Chapter 1

8 2 0
                                    

7 tahun yang lalu..

Seorang guru Seni Budaya sedang menjelaskan sebuah materi di depan sana. Semua murid memperhatikan, namun Michella tidak bisa fokus mendengarkan. Michella orang yang pendiam jadi dia sedikit sungkan memberi tau seseorang jika dia tidak nyaman dengan sesuatu. Buktinya seperti sekarang. Rambut yang dikuncir dua miliknya sedang dimainkan oleh manusia disampingnya. Dia Alvindo, teman semeja Michella. Michella sudah menahan tangisannya setengah mati. Rambutnya terasa sakit ditarik-tarik sembarang oleh pria disebelahnya ini. Hingga teguran guru mengejutkan mereka berdua. Bersamaan dengan kejadian itu air mata Michella luruh. Karena malu Michella menundukkan wajahnya dan menutupnya dengan kedua telapak tangannya. Kunciran sebelah kanan Michella sudah kendor berbeda dengan sebelah kiri yang masih bagus.

"Apa yang kamu lakukan Al?" tanya guru itu sedikit membentak karena tidak habis pikir dengan bocah lelaki itu. Bisa bisanya dia menganiaya perempuan di depan matanya.

"Aku nggak ngelakuin apa-apa." bela Alvindo. Jujur dia juga tidak tau kenapa perempuan di sebelahnya menangis.

Guru tersebut mengelus pelan pundak Michella supaya tangisnya berhenti.
"Kamu diapain dia, nak?" tanya guru itu lembut.

Namun Michella yang dasarnya pendiam dan suka memendam semuanya sendiri pun menggeleng.

"Kalau kamu nggak kasih tau Ibu. Ibu nggak tau mau kasih hukuman apa buat Alvindo."

Alvindo memperhatikan gadis itu, ada rasa bersalah dalam dirinya namun dia tetap saja tidak tau kenapa gadis ini menangis. Punggung Michella yang bergetar sudah tenang kembali yang berarti gadis itu sudah selesai menangis.

Michella mengusap wajahnya dengan tangan supaya jejak air matanya hilang, namun mata sembab dan hindung memerahnya tidak akan segera hilang.

"Ayo cerita sama Ibu. Kamu diapain Alvindo?"

Dengan wajah yang sembab dan bibir bergetar Michella menjawab. "Di.. Dia tarik-tarik rambut Misel bu. Lihat, rambut Misel jadi jelek kayak gini.." Gadis itu menunjuk rambut kuncirnya sebelah kanan. Dan benar saja memang sudah berantakan yang berarti Alvindo menarik kuat rambut Michella.

Alvindo yang mendengar penuturan gadis itu merasa tidak terima. "Aku nggak tarik-tarik rambut Misel bu. Aku cuman ngelus-ngelus aja." bela Alvindo.

"Al! Rambut Misel yang udah berantakan kayak gini udah jadi bukti kalau kamu narik rambut Misel kuat." Guru Seni Budaya itu pun menghela napas berat sebelum melanjutkan ucapannya.

"Sekarang, kamu minta maaf sama Misel."

Alvindo menurut, dia menjabat tangan Misel. "Aku minta maaf dan janji nggak bakal ngulangin lagi." ucap Alvindo seraya mengelus rambut Misel yang berantakan tadi. Misel mengangguk menerima permintaan maaf Alvindo.

"Bagus. Sekarang duduk yang benar. Kamu jangan mengganggu Misel lagi. Paham?!"

"Paham bu." jawab Alvindo tegas.

Guru itu meninggalkan meja mereka berdua. "Baik. Sekarang kalian catat yang Ibu tuliskan di depan. Tanpa suara!"

"Baik bu." ucap semua murid serempak.

"Nanti bakal aku rapihin rambutnya. Jangan nangis kayak anak kecil. Ingat! Kamu itu udah kelas 4. Lagian kalau sakit kan kamu bisa bilang, jangan diam terus nangis. Cengeng banget."

Ocehan Alvindo Misel dengar dengan baik namun dia tidak memberi tanggapan apapun. Dia sudah lelah menghadapi pria itu. Dia ingin cepat-cepat berganti teman semeja. Namun Misel tidak mempunya nyali untuk mengatakan hal itu kepada wali kelasnya. Jadi solusi terakhir adalah bicara pada Mamanya.

MICHELLA [only love is not loved]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang