"Ahhh....." Nodt sontak memegang bagian belakang tengkuk yang terasa akan membunuhnya saat itu juga "Sakit...." Lirihnya lagi. Kerjapan mata itu berlangsung beberapa kali sampai si empu benar-benar kembali pada kesadaran penuhnya. Si lelaki putih mengingat saat terakhir dimana helikopter yang ditumpangi bersama kekasihnya masuk ke dalam pusaran angin kencang. "Gue masih hidup?" Tanyanya pada diri sendiri "Apa ini surga? Tapi terlalu gelap. Ga bisa lihat apapun"
"Arghhh" Suara eraman terdengar tepat di samping kanannya.
"P'Peter....." Nodt sontak menoleh ke arah prianya. "Kita..... selamat.... Kamu oke kah, Phi?"
"Arghhh my head hurts"
"Click" Nodt membuka sabuk pengamannya terlebih dahulu, Ia meraba bagian sakunya, mengambil ponsel yang tersemat disana. Nodt menghembus napas kasar saat menyadari tidak adanya layanan yang tertera di benda itu. Ini berarti Nodt tidak bisa menelpon regu penyelamat. Ia terlihat panik namun pemuda itu berusaha kembali fokus pada hal yang terjadi di depan mata. Ia harus memerika keadaan Peter terlebih dahulu, itu merupakan prioritasnya.
Tombol senter lalu di pilih pada layar ponselnya, Nodt melihat kedepan, Ia bersyukur saat menyadari bahwa setidaknya mereka mendarat di atas tanah. Sekarang perhatiannya mulai terpusat pada kekasihnya. Yang lebih muda memperhatikan tubuh prianya itu sejenak, memeriksa jikalau Peter mempunyai luka berat. "Look at me" Ucapnya lagi. Tangan kirinya memegang samping pipi Peter, mengarahkan wajah yang terlihat kesakitan itu ke arahnya. "Yang mana yang sakit, sayang?"
"I'm good" Ucap suara berat itu. "Kamu okay?" Tanyanya kemudian.
"Umm.... Kita masih hidup, Phi! Thank God! Ayo cepat keluar dari sini terus cari bantuan"
Peter memegang tangan yang masih bertengger di pipinya itu, menampilkan senyum singkatnya "Sure..." Itu kata terakhir yang diucap sang dominan sebelum Ia pingsan, Peter sudah hilang kesadarannya. Melihat itu Nodt sontak menjadi panik, Ia menepuk-nepuk pipi Peter beberapa kali berharap itu membangunkannya, namun percuma kekasihnya sama sekali tak merespon. Masih dapat Nodt rasakan denyut nadi di leher itu, namun napas Peter terdengar lemah. Nampaknya pemuda itu harus bergerak cepat.
"Kita harus keluar dari benda ini dulu..."
Ia terus memaksa pintu di samping kirinya untuk terbuka. Perlu usaha memang, ulah kecelakaan yang sama sekali tidak disangka. Lelaki muda itu nyaris menyerah, Ia bahkan sudah menggunakan bahu kirinya untuk ikut memberikan tekanan dari dalam. Bersyukur keberuntungan masih ada dipihaknya, pintu itu akhirnya terbuka setelah dorongan bahu ketiga. Si lelaki putih menghembus napas lega setelahnya.
Dengan susah payah Nodt akhirnya bisa keluar dari benda itu. Ia hendak menuju pintu satunya, menyelamatkan Peter sebelum pemandangan di depan mata sukses membuatnya tercengang. Ia berada di tengah banyak pohon pinus. Keadaan di sekitar gelap gulita hanya suara jangkrik yang dapat pemuda itu dengar. "Ini dimana? Kita masih di Thailand kan?" Gumamnya. "Tolong..... Ada yang terluka disini. Ada orangkah? Tolong....." Teriaknya keras. Sadar tidak ada yang merespon, Nodt tahu bahwa situasinya sangat rumit saat ini. Ia hendak menangis namun langsung menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian, teringat masih ada Peter yang harus ditolong. Detik berikutnya pemuda itu menyibak ilalang yang menjadi penghalang, bergerak cepat ke arah pintu di samping kemudi.
"Ceklek-ceklek" Pintu tidak bisa terbuka, membuat pemuda itu balik berlari ke arah dalam. Dan benar saja, ternyata pintu masih terkunci "Bentar ya sayang. Please stay with me" Ucapnya pada Peter kemudian.
Setelah pintu dibuka dari luar, Nodt dengan sigap melepas sabuk pengaman Peter perlahan, menyangga tubuh tegap itu agar tak terjatuh dan mengangkatnya keluar. Si lelaki putih kesusahan namun tetap melakukan yang terbaik, berharap prianya masih bisa bertahan. Ia kini mencari tempat yang agak kosong untuk meletakkan tubuh besar itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ISLAND (PART 2)
FanfictionOriginal short story : ISLAND on twitter by @yourazalea25