2. Bekal Untuk Braga

28 4 0
                                    

Hai, selamat datang. Have a nice day buat kalian yang senantiasa baca ini. Maaf kalo ada beberapa typo ada kata-kata yang gajelas, maklum soalnya penulis amatir hehe.💗

Ayo ayo ceritain suasana hati kalian saat baca bab sebelumnya:)

Anw, jangan lupa follow, vote, dan comment ya!💐

Selamat membaca dan semoga suka!

•••

Malam hari yang larut, lampu kamar Hasna masih menyala terang dan membiarkan angin berhembus kencang melewati jendelanya yang terbuka lebar. Dari sore gadis itu masih berkutat dengan bukunya. Ia menatap getir beberapa lembaran kertas hasil dari ulangan semester 1-4, di kertas itu tertulis hasil nilainya yang tidak memuaskan. Hasna hampir menyerah, kenapa dari dulu jerih payahnya selalu tidak berhasil, padahal ia sudah berupaya semampu mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ia takut mengecewakan Tante Rea dan Braga, apalagi orang tua kandungnya.

Gadis itu menelungkupkan wajah di atas lipatan tangan dengan posisi miring. Ia meraih sebuah bingkai foto yang di dalamnya terdapat foto keluarganya saat masih lengkap. Senyuman dan kebahagiaan. Tapi sekarang rasanya seperti hampa. Ia mengelus kaca pigura itu dengan lembut.

"Ayah, Bunda, maaf. Hasna belum bisa kabulin permintaan kalian. Hasna udah berusaha, tapi hasilnya nggak sesuai ekspektasi Hasna." Lirih Hasna.

Satu air mata mengalir bebas dari matanya.

"Hasna takut ngecewain kalian berdua." Gadis itu terdiam sejenak.

"Hasna inget waktu Hasna masih kecil, kalian selalu tuntun Hasna dengan kasih sayang, kalian selalu ngajarin Hasna tentang hal-hal yang nggak Hasna pahami, tapi sekarang udah nggak ada lagi. Hasna tau, semakin dewasa Hasna harus bisa mandiri, tapi Hasna gak bisa nanggung ini sendirian. Hasna butuh kalian..."

Hasna menghela nafasnya berat lalu kembali menelungkupkan wajahnya. Rambut hitamnya menjuntai menutupi wajahnya. Ia menangis tanpa suara.

•••

Hasna baru saja keluar dari kamarnya dengan menggunakan seragam sekolah yang rapi. Ia berjalan menuju ruang makan, kebetulan ia melihat Rea yang sedang sibuk berkutat di dapur bersama dari pagi buta, ia memperhatikan wanita paruh baya itu yang masih sibuk membuat sup ikan sambil memakai apron. Tapi tatapan beralih ke meja makan, seperti ada yang kurang pagi ini. Braga. Mata Hasna menelusur ke setiap sudut rumah itu, tapi Braga tidak memunculkan batang hidungnya sama sekali. Tidak seperti hari-hari biasanya, karena Braga selalu duduk pertama kali di meja makan menunggu sarapan tiba.

"Pagi, Tante." Sapa Hasna, menghampiri Rea di dapur.

Mendengar sapaan itu, Rea menoleh ke belakang dan mendapati Hasna yang menghampirinya dengan senyuman hangat.

"Eh, sayang. Pagi juga." Balas Rea.

"Masak apa, Tan?"

"Tante bikin sup ikan." Jawab Rea.

"Kelihatannya enak banget."

"Iya dong. Kamu tau gak? Ini sup ikan kesukaan Braga dari kecil loh. Hampir setiap hari dia selalu minta dibikinin sup ikan." Rea mengaduk-aduk sup ikan yang sudah mendidih di atas kompor.

"Pantesan Kak Braga pinter, ternyata makanan sehari-harinya ikan." Gumam Hasna, tapi masih bisa didengar oleh Rea.

Rea terkekeh. "Gak selalu kok, kadang Tante juga masakin dia pake sayur-sayuran, kadang pake tahu sama tempe, kadang juga pake telur mata sapi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sorry, I Hurt YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang