01. Beginning

90 8 0
                                    

Di kota Jogja, di tengah gemerlapnya senja terdapat seorang gadis hatinya penuh pesona. Dia memandang langit biru dengan tatapan indah, seperti lukisan alami yang menawan jiwa.

Bibirnya terukir senyum, matanya berbinar, menggambarkan kekagumannya pada alam yang luar biasa. Langit biru yang terbentang luas di atas kepala, seolah-olah menyapanya dengan sapaan hangatnya.

Di siang hari, gadis itu berjalan di jalan-jalan sempit, menghirup udara segar yang membangkit semangat hidup. Dia merasakan hembusan angin yang lembut berhembus, seperti lagu pelan dari surga yang terdengar jelas.

Di malam hari, dia berdiri di bawah langit malam yang bersinar, melihat ribuan bintang yang berserakan di kegelapan. Dia terpesona dengan gemerlapnya sang rasi bintang, seperti permata tersembunyi dalam gelapnya malam.

Gadis itu bermimpi melayang tinggi di angkasa, seperti burung yang bebas terbang tanpa batas. Ia ingin menyentuh awan putih yang lembut dan merasakan kehangatan sinar matahari yang terbit.

Langit biru di Jogja menjadi teman setianya, menemani langkahnya dalam perjalanan hidup yang panjang. Gadis itu tahu keindahan alam adalah hadiah yang paling sempurna untuknya, dan langit biru adalah pesonanya yang abadi.

Maka, gadis itu terus menyukai langit biru di Jogja sebagai pengingat betapa indahnya dunia yang tercipta. Dia akan selalu memandang langit dengan cinta yang tulus, karena di sana terdapat keajaiban yang tak tergantikan oleh apapun.

Selain menyukai langit biru, gadis itu juga mengagumi mahakarya seni dan fotografi. Juga menyukai rintik hujan di setiap malam hari. Baginya itu adalah salah satu hobi yang selama ini ia inginkan dan ia sukai.

Yup–– gadis yang menyukai langit biru itu bernama Winanda. Mempunyai arti anak yang penyabar dan cantik, bagi segi fisik maupun dalam hatinya.

Suatu saat di pagi hari yang cerah, ia sedang merapikan buku-buku yang ada ditempat meja belajarnya dan itu sedikit berantakan. Namun ia dengan cekatan segera menyimpan buku-buku itu ke tempat buku yang sudah tersedia di tempatnya. Ia hanya membawa sebagian buku untuk dipelajari ketika sudah sampai ditempat kampusnya.

Benar, ia adalah seorang mahasiswa yang bercita-cita untuk mengejar mimpinya menjadi seorang seniman dan juga fotografi.

Jarak tempat rumah dan kampusnya terbilang tidak cukup jauh, ia bisa berjalan kaki dengan santai karena menurutnya berjalan kaki adalah hal yang paling ia sukai agar membuat otot-otot kakinya menjadi tidak kaku atau lemas.

"Mbok, sarapan enjingipun sampun siap?" (Mbok, sarapan paginya sudah siap?) Tanya gadis itu yang sudah terduduk di salah satu kursi meja makan.

"Oh nggih, sampun siap lan sampun mateng sarapan enjingipun, Nak Nanda." (Oh iya, sudah siap dan sudah matang sarapan paginya, Nak Nanda.) Ucap si Mbok tengah merapikan tatanan makanan diatas tempat meja makan.

"Makasih banyak ya, Mbok Ina." Senyum gadis itu kepada Mbok Ina.

"Sami-sami, Nak. Mbok ke belakang dapur dulu ya. Mau bersihin tempat yang kotor disana. Permisi, Nak Nanda." Ucap Mbok Ina sopan sekaligus memberikan senyuman, kemudian melangkah pergi menuju ke dapur meninggalkan Winanda sendirian ditempat meja makan.

"Iya Mbok. Semangat!" Teriak gadis yang memiliki rambut sebahu itu membuat Mbok Ina tertawa geli saat mendengar suara majikannya ketika sudah sampai di dapur.

Nama si Mbok itu bernama Mbok Ina. Beliau sudah bekerja cukup lama di rumah Winanda semenjak ia masih kecil dan dengan telaten mengurusnya hingga beranjak dewasa sampai saat ini.

Mbok Ina sudah menganggap Winanda seperti anaknya sendiri dan kerap sekali memanggilnya dengan sebutan "Nanda" karena bagi si Mbok Ina, beliau sangat menyukai nama tersebut.

A Story of JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang