CHAPTER 01

4 1 0
                                    

Aqila menatap ke arah depan dengan mata yang berkaca-kaca. Bagai ditusuk ribuan pisau dari belakang, rasanya sungguh sangat menyakitkan.

Namun, sakit itu tak sebanding dengan hati Aqila yang sudah remuk berkeping-keping.

Orang yang selama ini selalu Aqila panggil dengan sebutan sahabat, dengan teganya mengambil kebahagiaan dirinya. Mengambil pria yang selama ini dia cintai.

"Kenapa harus lo, sih, Ra?" batin Aqila berkata lirih, menatap senyuman bahagia yang terpancar dari wajah Naura ketika bersalaman dengan para tamu.

"Lo adalah orang yang paling tau kalau gue suka sama Devan, Ra. Tapi kenapa lo malah nikah sama dia?! Kenapa?!" batin Aqila berteriak.

Ingin rasanya Aqila berlari ke arah Naura, lalu menjambak Naura dengan sekuat tenaganya. Agar Naura juga merasakan sakit yang dialami oleh Aqila.

Namun, Aqila mengurungkan niat jahatnya tersebut. Walaupun nanti Naura kesakitan, itu tidak akan membuat Devan menjadi miliknya lagi, kan?

"Aqila."

Aqila tersentak kala tangan Mamanya menyentuh tangan kiri Aqila.

Aqila dengan cepat menghapus air matanya yang tiba-tiba mengalir dengan sendirinya.

"Kenapa, Ma?" tanya Aqila.

"Kita salaman sama mereka, yuk.  Setelah itu kita pulang," kata Indah dengan tersenyum.

Aqila mengangguk mengiyakan, setelah itu mereka berjalan ke arah prasmana Devan dan Naura.

Berat rasanya melangkahkan kaki ke arah pasangan baru ini. Namun, Aqila menguatkan hatinya dan berusaha memasang sebuah senyuman walaupun dengan terpaksa.

"Selamat ya, Naura. Semoga pernikahan kalian langgeng sampai maut memisahkan," kata Indah tersenyum kepada Naura.

"Aamiin. Makasih ya Tante," kata Naura dengan senyuman mengembang.

Indah mengangguk sebagai jawaban lalu bergeser ke samping. Dan kini, tibalah saatnya Aqila menyalami dua mempelai.

"Selamat ya, Van." Aqila berkata lirih dengan pandangan menunduk.

Aqila tidak ingin air matanya kembali jatuh melihat pria yang selama ini dia cintai, menikah dengan sahabatnya sendiri.

"Selamat ya, Ra." Aqila beralih kepada Naura dengan senyuman getir.

Dengan segera, Naura memeluk Aqila erat. Perasaan bersalah kembali menggerogoti hatinya yang paling dalam. Namun, apa boleh buat? Naura sendiri juga tidak bisa membohongi perasaannya pada Devan.

"Lo udah bikin hati gue hancur Ra," lirih Aqila tepat di telinga Naura.

"Gue... Gue minta maaf, La." hanya kalimat itu yang dapat Naura lontarkan pada sahabatnya tersebut.

"Semoga lo bahagia," lirih Aqila kembali lalu mengurai pelukannya.

Aqila tersenyum samar pada Naura, setelah itu dia mengajak Mamanya untuk keluar dari gedung yang membuat hatinya seperti di iris tersebut.

Di dalam mobil, Aqila lebih banyak diam. Termenung menatap ke arah gedung-gedung tinggi yang merupakan ciri khas dari kotanya tersebut.

Bayangan Devan dan Naura tadi kembali menari dipikiran Aqila. Rasa sesak pun kian membuncah dalam dirinya.

Ingin sekali Aqila berteriak sekuat-kuatnya untuk menyalurkan  rasa sakitnya ini.

Namun, air matalah yang menjadi pemenang dari semua rasa sakit di hatinya.

"Kamu kenapa, Nak?" tanya Indah khawatir ketika melihat Aqila menangis.

Aqila dengan cepat menghapus air matanya lalu tersenyum ke arah sang Mama.

"Aku gapapa, Ma. Cuma kelilipan aja," balas Aqila memberi alasan.

"Yakin?" tanya Indah kembali.

"Iya Ma," balas Aqila lalu menampilkan sebuah senyuman.

Setelah itu hanya ada keheningan hingga mobil memasuki halaman rumah mereka.

Sementara itu, dari kejauhan terlihat sosok laki-laki menatap ke arah Aqila yang baru saja turun dari mobil bersama  Mamanya.

Laki-laki itu tersenyum sebentar lalu pergi dengan cepat. Entah apa maksud dari senyuman laki-laki itu, yang jelas tidak ada siapapun yang tahu kecuali dia sendiri.

"Aqila ke kamar dulu ya, Ma," kata Aqila pada Indah ketika mereka memasuki rumah.

Indah mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban. Matanya pun terus mengikuti  Aqila yang berjalan lesu menaiki tangga.

"Mama bingung harus ngejelasinnya dari mana Aqila," lirih Indah ketika tubuh Aqila sudah hilang dari pandangannya.

Indah menghela nafas berat, dia kembali mengingat percakapannya dengan seorang wanita beberapa hari yang lalu.

"Apa kamu sudah memberi tahu Aqila tentang hal ini, Indah?" tanya wanita itu dengan nada lembut ke arah Indah.

Indah menghela nafas sebentar, dia lalu menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Aku takut Aqila belum siap menerima kenyataan ini, Rosa. Apalagi... dia baru sembuh dari sakitnya," balas Indah lesu ke arah wanita yang dia panggil Rosa tersebut.

Wanita itu terdiam sebentar untuk mencerna perkataan Indah, setelah itu dia kembali menatap wajah Indah yang terlihat murung.

"Gapapa, jangan terburu-buru. Nanti kita kasih tau Aqila sama-sama, ya? Saya yakin Aqila bisa menerimanya, walaupun mungkin sedikit sulit," kata Rosa  menggenggam tangan sahabat lamanya tersebut.

"Aqila itu anak yang baik, Indah. Saya yakin dia pasti bisa mengerti dengan hal ini," sambung Ros kembali. Dari wajahnya yang lembut terpancar sebuah senyuman untuk menenangkan hati Indah yang mulai dilanda gelisah.

Indah mengangguk sebagai jawaban, dia pun membalas senyuman dari Rosa dengan hati yang sedikit mulai tenang.

~Kasih penilaian untuk cerita ini ya, aku mau tau gimana respon kalian. Kritik dan saran juga boleh, tapi yang membangun ya.

~ Jangan lupa kasih vote nya 😊

SUAMI IDAMAN AQILA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang