12. Kedua Kalinya

5.4K 839 28
                                    

Belum lama jarak dari Bella yang melarikan diri dengan pergi keluar malam-malam. Bukan mall atau tempat elit yang bisa dipamerkan di status, lagi-lagi Bella malah pergi ke dekat pasar. Di mana para pedagang kaki lima sedang membara-membaranya mencari rupiah.

"Stress ya gue," gumamnya seraya berjongkok dan menundukkan wajah di dekat tiang lampu jalan. Ia hanya memakai rok sebetis dengan atasan berlengan pendek, outfit yang tentunya kurang cocok untuk suasana malam yang dingin seperti ini.

"Kenapa sih nggak ada yang ngerti?" Bella meremas-remas rok yang ia kenakan.

"Gue cuma pengen jalani hidup gue sekarang, kenapa masih salah? Gue nggak bisa ya punya kehidupan yang tenang kayak orang-orang?" Bella menggigit bibirnya menahan dada yang terasa sesak. Suasana bising kendaraan dan ramainya orang yang berbincang ternyata tidak mampu menghiburnya.

Bella mendesis kecil kemudian mengetuk kepalanya. "Apa sih gue."

Bella pun mengangkat wajahnya, menepis cairan bening di sekitar matanya. Roda-roda kendaraan berlalu lalang di depannya. Bella terpikir bagaimana jika dirinya di sana.

"Orang yang mati aja masih didoain semoga tenang. Nggak ada opsi banget ini hidup."

Bella menghela napas besar yang berakhir dengan hanya menatap nyalang.

"Bang jangan Bang, itu buat makan."

Salah satu percakapam di sana masuk ke dalam pendengaran Bella.

"Eh anjing lepasin nggak?! Lo belum ngasih setoran!"

"Bang jangan Bang, hari ini cuma ini aja yang  didapet."

Bella menggeleng kecil. "Gue nggak peduli," gumamnya dan mencoba menulikan pendengarannya.

"Lepasin bego! Lo mau gue pukul?"

"Bang jangan."

Tangan Bella mulai mengepal begitu mendengar suara tangisan.

"Gue nggak peduli." Bella terus bergumam. "Gue nggak peduli--argh shit!"

Bella bangkit lalu menghampiri preman dan anak kecil itu.
Tanpa kata ia meraih tangan preman itu ke arah belakang tujuannya sendiri lalu meremasnya hingga terdengar bunyi tulang yang bergemeletuk.

Preman itu menjerit kesakitan apalagi ketika Bella semakin menekannya.

"Pergi dan jangan sedikit pun liat ke belakang."

"Si-siapa lu?"

Bella mencengkeram lebih kuat.

"O-oke ampun!"

Bella pun melepaskannya dan orang itu lari terbirit tanpa menoleh sesuai dengan yang Bella perintahkan.

Bella berjongkok untuk menyamai tinggi anak yang mungkin berkisar 10 tahunan. Sangat kecil dengan pakaian lusuh.

"Makasih, Kak," ucap anak itu seraya menepisi air matanya dengan punggung tangan.

"Ada rumah?"

Dia menggeleng. "Aku kabur dari panti."

"Orang di aana jahat-jahat?"

Anak itu menggeleng lagi. "Kita kekurangan makanan, banyak banget yang masih kecil jadi aku pergi dari sana biar ngurangin beban ibu."

Bella menatap anak itu baik-baik. "Ini juga bukan pilihan bagus. Lo malah tambah menderita yang ada."

Anak itu menyunggingkan senyum seolah menunjukkan bahwa jika fakta dirinya lebih menderita pun, ada hal yang lebih disyukuri. "Seenggaknya adek-adek di sana dapet jatah makan lebih banyak."

PacaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang