#3 || Kakak Aku Takut

272 26 1
                                    

Dreett~ Dreett~

Handphone di atas meja bergetar menandakan ada pesan yang masuk, Minho mengambil Handphonenya dan membaca pesan yang baru saja ia terima dan membalasnya dengan singkat.

Minho Kembali menatap ke luar jendela, hujan di luar sana semakin deras, hawa dingin menyelinap masuk dari sela-sela jendela, langit malam semakin gelap tertutup awan hitam, hanya sesekali langit terlihat menyala dikejauhan.

Saat ini waktu telah menunjukan pukul 12.25, namun rasa kantuk itu belum juga datang menghampiri padahal umumnya suara hujan dapat menjadi pengantar tidur yang baik.

***

Seperti janji yang kita buat

Aku akan melindungimu

Aku akan menjagamu

Tidak akan aku biarkan kamu terluka dan menangis

"Kakak..." bocah imut bermata sipit itu berlari kearah sang kakak yang tergeletak tak berdaya di tengah jalan.

Hyunjin baik-baik saja, tanpa luka, hanya bajunya yang terlihat sedikit kotor karena debu trotoar yang menempel saat Minho mendorongnya hingga terjatuh ke tepi jalan.

"Kakak.." lirih Hyunjin sambil memeluk erat tubuh Minho yang telah hilang kesadaran.

Hyunjin terus menangis, menatap ngeri darah yang menggenangi aspal, baju putihnya penuh dengan bercak merah, "..Kak Minho buka matamu, Kak... KAKAK!!"

Hyunjin berteriak berharap Minho membuka matanya dan tersenyum padanya dan mengatakan dia baik-baik saja. Sama seperti biasanya. Seperti saat sebuah vas bunga yang terjatuh dari balkon lantai dua karena tertabrak kucing dan melukai bahu Minho yang berusaha melindungi Hyunjin yang saat itu sedang bermain tepat di bawah balkon tersebut. atauseperti saat Minho dengan sigap menangkap Hyunjin yang terjatuh saat bermain monkeybar hingga Minho terbentur besi dan merlukai lengannya sendiri, saat itu Minho selalu tersenyum pada Hyunjin dan mengatakan bahwa dia baik-baik saja tanpa mempedulikan rasa sakit yang dia rasakan. Namun saat ini berbeda, Minho hanya diam dan tetap memejamkan matanya.

Air mata Hyunjin terus membuat jejak-jejak di pipinya, meluncur deras ke dagunya dan menetes bercampur dengan cairan merah pekat yang berbau anyir milik Minho.

Puluhan pasang mata menatap iba kearah kakak beradik itu, beberapa orang mencoba menghubungi ambulance dan polisi, beberapa orang mencoba menenagkan Hyunjin, dan beberapa orang membawa tubuh Minho ke tepi jalan.

Tangis Hyunjin tak kunjung reda, dia menatap Minho dengan rasa khawatir dan takut, dia teringat janji yang mereka buat pagi ini, janji yang kini dia anggap sangat konyol, janji yang membuat kakaknya tergeletak bersimbah darah.

Sesekali Hyunjin menggoyangkan tubuh Minho yang semakin melemah, tangannya mulai terasa dingin saat Hyunjin menggenggamnya dan lihatlah wajah itu, wajah yang terlihat sangat pucat dibalik percikan-percikan darah, wajah seorang Kakak yang rela mempertaruhkan nyawanya demi adiknya. Lihatlah wajahnya itu, tidak tampak sedikitpun penyesalan.

Tak lama berselang mobil ambulance datang dan segera membawa kedua kakak beradik itu kerumah sakit, serta Ibu Guru Kim wali kelas Hyunjin yang kebetulan melihat kejadian tersebut saat hendak pulang, ikut menemani mereka.

Hyunjin terus terisak memanggil nama Minho, tangan mungilnya terus menggenggam erat tangan Minho yang terasa dingin, dan Ibu Guru Kim terus mencoba menghubungi orang tua kedua bocah tersebut sambil sesekali membelai surai hitam milik Hyunjin, mencoba menenangkannya.

~

Hyunjin terduduk di kursi tunggu di depan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), tatapannya kosong, tak ada lagi air mata yang senantiasa meluncur dari pelupuk matanya yang sipit, namun tubuhnya masih bergetar, raut wajahnya menyiratkan ketakutan, kedua tangan mungilnya saling meremas erat, dia tampak tegang dan gugup, Ibu Kim terus memeluknya dari samping dan sesekali membelai bahu anak didiknya yang ketakutan itu, mencoba menenangkannya.

The Regrets || HyunhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang