Bab 15 -- Dekapan Hangat

31 2 0
                                    

"Serius, nih, kamu nggak mau ikut kumpul klub BacaBaca? Mau ke mana, sih, kok, buru-buru banget?" Rentetan pertanyaan datang dari Zeta ini sontak membuat langkah Kamel maju mundur. Sejujurnya, kalau boleh memilih, ia ingin mengikuti acara 'Baca Bareng' yang diselenggarakan oleh Klub BacaBaca saja daripada harus bertemu Aldino. Secara, hubungan Kamel dan Aldino sebatas kakak dan adik tingkat saja. Mendadak, detak jantung Kamel mulai terasa tak karuan. Tandanya, ia harus segera menyelesaikan urusannya segera.

Kamel mengangguk. Selesai memakai helm, ia tersenyum lagi. "Maaf banget, Ta. Aku hari ini beneran nggak bisa. Ada perlu dan ini mendesak. Insyaallah, besok-besok aku pasti ikut, kok."

"Beneran ya, Mel? Awas aja kalau nggak. Aku takutnya nanti kamu malah sibuk sama Kak atau Mas Juvena itu. Secara, kemarin kalian kayaknya udah mulai baikan."

Kamel tertawa singkat. "Mana ada lah, Ta. Kamu, kan, temen baikku selama di kampus. Meskipun nanti aku sama Kak Juvena balikan, melupakanmu adalah hal yang mustahil bagiku."

Satu cubitan mendarat apik di lengan cewek berkemeja ungu muda itu. Kamel refleks mengaduh sambil menyibir Zeta.

"Lebay kamu, Mel. Yaudah, hati-hati, ya. Jangan lupa kabarin kalau udah sampe tempat yang dituju."

"Iya, Ta. Kamu juga ... jangan lupa ceritain acaranya nanti!"

Menuju jam makan siang, suasana Kafe Cold n Brew cukup ramai. Beberapa kendaraan terparkir di pelataran. Gadis berkemeja ungu itu bergegas masuk, mencari meja kosong, lalu menunggu Aldino datang. Kebetulan, cowok itu absen kerja hari ini.

"Maaf, telat dikit, Mel." Lima menit lewat setelah Kamel sampai, Aldino menyusul di belakang. Ia menampilkan senyuman, yang sepertinya menyimpan sesuatu.

Kamel balas tersenyum. "Nggak apa-apa, Mas. Lagian, aku juga baru aja sampai, kok." 

Lalu keduanya duduk berhadapan. Belum ada yang mulai bicara. Buku menu serta kertas kecil yang baru saja diantarkan waiters mereka biarkan begitu saja. Pikiran dan perasaan mereka sama-sama gundah. Kamel takut kalau Aldino malah menyatakan perasan padanya. Padahal, ia sendiri belum siap menjawab. Kenyataannya, Kamel tidak bisa berpalinh dari Juvena, meskipun ia mengajak break duluan, meskipun Aldino adalah cinta pertamanya.

"Mel?"

Kamel yang tadinya menunduk, kini beralih menatap Aldino. "Iya, Kak?"

"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, tapi," Aldino menarik napas panjang. Menghirup udara banyak-banyak. "Tapi, sebelumnya aku minta maaf setulus-tulusnya sama kamu. Setelah ini, kamu boleh benci sama aku, Mel. Aku akui, aku emang salah besar. Aku egois, karena udah lari dari masalah."

Mendengar ucapan Aldino yang terdengar pilu, Kamel merasa resah. Jangan bilang, Aldino akan mengakui sesuatu yang selama ini ia tunggu, setelah hampir sebulan lebih terlewati.

Kamel mengulum bibirnya. Ia masih diam. Bingung akan merespons apa sampai Aldino menunduk, mungkin mulai terisak pelan.

"Mas? Ada apa? Mas Aldino kenapa?"

"Aku yang nabrak adikmu Rino, Mel. Aku pun sengaja ngelempar KTM Juvena di lokasi kejadian. Biar, identitasku nggak ketahuan, bahkan kebetulan motor vixion Juvena lagi aku pake pas itu."

Deg!

Debaran-debaran mulai menyergap paksa. Pusing melanda seketika. Rasa sesak dalam dada terasa menyakitkan. Kamel mencoba untuk tenang, tidak berlarut emosi dan membuat keributan.

"Maafin aku, Mel. Aku emang iblis yang menjelma jadi manusia. Kamu boleh maki-maki aku sepuasnya. Sebab, setelah ini aku bakal menyerahkan diri ke polisian. Karena tindakanku ini pantas mendapat hukuman."

Masih spechlees. Kamel benar-benar tidak habis pikir oleh pengakuan Aldino ini. Kenapa harus sekarang? Kenapa tidak dari awal?

"Kenapa? Kenapa baru sekarang, Kak?" Air mata Kamel mulai meluruh. Ia tak kuasa menahan gejolak emosinya. Selama ini, Kamel kira Juvena adalah pelakunya. Membuat dirinya rela berjarak dari kekasihnya itu. Kamel pun terus menunggu kabar kepolisian tentang pelaku, rekaman CCTV, dan saksi mata, tetapi tidak ada tindak lanjut.

Aldino enggan menatap Kamel. Ia tetap menunduk. Wajahnya dipenuhi penyesalan.

"Maaf, Mel. Aku baru punya nyali sekarang."

***

Kamel is calling ...

"Kamel?"

Di tengah menunggu Awan selesai urusan administrasi, Juvena dikejutkan oleh notifikasi panggilan teleponnya. Pasalnya, itu Kamel. Seorang Kamel yang menelponya lebih dulu setelah sekian lama. Bahkan sebelumnya, chat Juvena sama sekali tak pernah mendapat balasan, kecuali saat itu mereka melangsungkan pertemuan untuk sebuah klarifikasi.

"Halo?" Tanpa berlama-lama lagi, Juvena menjawab panggilan Kamel itu. Ia ... tidak akan melewatkan kesempatan emas.

Namun, belum ada jawaban dari si penelpon. Juvena pun bicara lagi.

"Kamel? Ada apa?" Ia penasaran sekaligus khawatir. Barangkali, Kamel membutuhkan bantuannya sekarang.

"Maafin aku, Kak. Maafin, udah negatif thinking sama Kak Juvena." Suara Kamel terdengar serak. Juvena tahu betul cewek itu baru menitikkan air mata. Ia lantas bangkit dari duduknya. Memaksa Kamel untuk memberitahu keberadaannya sekarang. Melupakan Awan yang tak kunjung terlihat batang hidungnya.

"Aku on the way ke sana, Mel. Jangan pergi ke mana-mana dulu."

Masa bodoh soal keadaan pasca mabuknya sekarang. Masa bodoh dengan tarif taxi yang mungki argonya bisa melebihi tarif normal. Sekarang, Juvena harus segera menemui Kamel di dekat bendungan Tirtonadi.

"Mel?" Tidak butuh waktu lama Juvena menemukan sosok Kamel. Cewek itu duduk di salah satu kursi permanen yang mengarah langsung ke pemandangan air dalam bendungan Tirtonadi.

Buru-buru, Kamel mengusap air matanya, ia lalu berjalan cepat ke arah Juvena. Seseorang yang selama ini ia sayang. Seseorang yang selama ini sabar dengan berbagai macam sikap Kamel.

"Maafin aku, Kak!" Dekapan erat itu terjadi tanpa adanya  penolakan. Kamel membenamkan wajahnya pada dada Juvena, ia menangis di sana.

"Mel?" Juvena balas dekapan itu, lebih erat supaya cewek itu bisa sepuasnya menangis tanpa ketahuan yang lainnya.

"Aku sayang sama Kak Juvena. Nggak pernah sekalipun aku benci, meskipun aku pernah ngajak break tanpa pikir panjang."

Juvena berdeham, ia mengerti lantas mengangguk. Sekarang, Juvena membawa Kamel untuk melihatnya serius.

"Jadi, sekarang kita balikan, 'kan?"

Kamel mengangguk, kemudian ia kembali dalam pelukan Juvena. Untuk sementara waktu, keduanya takkan membahas masalah yang baru saja terjadi.[]

WHEN I MEET YOU WITH BOBA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang