"Maaf, Za, kakak nggak bisa jemput kamu. Bisa pulang sendiri kan?'
Fariza sudah membaca pesan dari kakaknya itu lebih dari 2 jam yang lalu saat dia masih di dalam kelas. Saat ini, dia sudah hampir sampai di rumah setelah tadi pulangnya nebeng Marisa, temen satu kelasnya yang ternyata searah dengan rumah Faiz, kakaknya. Fariza minta diturunkan di depan minimarket yang ada di depan gang masuk rumah Faiz, ingin membeli makanan kecil terlebih dahulu. Lalu dia membelikan Faiz vitamin, karena semalam dia mendengar suaranya Faiz terlihat berbeda seperti flu. Fariza merasa kasihan, kakaknya itu beberapa hari ini terus menerus lembur. Kadang tidak makan malam karena terlalu lelah.
"Susu sama vitamin. Pas buat Kak Faiz."
Fariza tersenyum saat membawa kantung plastik berisi jajanan dan vitamin untuk kakaknya. Langkahnya begitu ringan saat ini. Hidup di yogya membuatnya betah. Apalagi teman-temannya makin bertambah banyak. Tentang sikap kakaknya yang sepertinya sekarang berubah lebih tertutup kepadanya sudah tidak dipikirkannya lagi. Seiring waktu, dia bisa menerima itu.
Langkah Fariza terhenti saat sampai di depan rumah. Ada sepatu cewek di sana. Bukan miliknya. Lalu dia mendengar suara seorang wanita dari arah ruang tamu. Penasaran dia langsung masuk ke dalam.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Za, udah pulang?"
Dia melihat kakaknya sedang duduk di sofa, tapi di seberangnya ada wanita cantik sedang menatapnya.
"Nya, kenalin, ini Fariza, adikku."
Kakaknya memperkenalkannya dengan wanita itu. Fariza hanya terdiam di tempat, dia belum bisa mencerna apa yang sedang terjadi saat ini. Wanita berambut sebahu itu kini beranjak dari duduknya dan melangkah mendekati Fariza.
"Owh ini toh, cantik loh adik kamu. Mbak Anya..."
Wanita itu mengulurkan tangan kepada Fariza. Tentu saja hal itu membuat Fariza menjawab tangan mulus itu.
"Dia baru di sini. Makanya aku masih harus antar jemput dia. Kamu pulang naik apa?"
Kakaknya bertanya kepadanya dan Fariza kini mengalihkan tatapan kepada kakaknya yang tampak pucat itu.
"Diantar temen. Kak Faiz sakit?"
Fariza langsung melangkah ke arah kakaknya yang sedang duduk.
"Iya, ini tadi juga dianterin Anya."
Jawaban kakaknya membuat Fariza sedih.
"Udah periksa belum? Iza anter deh."
Dia akan beranjak masuk ke dalam saat tangan kakaknya menahannya.
"Udah. Tadi juga udah diantar Anya. Kamu mending sekarang bersihin diri, ada makanan di meja makan. Habis itu istirahat ya."
"Tapi..."
Fariza menatap kakaknya dan Mbak Anya yang sekarang sudah duduk kembali.
"Kakak kamu aman sama Mbak, tenang aja."
****
Fariza tidak bisa tidur, padahal badannya begitu lelah. Setelah masuk ke dalam kamar, dia mencoba untuk mencari tahu, wanita tadi sudah pulang atau belum? Dia tidak suka dengan wanita itu. Tapi apakah itu kekasihnya Kak Faiz?
Fariza kini menggelengkan kepalanya. Berusaha untuk tidak memikirkan apapun lagi. Saat itulah video call dari kakaknya Fariz masuk. Dia menatap ponsel dan mengernyit heran.
Saat dia menjawab, wajah kakak keduanya itu terlihat. Dengan senyum tengilnya, kakaknya menyapa.
"Zaaaaa... miss you...muach muach."
"Ihh hueeexx... Kak Fariz mabuk?"
Kakaknya ngakak mendengar ucapan Fariza.
"Kangen tahu, Za. Nggak ada lo di sini... sepi."
Fariza hanya menjulurkan lidah kepada Fariz di ujung sana.
"Nggak percaya. Ini ngapain telepon Iza?"
"Dih gitu ama kakak lo yang ganteng ini. Eh gimana di sana? Betah ama Kak Faiz? Dia udah ada pacar belum?"
Pertanyaan itu membuat Fariza terdiam. Untuk apa kakaknya bertanya hal itu?
"Kepo deh."
"Bukan gitu, soalnya kemarin pas telepon ke rumah katanya dia mau kenalin cewek ke rumah."
Fariza mengernyitkan kening mendengar ucapan Fariz, "Serius?"
"Dih lo sekarang yang kepo."
Kakaknya itu malah ngakak dan membuat Fariza menggelengkan kepalanya.
"Tapi tadi ada cewek ke sini."
"Heh? Bener kan, cantik nggak?"
Fariza langsung menganggukkan kepala mendengar pertanyaan Fariz.
"Wah berarti lo sebentar lagi diusir dari situ."
"Kok diusir kenapa coba?"
"Ya kan mau nikah berarti Kak Faiz nya, ckckck lo cuma gangguin."
"Diihhhh.... Iza mah seneng, bisa ngekos dong."
Fariza terkekeh begitu melihat raut wajah kakaknya itu.
"Ya nggak boleh. Bilangin Bunda ama Ayah kamu. Enak aja. Ngekos biar bisa bawa cowok gitu kan maksud lo? Kagak ada ya."
Sejak kecil kakaknya memang terlalu posesif kepadanya. Bermain sama anak cowok saja dilarang.
"Ih udah Iza ngantuk, bye."
Dia langsung mematikan sambungan telepon. Malas kalau sudah berdebat dengan Fariz. Baru saja dia akan merebahkan diri, terdengar ketukan di pintu.
"Za, udah tidur?"
Suara Kak Faiz terdengar dan membuat Fariza meloncat dari atas kasur dan segera membuka pintu.
"Kak Faiz..."
Kakaknya tersenyum melihatnya.
"Temanin Kakak makan bakso yuk. Tadi dibeliin Anya."
Fariza menganggukkan kepala dan melangkah mengikuti kakaknya yang sudah melangkah ke meja makan. Dia mengedarkan pandangan dan mencari keberadaan Mbak Anya.
"Udah pulang?"
Faiz menganggukkan kepala sambil menuang bakso ke atas mangkok lalu diserahkan ke Fariza.
"Udah dari tadi."
"Itu pacarnya Kakak ya?"
Faiz menghentikan gerakannya saat mendengar itu. Lalu dia tersenyum.
"Bukan. Cuma temen."
Fariza menganggukkan kepalanya lagi. Dia menarik kursi dan duduk di sana.
"Cantik loh, Kak."
Faiz hanya menggelengkan kepalanya saat mendengar Fariza mengatakan itu.
"Lagian kelihatan dia perhatian banget sama Kakak."
Fariza masih meneruskan ucapannya, dan membuat Faiz kini menatap Fariza dari seberang meja.
"Kakak nggak suka."
Hanya itu jawaban kakaknya dan membuat Fariza terdiam. Artinya kakaknya tidak mau membahas hal itu lagi.
BERSAMBUNG
YUK RAMEIN DULU
OWH YA INI HARI JUMAT YA..
ADA BELI PDF BUY 1 GET 2
YUK SEGERA KE WA 081255212887
KAMU SEDANG MEMBACA
ADA CINTA DI RUMAH
RomansaFAIZ, FARIZ, DAN FARIZA adalah 3 bersaudara yang sangat dekat. Fariza anak bungsu dari 3 bersaudara itu dan dimanja di dalam keluarganya. Hal itu membuat Fariza merasakan ketergantungan dengan kedua kakaknya yang selalu melindunginya. Tapi kemudian...