Chapter 2 (2)

3 1 0
                                    

Alfhen seketika membuyarkan ingatannya di masa lalu, kini ia tersadar berada di tengah-tengah bencana dan mereka.

Levian nampak bingung karena Alfhen menjeda ucapannya. Dia dan yang lainnya saling pandang lalu kembali memakukan pandangan pada Alfhen. "Apa?"

"Tolong jaga bayiku. Ajari dia segala kemampuan yang kalian punya. Jangan khawatir, aku sudah menyematkan energi fusion padanya," kata Alfhen kemudian. Tubuhnya perlahan memudar seiring Viona yang juga ikut memudar.

"Tunggu, apa maksudmu?!" tanya Levian terburu-buru. Alfhen hanya tersenyum simpul sebelum tubuhnya benar-benar menghilang menjadi debu bercahaya. "Apa maksudnya dengan energi fusion?" Levian menatap Adara dengan heran.

"Entahlah, aku juga tidak tahu apa maksudnya," balas Adara sembari menimang bayi yang ia gendong. Bayi itu nampak tertidur tenang.

Tiba-tiba, sebuah lingkaran bercahaya menyala tepat di antara alis si bayi. Membentuk sebuah cincin. Adara yang terkejut langsung memanggil yang lainnya.

Semua menyaksikan lingkaran cincin bercahaya itu dengan takjub sekaligus heran. Bayi itu lalu membuka mata dengan sepasang mata yang memiliki binar berbeda warna. Sebelah kanannya berwarna hijau, biru dan hitam. Sebelah kirinya campuran jingga, abu-abu dan merah. Pupil berbeda warna itu bercampur dengan sangat indah. Membuat mereka semua terpana.

"Kalian lihat itu? Matanya indah sekali, benar-benar menakjubkan!" ujar Adara dengan senyum yang mengembang, diikuti dengan senyum teman-temannya yang juga ikut terpukau dengan warna mata si bayi.

Si bayi tiba-tiba tersenyum dan tertawa dengan riang, membalas tatapan takjub mereka.

"Aku belum pernah melihat mata yang seperti itu," kata Levian kemudian.

"Hmm,sepertinya mata ini adalah energi yang disalurkan Alfhen sebelumnya." Caus masihmenatap bayi itu sambil mengelus dagu dengan telunjuk dan ibu jarinya.

"Mungkin saja. Tapi, aku masih tidak paham dengan energi fusion yang dibilang Alfhen tadi. Apa ya kira-kira maksudnya?" gumam Levian kemudian.

Si bayi kemudian mengangkat sebelah tangannya dan mencoba meraih wajah Adara. Adara menundukkan wajahnya agar tangan kecil yang mencoba meraihnya dapat menyentuh wajahnya. Lalu tangan kecil itu meraba surai Adara yang menggantung, sebuah bunga kecil nan indah tersemat di kepala Adara diiringi dengan debu cahaya berwarna hijau kekuningan.

Adara terkesima saat rambutnya ditumbuhi beberapa bunga kecil yang berwarna-warni. Sang bayi tertawa dengan menggemaskan.

"Dia menciptakan bunga-bunga ini," kata Adara dengan takjub seraya menyisir surainya dengan jemari. Warna mata hijau yang dimiliki oleh bayi tersebut bercahaya namun tak begitu cerah. Mereka semua takjub untuk kedua kalinya saat melihat cahaya hijau yang dimiliki oleh Adara juga.

"Apa dia meniruku?" Adara masih tak percaya, ekspresinya terlihat bingung dan juga heran. "Bagaimana bisa ...." Bunga-bunga itu perlahan layu dan menghilang seiring dengan mata hijau si bayi yang meredup.

"Sepertinya bayi ini memiliki kemampuan mengendalikan elemen dengan jumlah yang banyak sekaligus," ujar Xion menyimpulkan.

"Menurutmu begitu?" Levian menelengkan kepala sambil mendongak.

"Mungkin saja, kita baru akan mengetahuinya setelah ia beranjak dewasa nanti." Mereka tertegun, kembali menatap si bayi yang menguap seolah sangat mengantuk dan sesekali menggeliat.

"Ayo kita bawa dia pergi ke tempat lain yang aman sebelum monster-monster jelek itu datang dan mengetahui keberadaan kita. Energiku cukup terkuras tadi, apalagi saat Caus mengeluarkan golemnya." Meski diucapkan dengan datar, matanya melirik Caus dengan kesal. Sadar ditatap oleh Levian, Caus hanya melempar pandangan ke arah lain seraya bersiul kecil.

"Baiklah, ide yang bagus," jawab Adara setuju.

Xion memanjangkan tubuhnya, sementara yang lain merangkak naik ke atasnya. Dengan kepakan sayap yang semula memberat, Xion melesat perlahan ke udara. Semakin tinggi hingga tertutup kabut awan. Memudahkannya untuk bersembunyi dari monster-monster yang mungkin akan melihatnya.

Kabut awan yang semakin dingin membuat Adara dan Caus gemetar kedinginan. Si bayi itu sudah diselubungi oleh akar halus yang Adara ciptakan seperti kepompong untuk mencegah hawa dingin menggerayangi tubuh mungilnya, sementara Levian tampak begitu santai menikmati angin yang berembus menggoyangkan rambutnya yang panjang. Xion pun mengeluarkan suhu hangat dari dalam tubuhnya dan menyelubungi mereka. Rasa hangat itu sangat nyaman, terlebih untuk si bayi yang semakin hangat dan tertidur pulas di dalam kepompong akarnya.

"Hei, aku merasa gerah di sini!" ujar Levian menepuk-nepuk punggung Xion yang ia duduki.

"Kalau kau tak suka, loncatlah," jawab Xion kemudian. Levian memanyunkan bibirnya, dia merasa sedikit kecewa namun tidaklah berarti. Kalau sampai Xion melempar Levian mungkin ia akan benar-benar mati kali ini.

-Bersambung- 

P.S : Jika kalian menyukai chapter ini, tekan VOTE dan komen jika ada kesalahan penulisan. Author bakal berusaha memperbaikinya~

Author masih newbie, btw~ hehe

Arigatou Gozaimasu~!

EPIC (Re-Written)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang