10| Orang Aneh

307 47 8
                                    

Bel istirahat berbunyi, semua siswa keluar dari kelas untuk mengisi perut yang sudah berdemo, tak terkecuali Fang dan Solar. Keduanya memilih untuk ke kelas sebelah sebelum menuju kantin.

"Semoga Thorn belum keluar kelas," ucap Solar sembari mengetik sesuatu di ponselnya. Sudah menjadi rutinitas bagi Solar untuk menghampiri kelas Thorn saat jam istirahat.

"Aku tidak yakin, sepupumu pasti sudah ditarik oleh dua temannya," sanggah Fang mengingat betapa rusuh dan tidak sabarannya kedua teman dari sepupu Solar itu.

"Aku heran, kenapa kau selalu mendatanginya saat jam istirahat atau makan siang?" Meskipun mereka berdua selalu bersama, tapi Fang jarang menghabiskan waktu istirahatnya dengan Solar. Sebab saat istirahat tiba, Fang selalu disibukkan dengan organisasinya.

"Tidak selalu, kok, kadang Thorn yang menghampiriku." Solar memasukkan ponselnya di saku celana. "Lagipula hari ini ibuku tidak menyiapkan bekal untuknya, jadi aku harus memastikan kalau dia tidak jajan sembarangan."

"Kenapa dia tidak minta dibuatkan bekal oleh ibunya sendiri?" tanya Fang bingung. Jadi, selama ini bekal yang selalu dibawa Solar itu bukan untuk dirinya?

Solar memandangi sekitar, seolah-olah mewaspadai jikalau anak yang tengah dibicarakannya tiba-tiba hadir, kemudian ia mengikis jarak keduanya dan berbisik, "Aku juga tak mengerti, tapi Thorn pernah bilang kalau dia tidak terlalu suka dengan masakan ibunya ataupun pelayannya."

"Apa ibunya tak pandai memasak? Karena itu Thorn lebih memilih masakan ibu mu." Fang ikut mengecilkan suara. Oh, sepertinya ini topik yang sensitif di keluarga Thorn.

"Aku pernah merasakannya sekali, itu lumayan untuk seorang wanita karier sepertinya." Menurut Solar, masakan pelayan dikediaman Thorn juga tak kalah sedapnya, tapi entah apa yang membuat sepupunya itu lebih memilih masakan ibunya.

"Solar!!!!"

Orang yang dipanggil segera menjaga jarak seperti semula, membalas lambaian tangan dari Thorn yang berlari mendekatinya.

"Hei, jangan berlarian di lorong. Sudah berapa kali aku bilang?" Solar berkacak pinggang mendapati mata polos yang mengerjap beberapa kali disertai senyum lebar yang menampilkan deretan gigi putih tersebut.

"Maaf, Thorn tidak akan mengulanginya lagi." Tawa tanpa rasa bersalah itu keluar dengan ringan, seakan dirinya sudah biasa melakukan kesalahan itu.

"Kau selalu berkata seperti itu tapi besoknya malah diulangi lagi." Solar mendengkus keras, percuma saja anak itu memberi pembelaan.

"Kau sendirian? Dimana dua temanmu itu?" tanya Fang yang sedari tadi menyimak. Tumben sekali duo itu membiarkan rekannya berkeliaran seorang diri.

Tatapan Thorn beralih pada Fang yang juga ikut menatapnya. "Mereka sedang di toilet, Thorn disuruh untuk menemui Solar lebih dulu dan katanya mereka akan menyusul."

Fang mengangguk paham. Panggilan alam, ya? Pantas saja mereka melepas pengawasan terhadap primadonanya ini.

"Solar, apa bibi mem—"

"Maaf, ya, Thorn. Ibuku tidak membuat bekal untukmu." Tangan Solar terangkat mengusap halus rambut sepupunya. Dapat dilihat perubahan ekspresi di wajahnya.

"Begitu, ya?"

Bibir Solar melengkung ke atas saat melihat raut wajah yang lebih rendah beberapa inci menjadi murung. "Jangan khawatir, mungkin ibu tidak sempat membuatnya karna harus berangkat lebih awal dari biasanya."

Benar. Ibunya Solar adalah seorang single parent atau orang tua tunggal, pasti sulit membagi waktu antara pekerjaan rumah dan pekerjaan luar. Dan seharusnya Thorn tak perlu menyusahkan beliau dengan bekal sekolahnya.

Jeruji HaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang