4. Lauren dan Aura

16 2 0
                                    

Kemilau pedang memantulkan cahaya bulan di tengah-tengah lapang. Boneka kayu hampir rusak sepenuhnya. Tubuh Lauren ambruk ke tanah. Diangkatnya telapak tangan mungil yang kini penuh luka dan kapalan karena terus melatih kemampuan berpedang. Ia menarik nafas panjang, berusaha untuk menyetabilkan nafas dari tubuh kelelahannya. Bintang-bintang yang berhamparan di atas langit malam muncul dari sela-sela jarinya. Digenggamnya bulan dengan tangannya itu. "Apakah aku bahkan dapat menggenggam bulan asal jika aku berusaha?"

Dari belakang muncul seorang laki-laki dengan seragam ksatria kerajaan, "Sudah larut, Nona."

Sontak Lauren terkejut dengan suara berat yang tiba-tiba menyapanya dari belakang di saat tingkat kewaspadaannya menurun karena kelelahan. "Baiklah, hari ini mungkin terlalu berlebihan," ucapnya seraya bangkit dan membersihkan punggungnya yang penuh dengan debu, "tapi, atas dasar apa kau mengunjungi mansionku?" diacungkannya ujung pedang itu hingga hampir mengenai leher lelaki itu.

Lesung pipit yang muncul saat lelaki itu tersenyum dengan sorot mata teduh dipastikan membuat leleh wanita manapun, kecuali Lauren yang hatinya telah lama membeku. Dipegangnya ujung pedang yang hampir mengenai lehernya itu. Diturunkannya perlahan. Ia membungkukkan punggungnya. "Saya Alex, Komandan Tertinggi Pasukan Keamanan di kerajaan. Dan saya tidak bermaksud untuk mengganggu latihan nona."

"tapi, saya bisa merekomendasikan beberapa anggota saya untuk berlatih bersama nona. Tentu saja jika nona mengizinkan," lanjutnya.

Lauren menghela nafas panjang. Mungkin tubuh kurusnya tidak mencerminkan sebagai orang yang telah beribu kali mengayunkan pedang. Sejak kecil ia memang sudah memiliki ketertarikan berlebih terhadap pedang. Setelah pelajaran dasar usai, ia sering menyempatkan diri untuk sekadar mengayunkan pedang kayu kecilnya. Hingga saat ini, hobinya masih terus berlanjut. Perbedaannya hanya pada waktu yang ia habiskan begitu meranjak dewasa semakin menambah. Ia juga tidak memiliki kewajiban untuk memasuki akademik. Dan sebagai sekadar anak yang diabaikan, tentu saja kehidupannya tidak diawasi.

Ia memejamkan mata membiarkan seluruh masalah yang bergumul dalam pikirannya menguar. Dirasakannya perlahan debaran-debaran angin yang menghembuskan dedaunan di pohon belakang tamannya. Digenggamnya erat gagang pedang. Sementara pemikirannya terbang ke saat mendiang ibundanya mengisyaratkannya untuk mengambil langkah tegas atas perlakuan yang tidak sepantasnya dari ayahnya itu.

Suara tepukan tangan mengacaukan fokus Lauren dan aura yang dipancarkan kepada seluruh bilang pedang seketika menguap. "Maafkan atas ketidaksopanan saya, Nona. Saya tidak menyangka dapat melihat kelahiran swordsman wanita di hadapan mata."

"Sebaliknya, sebaiknya Anda menutup rapat-rapat mulut Anda. Jika saya mendengar ada gosip murahan tentang saya sedikitpun," Lauren menghela nafas panjang, ia tidak percaya harus mengeluarkan ancaman di pertemuan pertama dengan ksatria muda itu, "Rosaline dan Paris akan berada di halaman pertama koran-koran."

Sejenak, Alex terkejut atas ucapan Lauren. Tidak menduga bahwa seorang putri buangan dapat menjangkau informasi yang bahkan guild Venom pun takkan ketahui. Dan lebih terkejut lagi dengan ancamannya, seluruh orang di kerajaan tahu bahwa mansion buruk ini menyebabkan terisolasinya pergaulan Lauren. Tak ada satupun bangsawan yang akan sudi membuang-buang waktu untuk mengenalkannya pada jurnalis-jurnalis yang pada dasarnya bergerak untuk uang. Alex mengangkat tangannya tanda menyerah, "Bagaimana jika kapan-kapan Anda berlatih dengan saya untuk menyeimbangkan aura Anda, Nona?"

Lauren tersenyum tipis, tak ada ruginya untuk mengiyakan tawaran Alex. Mungkin ini juga bisa menjadi langkah besar untuk perkembangan kemampuannya. "Baiklah, kabari saja jadwalnya pada Simon."

Bloody CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang