03

243 27 6
                                        

pemandangan yang menyapa natan disaat kelopak matanya perlahan terbuka adalah mata biru lautan yang tidak lain tidak bukan adalah milik xavier. ia memijit-mijit pelipisnya, lalu dengan cepat meraih kacamatanya yang tergeletak di nakas.

tidak bisa dipungkiri bahwa natan agak kecewa. kenapa bukan mata hijau milik aamon yang ia lihat pertama kali?

"gua mau nanya banyak pertanyaan. dimulai dari....kenapa mas aamon subuh-subuh gotong lu kesini?" tanya xavier sembari mengulurkan obat paracetamol dan segelas air.

"aamon yang bawa gua kesini?" tanya natan, terkejut.

xavier hanya mengangguk, memperhatikan pria di depannya yang sedang meminum obat dengan cepat dan langsung menyeka air di ujung mulutnya.

natan memikirkan seribu alasan dan juga seribu pertanyaan di benaknya. kenapa bisa ia sampai pingsan dan harus digotong dan apa alasan yang tepat untuk diberikan kepada adik dari aamon paxley ini.

"gua mabuk, xav. i changed my mind when i saw you completely wasted. jadi gua mikirnya 'wah seru juga nih kalo ikutan'" dengan mulus natan menjawab dan diam-diam bangga pada dirinya sendiri karena sudah berhasil menjadi pembohong handal.

xavier bukanlah tipe orang yang mudah percaya. in fact, ia adalah pria yang penuh dengan ketidakyakinan dan kecurigaan. namun entah kenapa pada saat ini ia dengan mudahnya percaya. ekspresi khawatir yang ada di wajahnya sedari tadi mulai pudar.

"gua takut lu kenapa-napa, nat. paniknya gua pas ngeliat mas aamon gendong lu dalam keadaan gak sadar. ditambah ya, muka lu itu pucat banget dan hampir semua pakaian lu basah. totally disaster."

"seriusan separah itu?"

"yaelah, nat. you passed out for about 16 hours. gua, mas aamon, mba silvi, relius, alu bolak-balik ngecekin keadaan lu. kalo gak parah mah gak bakal gua kasih obat juga."

natan mendengarkan nama aamon disebut bagai sebuah kabar paling penting untuknya. pria itu sama sekali tidak merespon ocehan khawatir dari xavier dan malah sibuk mengingat-ingat apakah ada serpihan dari aamon yang ia rasakan saat ia pingsan.

"xav, gua inget banget. selama pingsan itu sempet gua kebangun, ngerasa ada yang berulang kali ngecek suhu badan gua. i only vividly saw the green eyes. itu...aamon?" tanya natan dengan segenap harapan.

"ngecek suhu? setau gua yang kayak gitu cuma gua sama gwen deh. maybe gwen, she has green eyes too have you noticed? the exact same shade as mas aamon."

oh. "perhatian banget ya gwen. i guess she really is a good choice for aamon."

xavier tertawa kecil. "bisa dibilang gitu. yaudah, mau makan disini atau makan di ruang makan? kalo mau disini biar gua temenin."

natan memilih untuk menyantap hidangan siangnya di dalam kamar saja daripada di ruang makan. karena ia tahu pasti semua orang di meja makan akan menanyakan kronologi kejadian kemarin. dan sesungguhnya untuk saat ini pria itu belum bisa memikirkan alasan yang tepat.

bertepatan dengan xavier yang keluar dari kamarnya, muncul sosok silvanna dengan setelan santainya dan rambut dikuncir seperti biasa. ia mengambil tempat yang tadi diduduki xavier sebelum mengelus surai adiknya.

"ngapain coba kayak gitu demi aamon?" tanya kakaknya lembut.

"kayak gimana?" balik natan.

"ya down bad gitu. kenapa coba? natan yang gue kenal itu bukannya cepet banget move on terus lebih mentingin masa depan ya daripada masa lalu?"

"dia tuh gak kayak gitu, silv. gua yang bikin dia...kayak gini. cold, distant."

silvanna menatap adiknya dengan tatapan pengertian. ia lalu merogoh sakunya dan mengulurkan natan kalung biru tua sakral miliknya. "aamon yang ngasih."

midnights | aamon x natanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang