02

9 1 0
                                    

happy reading!

...


Setelah menempuh 7 jam perjalanan, mereka pun sampai. Reyhan meringis ketika merasakan bokongnya panas akibat terlalu lama duduk. Pinggangnya pun terasa pegal. Iris cokelatnya menangkap pemandangan yang sangat indah. Pemandangan yang tidak akan pernah ia lihat di kota tempatnya tinggal.

Udara yang masih sejuk karena belum tercampur polusi udara, sawah-sawah yang membentang luas. Ia juga melihat ada pegunungan sepanjang perjalanan.

Reyhan menoleh ketika bahunya ditepuk. Sang ayah mengajaknya untuk masuk ke sebuah rumah kayu sederhana berwarna biru putih. Disekeliling rumah itu terdapat banyak pohon dan bunga, yang membuat suasana makin adem.

"Assalamualaikum, pak!

Mereka bertiga saling bertatap ketika tidak ada sahutan dari dalam.

"Waalaikumsalam."

Terkejut ketiganya mendengar suara dari belakang. Seorang lelaki paruh baya yang diperkirakan usianya sudah mencapai 70 tahun, memakai kaos putih dengan celana bahan yang sudah kotor terkena lumpur. Ditangan kiri itu, memegang sebuah cangkul.

"Bapak." Dimas yang lebih dulu tersadar dan langsung menghampiri orangtua satu-satunya itu.

"Oh, Dimas."

Dimas mengangguk dan menyalami tangan Pak Adi, diikuti oleh Anggun dan terakhir Reyhan.

"Baru sampai?" tanya Pak Adi.

"Iya. Bapak darimana?"

"Sawah." Pak Adi meletakkan cangkulnya disamping pintu rumah. Ia mengajak anak, menantu, dan cucunya untuk masuk ke dalam.

"Ini si Reyhan?" tanya Pak Adi. Ia duduk dikursi kayu.

"Iya, Pak."

"Udah gede banget kamu, lek."

Reyhan hanya menyengir kaku.

"Kamu kesini ada keperluan apa? Biasanya ada aja alasan buat gak pulang. Bapakmu ada tua gini lho, Mas. Harusnya kamu rajin jenguk."

"Maaf, Pak. Dimas baru ada waktu luang, setelah ini juga Dimas masih harus ke luar kota," jawab Dimas.

Pak Adi mendengus. "jangan terlalu sibuk hingga lupa dunia, Mas. Harta gak dibawa mati." Dimas hanya mengangguk sambil menggumamkan kata maaf.

"Terus mau apa kesini?" tanya Pak Adi.

"Kaya yang Dimas bilang kemarin, Dimas mau nitip Reyhan disini."

Pak Adi menatap Reyhan yang masih diam. "Bapak gak masalah, tapi emang Reyhan nya mau?"

Reyhan ingin sekali bilang kalau dirinya sangat keberatan, tetapi melihat tatapan ayah dan bundanya yang seakan-akan berharap padanya, ia mengangguk pelan.

"Mau, Kek."

"Berapa lama?"

"Sebulan," jawab Reyhan.

story about Reyhan Hersa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang