003. Self Center

19 9 0
                                    


raksakuma
.

Saat terik panas matahari terasa menusuk-nusuk kulit dengan lihainya, aku berjalan dengan lantai gontai setelah sedari tadi sibuk berlari. Aku lalu berhenti sebentar dan meletakkan kedua tangan yang kutumpu di lututku, mencoba ingin mencuri kesempatan untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya serta menyeka sedikit keringat yang mengucur di pelipis dengan napas yang memburu.

Lalu seusainya, aku dikagetkan oleh motor– yang kemarin ku parkirkan di sembarang bahu lorong yang kini sudah terparkir rapih di halaman rumah seseorang.

Aku mendekat dengan perlahan, dengan hoodie abu-abu yang  kupakai, kontras dengan celana pink bergambar bebek yang kukenakan yang mampu mengundang sosok kak Mahesa di ambang pintu menatap heran dari atas ke bawah, menyensor secara gamblang dan terang terangan yang tentu sontak membuatku mendelik terkejut tak terima.

Lalu saat kak Mahesa memilih untuk memakai sandalnya dan berjalan menuju sangkar burung di halaman rumah, aku hanya bisa berdiri kikuk, merutuki celana tidur bodoh yang kupakai tadi karna aku tak sempat berganti baju setelah didera kepanikan tadi pagi. Apalagi setelah Mas Windra bertanya dengan horornya, mengenai keberadaan Joko, motor beat merah kesayangan lelaki itu yang tak sengaja kutinggalkan di lorong dekat kuburan kemarin.

Kembali tersadar dari pusaran pikiran, aku lalu mendekat.

"Permisi kak, kak Mahesa kan? saya yang di Line kak." aku bertanya, pura-pura tak tahu.

Kak Mahesa berhenti dengan kegiatan memberi makan burung di sangkar, lalu menoleh sekilas.

"Oh, ya." singkat, padat dan jelas.

"Saya Adhisti kak, mau ngambil motor saya it–"

"Tau."

'Belum selesai ngomong bahenol!'

"I-iya.. itu.. yang motor beat, saya ijin ambil ya kak." aku lalu berujar dengan cengiran, dan mendekat ke arah motornya lalu menduduki jok motor begitu saja.

"Makasih ya kak sebelumnya, sampe mau markirin motor saya yang di pinggir jalan kemaren. Maaf ngerepotin juga kak."

Dapat kulihat mulut kak Mahesa hanya membisu, lalu melenggang ke dalam rumah begitu saja mengabaikan kehadiranku dan kalimat panjangku tadi.  SERIUSAN DIA INI KENAPA? Aku benar-benar dibuat overthinking sekaligus sakit hati dikarenakan sikap cuek bebek kaka kelas yang digadang-gadang sebagai orang yang ramah dan baik hati, padahal kenyataannya, ZONK!!!

Memang pencitraan seseorang itu mengerikan yah..

Namun tak lama kemudian, sosoknya keluar dengan sebuah kunci motor dan dompet.

"Teledor." ucapnya singkat seraya menyodorkan 2 benda itu.

Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, aku bisa merasakan bagaimana rasanya ditatap Kak Mahesa– walau tatapannya dingin dan menusuk.

"Oh iya! waduh makasih kak.." aku berujar kembali dengan malu-malu saat mengambil barang tersebut. Bisa-bisanya barang penting seperti dompet dan kunci motor beserta Joko aku tinggalkan begitu saja kemarin?

Sesudahnya, Kak Mahesa melenggang pergi kembali menuju ke peliharaan burungnya, yang namun tanpaku duga, cowok itu malah dihadiahi oleh kotoran burung yang terjatuh tepat di jidatnya, yang lalu membuat cowok itu menunduk dengan wajah merah padam.

Dan sialnya, seakan enggan untuk diajak bekerjasama, tanpa sengaja mulut ini melepaskan pekikan tawa yang sontak mengundang kak Mahesa untuk menoleh tajam. Aku langsung membeku di tempat dan diterpa ketakutan, maka akhirnya aku memilih untuk pergi saja dari sana setelah berpamitan singkat.

Heather | Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang