[1] Baasim Ghava

57 5 10
                                    

12 Agustus 2020.

Tanpa kejujuran, kebohongan akan tetap terungkap.

~Baasim Ghava~

--------

Baasim Ghava

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baasim Ghava

--------

Di kemalang yang masih panjang. Orang-orang berbondong-bondong merubah kehidupan, bekerja keras, berdoa, dan bersyukur pada segala nikmat-Nya. Namun, tidak semua kehidupan berjalan sesuai keinginan, masih ada takdir yang sudah ditetapkan dan Allah maha mengetahui segalanya.

Menemukan dan ditemukan, membenci dan dibenci, mencintai dan dicintai. Begitulah kehidupan.

"Ghava, kemari, le!" ucap seorang nenek dengan nada meneriaki. Tak berselang dari teriaknya itu, seorang laki-laki dewasa muncul dari pintu ruang tengah.

"Ada apa, Nek?" tanya laki-laki dewasa yang baru saja muncul dari pintu ruang tengah.

"Bantu Nenek memotong wortel ini," ujar sang Nenek sembari mengulurkan wortel kepada laki-laki bernama Ghava.

"Nenek tidak ke pasar?" tanya Ghava kepada sang Nenek.

"Hari ini kita 'kan mau pergi," jawab sang Nenek.

"Kemana?"

"Kamu tidak ingat?" Sang Nenek meletakkan spatula di atas piring dan menatap Ghava, cucunya.

"Apakah kita perlu ke sana?" Berbeda dengan sang Nenek yang langsung menghentikan pekerjaannya, Ghava masih fokus memotong wortel.

"Bagaimana pun, kita harus ke sana, Va." Sang Nenek menghembuskan napas berat. "Ada Nenek, kamu tidak perlu khawatir."

Kenyataan yang tidak pernah kita coba lalui, akan terus menjadi beban yang berkesinambungan. Resiko dari sebuah pilihan lebih baik daripada ketakutan yang tidak pernah berani kita hadapi. Jika berusaha kemudian gagal, maka rasakanlah, maka sesungguhnya kita dapat menemukan letak kesalahan kita, dan berusaha kembali tanpa ada keraguan lagi.

Ghava, hanya dapat terpaku setelah Neneknya bersikeras mengajak dirinya pergi.

"Ghava!" teriak Mina kepada sang cucu.

"Iya, Nek?" Ghava menjawab sembari mendekatinya.

"Lama sekali kamu ini? Nenek saja yang perempuan sudah selesai berdandan sejak tadi," ujar sang Nenek menggerutu.

Ghava menghembuskan napas seraya mengengakat bibirnya membentuk seulas senyum. "iya-iya, Nek. Wajar saja kalau Ghava lama, Ghava ini 'kan seorang laki-laki remaja," ucapnya.

"Remaja katamu?" Mina membelalakkan mata. "Hahaha," tawanya pecah.

"Kok enom men," tambah Mina dengan bahasa dan logat khas Jawa-nya.

GhavaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang