02-Masih di titik yang sama

6 0 0
                                    


***
Bukan karna parasnya, tapi karna akhlaknya aku mengaguminya.
***

Dipagi yang sedikit mendung.
Aliya Salma melangkahkan kaki nya ke masjid.

Dengan baju kaos berwarna hitam, jilbab hitam, dan celana training hitam. Ya, dia sangat suka dengan warna hitam. Simple aja sih, karena hitam warna netral. Dan cocok dipadukan dengan apapun.

Sebut saja, Aliya Salma tidak bisa memadu padakan pakaian. Dan itu memang benar. Contohnya saja bila dia pergi, paling dia mengenakan bawahan hitam, atasan hitam, baru jilbabnya sesuai seleranya.

Karena hal itu; ibunya; Siti Aisyah akan selalu memarahi anak gadisnya. Ibunya bilang," ibu sepet liat dandanan mbak kaya orang tua. Sukanya warna hitam kalau enggak biru Dongker. Ganti yang lain."

Tak jarang, saat dirinya kerumah simbahnya juga diberi wejangan yang sama. "Mbok Yo jangan pakai warna yang kayak gitu to nduk. Nih, pakai warna merah saja. Biar ayune keliatan."

Namun, bukan Aliya Salma jika tidak ndugal. Saran-saran yang diberikan ibu dan nenek nya hanya berlaku satu hari dan selanjutnya akan tetap sama. Menggunakan warna hitam adalah favoritnya.

Langkah Aliya Salma teralun begitu semangat dengan tempo pijakan yang semakin cepat.

Di masjid ternyata sudah sangat ramai. Para muda mudi berkumpul untuk membersihkan masjid setiap hari Minggu menuju hari pertama berpuasa.

Tak terasa, 3 hari lagi.

Bulan yang penuh berkah sudah akan menyambutnya lagi.
Maha baik-Nya Allah, masih mengizinkannya untuk merasakan kenikmatan bulan Ramadhan.

"Mbak Sal, jatah kita bersihin kamar mandi loh mbak," teriak Aini saat Salma datang.

Salma mengangguk, "yang bagian bersih-bersih dalam masjid siapa ?"

"Kata Mas Walid, Bagain cowok-cowok mbak."

Salma mengangguk-angguk, " kalau gitu hayuk lah kita bersih-bersih. Nanti kalau udah selesai kan, kita tinggal istirahat."

" Mbak Salma, kata Mas Walid disuruh nemuin dia dulu mbak. Aini cuma nyampain amanah nya aja. "

Salma mengangguk.

" Eh... Mbak apa jangan jangan ada something nih diantara kalian berdua." ucap Aini dengan gerakan alis naik turun tak lupa senyum yang tergambar dibibirnya.

Salma menyentil jidat Aini.

Tukkk...

" Mana ada kayak gitu, paling Mas Walid minta catatan kehadiran buat pengajian kemarin. Kan biasanya juga begitu."

Aini menatap Salma penuh selidik, mana ada seperti itu. Kan bisa saja ada hubungan spesial diantara guru ngaji dan murid nya ini.

Mana tau kan ya.

" Tapi kan bisa chat Mbak Salma kalau soal absensi."

"Ya mana mbak tau mungkin ada hal yang penting. Kan mbak belum nemuin dia Aini."

Seperti yang tadi Aini sampaikan, Salma pergi menemui Walid. Atau biasa dipanggil Mas Walid.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan Menjadi KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang