𓆩+34𓆪 : LumiNight, Hm?

145 43 92
                                    

Terakhir dilihat 3 menit lalu.

AKU mengembuskan napas panjang. Merasa bodoh sekali, masih berharap akan ada pesan yang masuk dari Night.

Dia benar-benar mengabaikanku. Bukannya seharusnya, aku yang melakukan itu?!

Terpikir kembali kata-kata Depa siang tadi. Poin, 'ada hati lain yang lagi dia jaga,' terus terngiang di kepalaku. Pelajaran pun sulit untuk kuterima sepanjang hari ini. Sibuk berpikir tentang bagaimana jika diagnosa Depa itu benar?

Bagaimana jika Night memang masih ada hubungan dengan Selena? Tapi, bukannya Selena sendiri sudah punya pacar? Dan setahuku, mereka tidak lagi tinggal di Bandung.

"Poin itu tidak mungkin kejadian, kan?" bantah logikaku terus-terusan. Tapi, mereka pasti akan selalu berhubungan mengingat Selena adalah teman kecil Night.

Ughh! Hatiku benar-benar tidak tenang. Kenapa sih, menyukai seseorang seribet ini?

"Lumi, ada telepon!"

Sore hari itu, aku memang merasa letih sekali. Seperti lari maraton 200 km. Padahal, aku hanya lelah dengan hati dan perasaanku. Bisa-bisanya seluruh tubuhku juga ingin tumbang.

Suara khas Bunda menyapa gendang telinga. Baru saja aku ingin sedikit memejamkan mata dan melupakan dunia, dia sudah berdiri di depanku dengan gagang telepon yang dibawanya.

Aku berdecak pelan. "Siapa?" tanyaku malas. Sungguh, aku tidak ingin diganggu sekarang.

"Night," kata Bunda.

Aku tertegun. Tidak percaya. Nama itu... setelah semingguan tidak ada kabar? Sungguhkah?!

"Buruan, Bunda mau lanjut masak!" seru Bunda.

Aku beranjak dari posisiku. Menggantikan Bunda memegang gagang telepon. Bunda tersenyum kecil, dengan isyarat mata yang ingin mengatakan, "Bicara baik-baik, ya!" sebelum berlalu pergi.

Jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Bingung harus kukatakan apa. Secara, kami sudah duluan canggung karena pernyataanku waktu itu. Di seberang juga tidak terdengar suara. Aku hafal tipikal Night yang jarang memulai percakapan lebih dulu.

"Halo," mulaiku akhirnya. Sembari mengepal-ngepal telapak tangan yang sudah mulai basah oleh keringat.

"Halo." Suara berat di seberang menyahut. Ya Tuhan, aku rindu sekali! Tapi, setelah mendengar suara itu malah terpancing amarah dalam diriku. Mengingat kejadian waktu itu.

"Kenapa nelpon?" tanyaku ketus. Padahal, aku ingin sekali mengatakan sesuatu yang lebih baik.

"Gak apa-apa," jawabnya singkat. Hah, Night banget, ya.

"Terus, kok nelfon?

"Aku salah sambung."

"...."

"Karena kesambungnya ke nomormu, jadi sekalian nyapa."

"Ohh."

"Iya."

Hening terjadi di antara kami. Aku tidak tahu harus bagaimana. Tapi, rasanya ingin marah-marah saja padanya.

"Padahal bisa langsung dimatiin kan, kenapa harus manggil aku?" ujarku ketus. Lagi.

"Bunda kamu yang manggilin. Tiba-tiba."

Aishh... Bundaaa!!

Jadi, bukan Night yang memintaku kemari?! Astaga, rasanya ingin menghilang saja dari Bumi!

LumiNight [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang