SWASMITA

1 0 0
                                    


Pukul 5 sore aku kembali melangkahkan kaki menuju rumahku, cahaya mentari sore bersinar dengan indah ditemani langit indah sore itu. Tidak ada yang spesial dari itu, hanya saja.. aku selalu terpukau dengan cahaya jingga indah dari ufuk barat, di mana sang mentari terbenam dan membiarkan sinar lain menemani langit malam. Ku akui hal ini biasa saja, entah mengapa.. kurasa langit sore itu memeluk tubuh lemah ku dengan hangat. Tidak ayal, aku menyukai bagaimana langit biru itu berubah warna dan bercampur dengan warna sinar matahari itu terbenam.

Aku menyukai suasana pergantian hari yang amat panjang ini, suasana bagaimana hangat mentari itu menyinari kamar ku lewat celah jendela yang ku biarkan terbuka hingga gelap mendatang dan adzan Maghrib berkumandang. Suasana yang sering ku jumpai namun masih selalu terasa euporianya. Perasaan tentang bagaimana cahaya jingga yang diiringi shalawat dari toa masjid itu bersinar dengan singkat. Rasanya tidak adil karena waktu itu amat singkat layaknya Arunika menjemput pagi. Alasan mengapa aku sangat menyukai Swastamita karena aku jarang bertemu Arunika, Swasmita sama indah nya dengan Arunika, tidak ada perbedaan keindahan di antara  keduanya, hanya perbedaan waktu tampil.

Esok harinya pada Sore itu, kali pertama aku tidak menemukan cahaya jingga menjelang Maghrib. Awan abu berkabut itu mengambil atensi dan mulai mengubah langit, serupa dengan warnanya, itulah alasan aku tidak menemui indah cahaya jingga itu. Malamnya hujan sangat lebat, ku berdoa harap harap esok aku bisa menemui cahaya jingga menjemput pagi yang amat sangat indah sebagai balasan penantian ku sore ini. Aku mulai memejamkan mata dan merapal doa, lalu menjemput mimpi dengan nyenyak.

Adzan subuh menjadi alarm pagi hariku, aku bangun dengan lemah lalu beranjak ke kamar mandi guna membersihkan tubuh dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Selesai itu ku lihat jam menunjukkan pukul 5.30, aku bergegas membuka jendela dan menemui apa yang kutunggu dari kemarin sore, cahaya jingga di ufuk timur yang menjemput pagi mulai bersinar dengan indah. Beberapa saat aku terpukau dan tersenyum, aku berterimakasih pada sang Maha Kuasa karena pagi ini di sambut dengan indah oleh sinar jingga itu.



Aku harap aku masih bisa terus melihat cahaya jingga itu hingga takdir berhenti berputar.


Terima kasih atas keindahan ciptaan-Mu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Yang tak kunjung usaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang