putri negri dongeng sedangkan ia bahkan diperlakukan seperti makhluk pengganggu.

"Stop mikirin mereka Zi, mereka aja nggak perduli sama Lo yang kelaparan sedangkan mereka enak-enakan liburan."

Ziana memeluk perut yang terus berbunyi karena ia belum makan dari kemarin. Ia terus menekan keras perutnya hingga akhirnya ia tertidur pulas.

Berjam-jam Ziana tidur, akhirnya ia tidak tahan lagi menahan lapar. Segera ia menyambar jaket abu abu dan beberapa lembar uang.

Baru sampai dilantai bawah, netra coklat madu itu melirik keluarga nya yang telah selesai makan malam. Mencoba tidak perduli, Ziana terus berjalan tanpa menoleh. Dalam hati ia berharap tidak ada satupun dari keempat manusia dimeja makan melihat atensinya.

"Kak Zian."

Mendengar panggilan itu Zian berhenti ditempat. "Apa?" balasnya cuek.

"Kenapa nggak turun dari tadi? Jadinya kan makanannya udah habis. Padahal kan aku udah manggil kakak jadi aku pikir kakak nggak mau makan." ucapan dengan nada polos dari gadis berambut sebahu itu mengudara. Kenalkan dia Haura Faradhila Pratama—saudara kembar tersayangnya.

Ziana menarik napas sebentar sebelum ia membalikkan badan. Dengan senyuman amat lebar, ia berucap, "Oh tadi gue nggak denger suara Lo yang manggil gue. Kayaknya gue butuh ke dokter THT soalnya kuping gue sepertinya punya masalah serius."

"Nggak apa-apa kok kak, kalo kakak agak budeg tapi maaf yah kita cuma mesen 4 makanan jadi ini semua udah habis." jelasnya dengan nada sedih dan tentunya dibalas usapan lembut di puncuk kepala, jelas dia anak emas.

"Abang bangga deh sama adek." puji laki-laki berkaos hitam, dia Angkasa Danendra Pratama anak kedua dari Danuardja Pratama.

Boleh tidak Ziana mengumpat, si putri emas itu mengatai ia budeg? Heh walaupun dia tidur se budeg budegnya Ziana jika merasa namanya dipanggil pasti dia akan bangun. Kalau emang beneran peduli pesen tinggal pesen kenapa tunggu persetujuan nya. Dasar aneh.

Ingin rasanya ia tendang muka sok manis dan imutnya itu tapi Ziana masih sayang dengan uang jajan. Hei ini bukan novel yang bercerita anak sekolah punya perusahaan besar, semua kebutuhannya dipenuhi oleh Danuardja, ayah dari kembarannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Who?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang