Chapter 2 (Part 1)

3 1 0
                                    

Para monster sudah lenyap tak tersisa, lubang di langit juga masih terbuka. Namun, belum terlihat kloter monster yang selanjutnya. Bau hangus daging juga masih tercium walaupun sudah menjadi butiran debu. Alfhen mengerjap dengan perasaan lega saat melihat makhluk berbulu dan berbadan besar itu sudah tidak ada.

Alfhen lalu tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Kita selamat! Kita selamat, Viona!" Dengan gembira Alfhen mengguncang tubuh Viona. Viona masih tertunduk. Alfhen lalu mendongakkan kepala Viona. Wanita itu menutup mata dengan bibirnya yang pucat.

"Viona?"

Suara Alfhen bergetar, dia terus menyadarkan Viona. Namun, Gadis itu tak merespon apa pun. Bayi dalam pelukannya meluruh lambat ke pangkuan. Tangannya lemas dan tak bergerak.

"Viona? Kau tertidur?" tanyanya lagi. Viona masih tidak menjawab. "Viona. Bangunlah." Terlihat senyum Alfhen memudar, dia menitikkan air mata kesedihan dengan terus mendekap Viona. Elf, Dryad, si Pria Berbatu dan Naga itu menghampiri Alfhen yang terlihat menangis. Mereka menatap Alfhen dengan iba saat sang bayi mulai menangis.

Dryad itu segera mengambil si bayi dan mencoba menenangkannya. Mencoba tak membuatnya menangis kembali, karena bisa mengundang monster-monster yang lain datang lagi.

"Aku turut berduka," ujar Elf di sebelahnya dengan wajah sedih mewakili yang lainnya. Alfhen lalu membaringkan tubuh Viona dengan lembut perlahan. Dia sudah tau hal ini akan terjadi, namun dia tak menyangka akan terjadi secepat ini. Dia bahkan belum sempat merayakan kelahiran buah hatinya.

"Terima kasih sudah membantu." Alfhen terisak, lalu menatap si Dryad. "Boleh kuminta bayiku?" ujar Alfhen kemudian. Dryad dengan perlahan menyerahkan si bayi yang terlelap kepada Alfhen.

Alfhen lalu menutup mata. Telunjuknya dia letakkan di antara alis si bayi. Sebuah cahaya bersinar saat Alfhen membuka mata, masing-masing berwarna hitam dan putih. Semuanya terperanjat kaget.

Cahaya tersebut kemudian meredup. Sayap Alfhen yang sudah terkoyak sedikit pun memudar, lalu perlahan menghilang.

"Apa kau sudah gila?!" Elf itu melotot dengan suara nyaring. Ekspresi yang sama juga terlihat di wajah si Dryad dan Pria Berbatu itu. Alfhen menyerahkan bayinya kepada si Dryad. Alfhen lalu berbaring. Menatap langit hitam mendung.

"Aku sudah terlalu lama hidup di dunia ini. Manusia sangat menyenangkan," kata Alfhen dengan lemah. "Siapa nama kalian?" senyumnya sedikit terulas.

"Namaku Levian, seorang Elf salju. Dia Adara, Caus, dan Xion." Levian menunjuk si Dryad, Pria Berbatu dan Naga yang ada disebelahnya.

"Baiklah, aku mengerti. Terima kasih, aku tak menyangka ternyata kalian benar-benar ada, aku kira buku-buku kuno yang pernah kubaca di surga hanyalah bualan," jawab Alfhen terbatuk. Dia kemudian tersenyum. "Apa kalian bisa membantuku sekali lagi?"

 Alfhen teringat dahulu, sebelum manusia diciptakan oleh sosok yang dia panggil 'Ayah', bangsa seperti mereka terlebih dahulu ada. Bangsa seperti mereka dahulunya adalah 'saudara' dan hidup berdampingan dengan mereka.

Memory Alfhen bermain, Alfhen menjelajah ke masa lalu....

Alfhen yang saat itu masih berusia belia, mungkin sekitar umur belasan tahun di dunia manusia juga turut diburu karena kekuatan yang dia warisi dari ayahnya oleh para malaikat yang lain. Mengetahui hal itu, Alfhen bersembunyi di dunia di mana makhluk seperti Levian, Caus, Adara, dan Xion berasal. Melintasi beberapa dimensi dengan gerbang yang sempat dibuka ayahnya untuk mereka kabur sebelum ayahnya meninggal. Setelah tau Alfhen kabur meninggalkan surga, para malaikat lain berhenti memburunya karena mengetahui sesuatu yang akan terjadi pada para iblis tanpa ada satu diantara mereka yang terlibat.

EPIC (Re-Written)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang