Bab 8 -- Lost in Your Way

31 2 0
                                    

"Jadi, ini salah satu alasan kamu ngajak break, Mel? Biar bisa berduaan sama cowok lain?"

Tindakan Juvena yang impulsif itu membuat Aldino menegang. Ia kemudian maju selangkah, lalu meraih lengan teman dekatnya untuk memberikan penjelasan.

"Lho? Pacar kamu itu Kamel, Ju? Kok, nggak pernah cerita, toh?"

Namun, bukannya menjawab, Juvena menepis kasar tangan Aldino agar menjauhi dirinya. Ia nggak peduli temannya itu murka, bahkan nekat melayangkan pukulan karena emosi.

Kamel menghela napas panjang. Ia nggak akan menjawab pertanyaan Juvena yang satu itu. Mengingat, hubungan keduanya sedang berjarak. Toh, mau Kamel dekat sama siapa juga bukan hak Juvena banyak mengatur, lagipula Aldino itu hanya sebatas kakak kelas yang sempat Kamel kagumi.

"Bukan urusan Kak Juvena saya mau dekat sama siapa di kampus." Kamel sengaja mengubah nada bicaranya menjadi formal . Seperti awal mereka berkenalan. Itu artinya, Kamel sedang ada masalah yang tak terbantahkan. Walaupun hal ini dikhususkan untuk Juvena saja, sih.

"Tsk. It's okay kalau itu maumu, Mel. Maksudku, seharusnya kamu bisa jelasin dulu alasan kamu bre--" Belum selesai dengan kalimatnya, Kamel berlalu saja meninggalkan Juvena. Cewek itu melangkah cepat, sama sekali tidak menoleh ke belakang. Bahkan, ia membiarkan Aldino yang mungkin jadi bertanya-tanya.

"Mel?"

Hendak mengejar kepergian Kamel, salah satu tangan Juvena dicekal oleh Aldino.

"Nggak usah dikejar, Ju. Biar--"

"Lepas!" Juvena menepis kasar tangan Aldino. "Nggak ada urusannya sama dirimu," imbuhnya lagi, kemudian bergegas menyusul Kamel yang telah hilang dari pandangan.

***

Surakarta, 2018

Tepatnya ketika festival musik dalam rangka ulang tahun SMA 2 Surakarta yang ke-XX. Kala itu, Kamel benar-benar datang menonton pertunjukan. Sebenarnya, itu bukan kemaunnya untuk datang, tetapi Cindy, teman sekelasnya, yang memaksa. Katanya, 'Kapan lagi lihat penampilan keren dari Eskul Band Waktu Berteduh? Sebelum mereka lulus?'

Ya, ya, ya. Kamel terpaksa menuruti keinginan Cindy. Daripada teman dekatnya itu nge-reog, ngambek seharian dan bikin susah Kamel saja. Pasalnya, pernah sekali Cindy begitu seharian karena pujaan hatinya jadian sama yang lain. Kamel sampai mau muntah setiap kali Cindy bercerita hal yang sama tentang pangeran berkuda putihnya itu.

"Mel, kamu tunggu di sini dulu, aku mau ke toilet!" Cindy pun bergegas menuju toilet yang ada di dekat tempat parkir motor. Tinggallah Kamel dengan kebingungan yang melanda. Namun, di satu sisi, ia sedikit senang. Lantaran bisa keluar rumah untuk bersenang-senang sejenak. Sebab, biasanya ia lebih suka rebahan sambil baca banyak novel.

Kamel merapat ke pinggir lapangan. Ia bisa melihat sudah banyak orang berkerumun mendekati panggung acara. Samar-samar, kedengaran suara MC menyambut para penonton. Kabarnya, UKM Band Waktu Berteduh sebentar lagi tampil. Diam-diam, Kamel menyeringai tipis, tanpa dipaksa siapapun itu melangkah dengan sendirianya ke arah panggung. Menerobos kerumunan orang, lalu berdiri di pertengahan. Ia ... melupakan Cindy yang sedang ke toilet.

Beberapa menit lewat lima orang anggota Eskul Band Waktu Berteduh memasuki area panggung. Mereka semua melambaikan tangan disertai senyuman. Membuat suasana makin heboh saja. Kamel nggak ikut heboh apalagi histeris. Ia cukup senang bisa melihat dengan dekat seseorang yang dikaguminya sekarang.

"Oke, teman-teman semuanya berhubung kita sudah ada di panggung, langsung saja lagu pertama yang kita akan bawakan adalah berjudul 'Bad' milik band Wave To Earth."

Begitu selesai salam sambutan, sang gitaris melodi yang tak lain adalah Aldino Wicaksana itu langsung melancarkan permainannya. Sontak membuat para penonton bersorak-sorai.

"Bagaimana hariku bisa buruk
Ketika aku bersamamu?
Hanya kamu yang membuatku tertawa
Jadi bagaimana hariku bisa buruk?
Ini hari untukmu."

Kamel pun ikut melambaikan tangan mengikuti orang-orang lainnya. Ia merasakan aura kegembiraan yang kuat menyelimuti. Belum lama ini, hatinya diliputi kesepian, mendadak ada yang mengetuk-ngetuk dengan sendirinya.

Tanpa sadar, malam itu Kamel diperhatikan oleh Aldino dari panggung. Sekilas saja ia bisa tahu ada seorang cewek manis berdiri di tengah-tengah kerumunan. Meskipun pekatnya malam kerap mengaburkan pandangan, tetapi namanya terpesona takkan ada yang bisa mengelaknya.

***

"Tunggu, Kamel!" Masa bodoh diperhatikan oleh orang sekitar yang kebetulan mau mengambil motor mereka di parkiran, Juvena mencekal paksa lengan Kamel agar cewek itu mau berhenti berjalan. Pasalnya, ia terus berlari, seolah Juvena adalah penguntit yang mengejarnya sekarang.

Tanpa menjawab, Kamel menepis paksa cekalan itu. Ia berniat melanjutkan jalannya, karena motornya sudah dalam jangakaun penglihatan. Namun, lagi-lagi Juvena menghambatnya. Kini, ia berdiri di depan, memaksa Kamel berhenti sebentar dengan meraih kedua bahu cewek itu.

"Dengerin aku dulu, Kamel!"

Kamel berhenti berontak. Ia diam selagi menundukan kepala.

"Plis, kasih tau aku kenapa kita harus break?" Juvena refleks mencecar pertanyaan utama. "Tolong, kasih tau kalau aku ada salah. Bukan malah menghindar, berujung menjauh gini, Mel." Nada bicara Juvena setengah bergetar.

Mendengar Juvena yang bicara panjang lebar hanya untuk mendapat kepastian, Kamel pun tetap diam seribu bahasa.

"Mel? Maaf, kalau aku terkesan maksa," ucap Juvena seraya mengendurkan cengkraman pada bahu cewek itu.

Kamel mendesah pelan. "Udah kubilang dari awal, nggak usah nunggu saya buat jawab, Kak. Saya ingin menepi sebentar. Sebentar saja. Boleh, 'kan?"

"Ta-tapi kenapa? Kenapa kamu dengan seeenaknya menepi tanpa mikirin perasaanku, Mel?"

Kamel enggan menjawab. Ia memang egois, tetapi kalau nggak begini, mana mungkin dirinya tega meninggalkan Juvena larut dalam ketidakpastian. Ia harus tega demi kebaikan.

"Maaf, Kak. Saya sudah ditunggu Ibu di rumah. Bolehkah saya pulang?" pinta Kamel bernada penuh penekanan. "Lain kali saya berjanji akan jelaskan ke Kak Juvena. Saya harap Kakak mengerti dengan kondisi yang agaknya mengesalkan ini. Terima kasih."

Setelahnya, Kamel benar-benar melangkah pergi dan Juvena pun tidak menahan cewek itu lagi. Ia melepaskannya begitu saja. Rasanya ingin berteriak sekarang, tetapi ia urungkan mengingat kondisi sekitar.

Sampai kapan, Mel?
Sampai kapan?!
Sampai kapan aku harus menunggu kepastian itu?

WHEN I MEET YOU WITH BOBA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang