three

1.4K 56 11
                                        

Haii haii jangan lupa seperti biasa sebelum membaca alangkah baiknya memberikan vote yaaa.

Happy reading all~
.
.
.
———

"Jadi boleh tau keluhan nya apa?" tanya latisya pada axel.

"Kalau di liat daru datanya dia ini kurang darah, sama luka-luka ringan di badannya" balas axel sambil melihat catatan data rafasya.

Latisya mengernyit, kurang darah? Bagaimana bisa? Latisya mulai mengecek dari suhu tubuh rafasya sampai tekanan kolestrol nya semuanya aman.

Di lihat-lihat juga tidak ada tanda-tanda ia mengidap anemia.

Ia meneliti dan yahh matanya menatap perban yang melilit di tangan kanan laki-laki manis itu.

Jika tebakan nya benar pasti rafasya ini sedang mencoba ingin mengakhiri hidupnya.

"Udah di cek, aman semuanya mungkin lusa udah boleh pulang" ucap latisya.

"Eh buset cepet amat dok, padahal saya mau disini selama seminggu" kalimat yang keluar dari mulut rafasya mampu membuat latisya melongo.

Latisya membatin "ni bocah ada masalah hidup apa dah? Dimana-mana orang mau cepet pulang lah dia malah betah disini."

Tapi tidak apa pikirnya, jadi ia bisa melihat wajah cantik itu setiap harinya. Tapi mana mungkin rafasya selamanya di rumah sakit bukan?

"Oke udah di cek semuanya aman ya rafasya, nanti makan malam kamu di anter sama perawat ya" ucap axel sambil membereskan alat-alat yang di gunakan untuk memeriksa rafasya.

Rafasya hanya diam menatap latisya yang saat ini juga menatap nya dengan tatapan bingung.

"Kenapa ada yang sakit?" tanya latisya.

"Nggak!" tungkas rafasya.

Latisya hanya menaikan satu alisnya, asal kalian tau saat ini ia mati-matian menahan diri agar tidak menggigit pipi rafasya.
Pasalnya laki-laki itu menatap nya yang menurut ia sangat lucu.

Mata yang sipit dengan alis yang mengkerut menambah kesan menggemaskan, apalagi pipi yang bersemu merah.
Sepertinya ia harus melakukan sesuatu, seperti menyekap laki-laki itu di rumahnya agar ia bisa setiap hari melihat laki-laki menggemaskan itu?

Apakah terlalu kejam? Menurutnya tidak.

Daripada pikiran nya semakin menjadi-jadi latisya pun segera keluar dari ruangan dan berjalan menyusuri lorong rumah sakit.

Ia berjalan sambil bertegur sapa dengan perawat atau keluarga pasien yang sedang lewat maupun yang sedang duduk santai di taman.

Latisya membuka pintu ruangan khusus miliknya dan langsung merebahkan dirinya di sofa empuk yang berada di ruangan itu.

Baru saja ia ingin menutup mata, seseorang mengetuk pintu ruangan nya.

"masuk aja!" ucapnya yang penuh penekanan.

Semoga saja yang saat ini mengganggu dirinya yang sedang istirahat harinya senin terus, di omelin mulu kalau kerja, dan ke makan lengkuas yang ada di rendang.

"LATISYAA SAYANGG!! OMAYGATT I MISS YOUU SO MUCHHH!!" dia sangat kenal dengan suara melengking yang saat ini mengganggu indra pendengaran nya.

Siapa lagi kalau bukan Belvania wandhitia.
Anak dari adik ayahnya atau bisa di sebut sepupu nya, ia juga bekerja di rumah sakit ini tapi dengan spesialis yang berbeda.

Kalau Latisya dokter spesialis bedah, berbeda dengan Belvania ia mengambil spesialis gigi.

Rumah sakit ini memiliki fasilitas yang lengkap, semua dokter spesialis yang lengkap dan juga tidak main-main memanjakan para pasien nya.

"Ngapain lo kesini?" tanya Latisya dengan mata yang menyipit tajam.

Ia tau sepupu nya ini pasti memiliki niat yang tidak masuk akal.

"Emang ga boleh ngejengukin saudara sendiri?" tanya Belvania dengan cengiran khas nya itu.

"Mau apa lo? Cepet gue mau istirahat  ini!!" Latisya kelewat kesal, ia tau sekali bahwa Belvania ini sengaja merusak mood nya.

"Gue tau lo sekarang lagi kesemsem sama pasien lo kann" ucap Belvania sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Apaan banget lo, kesini cuman buat ngomong kosong. Pergi sana gue mau istirahat" Latisya mengibaskan tangan nya pertanda ia mengusir makhluk yang saat ini mengganggu pandangan matanya.

"Yahh... Padahal tadi rencananya gue mau ngasi tau informasi penting dari Rafasya athala" Belvania cekikikan dalam hati, pasti saat ini Latisya sedang beradu dengan pikirannya sendiri.

Ini yang ia sukai ketika menjahili sepupunya ini.

———

Rafasya yang sedari tadi mencoba tidur, mendadak gelisah.
Ia selalu memimpikan kejadian yang membuat dirinya terbaring tidak berdaya di kasur rumah sakit ini.

Karena ia mendapatkan nilai rendah di ujian harian nya, ia jadi mendapatkan pukulan dari ayahnya.

Ia berpikir kenapa ayahnya sangat terobsesi dengan nilai? Padahal nilai tidak mencerminkan seseorang itu pandai atau tidak, melainkan sikap lah yang menentukan.

Terkadang sikap yang baik dan sopan lebih bagus daripada nilai yang tinggi, tapi attitude yang buruk.

Bukan itu saja, ia juga sedang memikirkan dokter perempuan yang tadi memeriksa dirinya.

Bagaimana bisa dokter itu memiliki rahang yang tegas dan juga badan yang tegap seperti itu.

Memikirkan nya saja sudah membuat dia dan adiknya  panas dingin.

Sepertinya ia benar-benar sudah tidak waras.

—————

Jangan lupa tekan tombol vote nya ya guys, maaf jika dalam chapter kali ini ada sedikit typo atau penulisan nama yang salah. Maklum manusia yang tidak sempurna ini kadang-kadang agak miring otaknya.

The dominan doctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang