004. Badai

19 9 0
                                    

raksakuma

.

Menurutku, ada beberapa hal yang mampu membuat seseorang masuk ke dalam dimensi dan zona nyamannya tersendiri, sesuatu yang mampu membuatmu sejenak melupakan masalah yang sedang kau hadapi, dapat membuatmu merasa tenang sejenak dengan hal yang kau geluti itu. Tentunya, hal-hal tersebut berbeda-beda menurut setiap orang, namun menurutku sendiri, definisi nyaman itu tak lain dan tak bukan adalah di antara 3 hal ini, yang pertama yaitu musik, yang kedua adalah buku dan narasi, dan yang ketiga adalah menggambar.

3 Hobi favoritku semuanya berkaitan dengan hal seni, rasanya seni adalah bagian dari aliran darahku, seni adalah obat dikala stress membuncah, seni yang memberikanku ketenangan di tengah mimpi buruk yang datang secara berkala.

Walau mimpiku yang berkaitan dengan seni harus kukubur dalam-dalam karna ayah, juga Mas Windra yang lebih menyuruhku untuk menjadi dokter sebagai profesi utama alih-alih profesi dengan hal-hal berbau kesenian, namun aku tetap menggelutinya hingga kini.

Seperti sekarang yang sedang kulakukan, aku sedang menulis sebuah narasi singkat. Aku dengan sengaja membuat akun instagram dengan followers yang bisa dibilang cukup sedikit. Tapi aku tak peduli, aku membuat akun ini untuk diriku. Postinganku-pun hanya berisi tentang beberapa baris kalimat yang aku tumpahkan dari apa yang kurasakan.

Dan seperti hari ini serta hari-hari sebelumnya, selalu ada 1 pengguna yang setia memberi komentar pada setiap postingan.

"Kadang aku merasa bahwa hidup itu seperti daun yang berguguran. Kamu tak bisa menentukan tempat dimana kamu akan jatuh, itu semua tergantung dengan lingkungan di sekitar pohon. Akankah kamu berakhir terinjak-injak oleh orang, atau sebaliknya, kamu bisa terbawa oleh angin dan mendarat di tempat yang bagus. Dan di kehidupan kali ini, aku cukup menggerutu karna pohon yang kutumpangi berada di lingkungan yang rusak."

Sebuah foto pemandangan disertai dengan caption sedemikian rupa baru saja kuposting beberapa menit yang lalu, namun pengguna "swrl34402" itu langsung memberikan komentar seperti hari-hari sebelumnya.

"Tetapi bukankah daun gugur yang terbawa angin itu harus menanti dan menerka-nerka kemana angin akan membawanya? Bagaimana jika ia berakhir di selokan atau tempat pembuangan sampah? Jadi menurutku, kehidupan ini terlalu remeh jika hanya dianalogikan dengan dedaunan yang berguguran. Karna kita tidak seperti daun yang hanya bisa menerima hasil dari lingkungan yang diberikan di sekitar kita, namun kita bisa mengubah dan menentukan pilihan dimana kita akan berakhir. Dariku, semangat untukmu :)"

Ada rasa hangat menjalar di dadaku kala menemukan berbaris-baris kalimatnya. Tak kupungkiri, apa yang ia katakan benar. Aku bisa mengubah takdir, aku bisa menentukan dimana aku berakhir.

Namun rasanya, akhir-akhir ini begitu melelahkan. Dengan kondisi keuangan yang memburuk, juga dengan sikap ayah yang semakin keras dan tertutup kian harinya, pula dengan Mas Windra yang terus-terusan mengomel kepadaku di rumah. Menekanku untuk giat belajar agar menjadi orang yang sukses sebagai seorang dokter.

Dan siang tadi, seakan ditinju masalah secara habis-habisan, ayah yang entah kenapa pulang lebih cepat datang dengan raut wajah marahnya ke rumah.

"AKSA RAWINDRA! KELUAR KAMU SEKARANG!"

Secara mendadak, ayah berteriak dengan kencang, seraya menggedor-gedor pintu kamar Mas Windra yang terkunci rapat.

Heather | Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang