Prolog

123 7 0
                                    

Beomgyu menengadahkan pandangannya ke arah langit yang semakin menggelap ketika ia baru saja melarikan diri dari rumah yang tidak bisa ia sebut sebagai rumah. Rasa hampa yang begitu memuakkan memutuskan ia melangkah pergi mencari ketenangan hati yang menghilang.

Bukankah Beomgyu seharusnya bahagia? Dengan semua yang dimiliki datang kepadanya. Bahkan segalanya. Orang tua, saudara, teman, harta yang membuat hidupnya berjalan baik. Bukankah dia merasakan kehangatan? Dikelilingi banyaknya kenikmatan yang bisa di rasakan tapi kenapa hatinya selalu merasa kesepian. Berdiri di tengah keluarga hanya membuatnya merasa tidak aman, bergaul bersama teman yang hanya mengasihani kesendiriannya, dan harta meskipun dia bisa memiliki segalanya tetap saja tidak bisa meramaikan suasana hatinya yang menderita. Sungguh malang.

Beomgyu berjalan keluar rumah pada waktu sore, mencari udara segar untuk dihirupnya dalam-dalam. Menikmati suasana kota yang kian ramai karena para pekerja kantor mulai memadati jalanan untuk kembali pulang.

Pulang. Pikir Beomgyu.

Apa definisi dari kata pulang yang sebenarnya? Apakah pulang kembali ke rumahnya? Atau pulang yang sesungguhnya, kembali ke tangan Tuhan.

Beomgyu tidak mengerti, hatinya sakit. Berapa lama lagi dia akan selalu merasa kesepian seperti ini? merasa sangat kosong seperti ini? Beomgyu bahkan mencoba mencari kehangatan, dengan membiarkan semua uangnya habis membeli minuman keras untuk dirinya sendiri. 

Beomgyu terus berjalan mengikuti jejaknya yang entah membawanya ke mana. Dia hanya ingin pergi melupakan segalanya. Semua yang membuatnya gundah.

Beomgyu melangkahkan kakinya pergi ke taman yang penuh dengan anak-anak kecil sedang bermain. Tawa ceria yang keluar dari mulut mereka membuat hati Beomgyu kembali sedih. Lihat betapa bahagianya mereka. Jika Beomgyu bisa memutar kembali waktu, dia ingin kembali menjadi anak yang penuh tawa tanpa harus memikirkan apa yang akan terjadi di masa depan. Sungguh, menjadi dewasa selalu sulit baginya. Di mana semua orang benar-benar meninggalkannya sendirian ketika dia sendiri membutuhkan dukungan.

Beomgyu menghembuskan napas dengan keras, berjalan kembali di sepanjang trotoar. Menikmati pemandangan hiruk pikuk kota yang bising. Pejalan kaki, pedagang, anak sekolah, pegawai kantoran, dan semua orang yang dilihat Beomgyu perlahan membuka hatinya. Bahwa pada dasarnya manusia semua terlahir sendiri, hidup sendiri, berjalan sendiri. Dan Beomgyu hanya tertawa pelan saat mulai memikirkan hidupnya. BENAR. Dia tidak bisa menuntut semua orang untuk memperhatikannya. Setiap orang memiliki kesibukannya masing-masing, termasuk mengurus diri sendiri. Beomgyu kembali bertanya, apakah dia menjaga dirinya sendiri? tentu saja. Beomgyu telah merawat hatinya dari awal lagi setelah cinta yang diberikan padanya telah menghancurkan semua kepercayaannya tentang hidup. Sejak itu, Beomgyu berubah menjadi seperti ini merasa hampa tanpa harapan dan cinta. Semuanya terasa monokrom, tidak jelas, dan tidak berwarna.

Pikirannya hanya menyimpan banyak pertanyaan, dengan jawaban yang sebenarnya tepat di depan matanya. Namun ia tampak buta dan tuli menolak kenyataan memasuki hati dan pikirannya. Kenyataan hanya membuatnya jatuh lebih dalam, itulah sebabnya dia masih menolak. Membuat kepribadian Beomgyu semakin tertutup dari orang lain, termasuk keluarganya sendiri.

Beomgyu masih terus berjalan di jalan setapak yang perlahan menjadi sepi, hingga ia menyadari bahwa langkahnya membawanya ke pantai favoritnya. Beomgyu mengedarkan pandangannya. Masih sama seperti dulu, terlihat sepi meski masih ada beberapa pengunjung yang juga datang ke sini. Itu adalah rasa syukur yang besar. Beomgyu hanya perlu menjauh dari sekitar lagi sehingga dia bisa melampiaskan emosinya tanpa ada yang mendengarkan.

Huft, Beomgyu bernafas lagi entah untuk ke sekian kalinya. Akhirnya dia bisa mengistirahatkan kakinya kali ini setelah berjalan jauh keluar dari rumahnya. Melihat jam di tangannya sekarang menunjukkan jam 6 sore, artinya dia sudah pergi selama 3 jam. Beomgyu sudah lelah, lelah dengan semua kejadian dalam hidupnya, merasa asing lebih tepatnya. Tubuhnya menghantam pasir dengan sangat keras, kakinya kesemutan berjalan bermil-mil tanpa beristirahat sedikit pun. Beomgyu memutar matanya dan melihat sekeliling dengan sadar. Senyumnya sedikit melebar, di sini tenang melihat pasir pantai yang begitu bersih tanpa ada bekas sampah di sekitar air laut yang jernih.

IRREPLACEABLE [YEONGYU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang