Mencintai atau pun dicintai
Aku selalu tersakiti di ke-dua pihak tersebut.~Farrah Falghuni Yara~
---------
Semua tidak bisa direncanakan hanya karena kita menginginkan. Semua tidak bisa begitu saja dicapai hanya karena kita menginginkan. Semuanya harus ada berdasarkan kebutuhan dan upaya berkesinambungan yaitu--doa. Mari jalani dan minta yang memang menjadi kebutuhan bukan keinginan.
Tok tok.
"Silakan masuk," ucap Ghava.
"Permisi, Pak. Ini jadwal yang Bapak minta untuk satu bulan yang akan datang," ucap laki-laki di depan Ghava.
Setelah selesai mengantar perempuan bergamis abu-abu yang bernama Yara, Ghava kembali melanjutkan perjalanan menuju ke startup-nya yang tidak jauh dari masjid Nabawi. Jaraknya hanya sekitar dua kilometer.
"Baik, terima kasih, Pak Hanif. Sekarang Anda boleh pulang," ucap Ghava setelah menerima map dari Hanif. Sekretarisnya.
"Sebelumnya mohon maaf Pak. Satu jam setelah saya membuat jadwal bulan depan untuk Bapak, Buk Karina menghubungi saya, beliau ingin bertemu dengan Bapak besok pagi di Galeri" terang Faris.
"Pukul?" tanya Ghava.
"Delapan dua puluh," jawabnya.
"Baik. Sampaikan padanya besok saya akan datang ke galeri." Setuju Ghava tanpa basa-basi.
"Kalau begitu, saya permisi." Faris pamit lalu meninggalkan ruangan Ghava.
Pukul 18.15, Ghava masih berada di startup. Setelah menyelesaikan beberapa laporan ia mematikan komputer dan pergi meninggalkan tempat tersebut.
Azan magrib baru saja selesai berkumandang, Ghava yang tengah mengemudi kemudian berbelok ke arah kiri masuk ke halaman masjid. Tepat setelah memarkirkan mobil suara iqmah terdengar. Ghava buru-buru keluar mobil, berjalan ke arah kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan ikut berjamaah.
"Iya, jangan lupa besok jam tujuh ya," ucap seorang ibu-ibu kepada perempuan di depannya.
"Insha Allah, saya usahakan, Bu," jawab sang perempuan.
Melihat sosok perempuan yang mengenakan mukena berwarna navy mengingatkan Ghava pada sosok yang sangat ia cintai dan ia rindukan.
Bagaimana rasa rindunya semakin mencuat pada sosok yang ia cintai dengan hanya melihat perempuan bermukena navy dari belakang yang bahkan tidak ia kenali itu.
"Mari-mari," ucap perempuan bermukena navy. Ia menoleh dan pandangannya langsung bertemu pada Ghava.
Ternyata, ia adalah perempuan yang tadi pagi ia bantu. Yaitu Yara. Dengan sedikit terkejut Yara menarik bibirnya, menatap Ghava dengan mata berbinar. Perempuan itu tersenyum hangat seolah menyapa Ghava. Masih dalam kerinduan yang menyelimuti, Ghava hanya menatap lurus perempuan itu dari jarak yang lumayan jauh.
Sampai, getaran handphone menyadarkannya.
Pesan masuk telah selesai Ghava baca. Ia terlihat gelisah setelah melihat handphonenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghava
RandomGhava masih mengingat kejadian tiga bulan yang lalu. Tangisan penuh pilu menyelimuti dirinya bagai kabut di sepanjang waktu. "Apakah kini kamu mengira bahwa Ayah pelakunya?" tanya laki-laki bertubuh kekar berwajah sayu di depan Ghava. Dada Ghava ber...