Bab 03 Berbeda

547 198 19
                                    

Fariza sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan kampus dan juga mendapatkan beberapa teman. Masa orientasi pun dijalaninya dengan senang. Dia memang bisa bergaul dengan cepat. Apalagi sudah satu minggu ini dia tidak mendapatkan masalah yang berarti. Hanya satu, kakaknya Faiz, sepertinya lebih menutup diri darinya.
Kalau dulu, Fariza bebas keluar masuk kamar Faiz ketika kecil, sekarang dia merasa bersalah kalau memasuki kamar kakaknya itu.

Karena kamar berwarna biru laut itu di pintunya selalu tertutup rapat. Faiz juga tidak mengisyaratkan bahwa dia boleh masuk seenaknya. Sejak tinggal di rumahnya, Fariza hanya bisa menguasai kamarnya sendiri dan juga ruang tamu yang kecil itu.

Kakaknya sudah kembali baik kepadanya, tapi Fariza merasa kakaknya itu lebih banyak menutup diri. Contohnya, kalau dia sudah pulang kerja, hanya mengajak Fariza makan malam bersama setelahnya kakaknya masuk ke dalam kamar dan tidak keluar lagi. Fariza rindu ngobrol seperti dulu lagi.

"Kamu nggak ngekos?"

Pertanyaan Lina, teman barunya yang satu jurusan dengannya membuat Fariza menoleh. Dia baru saja menikmati es doger yang dibelinya di kantin.

"Aku punya kakak yang kerja di sini. Dia juga udah punya rumah."

Jawabannya membuat Lina menatapnya dengan antusias. Cewek berambut kriwil yang asli malang itu kini lebih mendekat ke arahnya.

"Wah kakak kamu pasti keren. Udah punya rumah. Udah nikah?"

Fariza menggelengkan kepala.

"Belumlah. Baru juga 24 apa 25 ya umurnya."

Kali ini Lina makin mendekat.

"Masih muda? Ganteng nggak? Mau dong dikenalin."

Fariza kini menatap Lina dengan aneh.

"Kamu mau sama Mas-Mas?"

Kali ini Lina malah menganggukkan kepala dengan antusias.

"Maulah. Aku malah pingin dapat jodog yang jauh lebih tua dari kita. Bisa ngemong gitu. Tahu ngemong nggak?"

Fariza menggelengkan kepalanya.

"Itu bisa ngerawat kita gitulah. Kita dimanja terus gitu."

Fariza hanya menggelengkan kepalanya. Dia tidak pernah berpikiran mempunyai pasangan yang usianya jauh diatasnya. Dia ingin yang sepantar. Selama ini meskipun dia belum pernah mempunyai pacar, tapi dia pernah naksir beberapa temannya saat sekolah dulu.

"Nggak suka aku. Kayak punya kakak aja dong. Selama ini aku udah dimanjain sama dua kakakku."

Lina kini malah bertepuk tangan mendengar jawaban Fariza.

"Enak deh. Aku anak tunggal makanya butuh kasih sayang
Kalau ada waktu kenalin."

Bertepatan dengan ucapan Lina, ponsel Fariza berdering. Kakaknya meneleponnya.

"Ya, Kak."

"Kakak udah di depan."

"Oke."

Fariza mengakhiri teleponnya dan kini menatap Lina.

"Nih kebetulan, kakak aku jemput. Mau kenalan nggak?"

Tentu saja hal itu membuat Lina langsung beranjak berdiri dengan senangnya.

"Waahh siap. Mau."

Fariza hanya menggelengkan kepalanya, tapi kemudian menggandeng Lina.

"Ya udah ayuk. Tapi jangan macam-macam."

Lina mengacungkan dua jempolnya dan mereka berdua meninggalkan kantin.

Fariza menemukan kakaknya sudah turun dari mobil dan bersandar di depannya. Saat dia dan Lina sampai di parkiran, kakaknya menyambutnya.

"Beneran udah selesai?"

Fariza menganggukkan kepala.

"Udah. Owh iya, Kak ini temenku. Lina."

Fariza memperkenalkan Lina yang ada di sampingnya. Sang kakak mengulurkan tangan kepada Lina dan mereka berjabatan tangan.

"Lina. Asli malang. Salam kenal ya Mas."

"Kak Faiz. Kakaknya Fariza."

Fariza menatap keduanya yang saling bertegur sapa. Tapi kemudian menatap Lina yang tampak tidak mau melepaskan tangannya dari jabatan Faiz.

"Lin...woiii.."

"Eh..sory. Abis Mas Faiz ganteng."

Lina tersipu malu dan kini melangkah mundur. Faiz hanya menggelengkan kepala lalu berlari menuju kemudi. Masuk ke dalam dan mulai menyalakan mobil.

"Aku balik dulu ya."

"Siap. Hati-hati. Dadah Mas Faiz."

Dengan centilnya Lina masih melambaikan tangan kepada Faiz yang hanya ditanggapi dengan anggukan kecil. Sementara Fariza sudah duduk di samping Faiz.

Mobil mulai meninggalkan area kampus. Fariza bersandar di jok mobil.

"Kata Lina, dia pingin dapat pacar kayak kakak. Katanya bisa ngemong."

Tentu saja ucapannya membuat Faiz kini menoleh ke arahnya.

"Memangnya dia nggak anggap kakak ketuaan buat dia?"

Fariza mengangkat bahunya.

"Suka katanya. Ih padahal kan emang jauh ya Kak umurnya. Ada-ada aja."

Faiz terdiam mendengar ucapan Fariza. Sedangkan Fariza kini mengamati ekspresi Faiz yang sepertinya menutup diri lagi.

"Eh, Kakak udah punya cewek? Ehmm calon istri gitu. Bunda ama ayah udah pingin punya cucu tuh."

Ucapannya membuat sang kakak hanya menolehnya sekilas lagi tapi tidak menjawab sampai mereka tiba di rumah.

Fariza merasa ucapannya membuat sang kakak marah. Saat masuk ke dalam rumah dia memanggil kakaknya.

"Kak...Kak Faiz marah ama Iza?"

Faiz kini menoleh ke arahnya dan menatapnya.

"Marah karena?"

Fariza menatap kakaknya yang kini benar-benar menghentikan langkahnya dan menunggunya untuk berbicara.

"Tadi udah nyinggung soal cewek. Maaf, Iza nggak maksud..."

"Kakak nggak punya cewek dan kakak nggak marah. Udah kakak mau mandi."

Tanpa menunggu jawaban Fariza kakaknya itu sudah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.
Fariza merasa sikapnya kakaknya itu memang aneh.

Bersambung

Ini ramein lagi yuk..

Jumat berkah hari inj beli 1 free pdf 1 ya

ADA CINTA DI RUMAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang