"Flanders, apakah yang ini?"
Kepala Joshua menyembul keluar dari balik pintu kamar mandi yang ditutup sebagian. Dia menggeleng tak puas melihat kemeja berwarna navy yang ada di tanganku. "Bukan, ada lagi yang lainnya, Gia. Yang kancingnya berwarna hitam dan bukan putih seperti itu."
Aku mendesah pelan dan mulai mencari lagi kemeja yang dimaksud Joshua. "Yang ini maksudmu?" tanyaku lagi saat menemukannya terhimpit di antara setelan jasnya di lemari.
Sejurus kemudian, Joshua menjulurkan kepalanya lagi dan mengangguk sumringah. "That's it!" katanya sambil melangkah keluar dari kamar mandi. Air masih menetes-netes dari rambutnya yang basah.
Aku mendecakkan lidah sembari memakaikan kemeja tersebut pada tubuh Joshua setelah dia membungkus rambutnya dengan handuk kecil.
"Dasar, bayi besar," celotehku diselingi kikikannya.
Dengan jarak yang amat sangat dekat seperti ini, Joshua mencuri kesempatan untuk mengecup ujung hidungku. "Your only baby, Gianna Larissa. The one and only."
Seusai menyiapkan sarapan untuk Joshua, aku mengantarnya ke pintu depan tanpa diminta. Mungkin mendengar langkah kakiku yang memang terdengar jelas di lantai berlapis kayu ini, pria itu membalikkan badannya.
"Kenapa? Ada yang ketinggalan?"
Joshua menatapku lama dengan senyum lebarnya yang memabukkan. Kemudian dia berjalan ke arahku dan memelukku sambil berbisik lembut, "Selamat ulang tahun, Gia. I love you."
Aku bisa merasakan jantungku meloncat keluar dari rongga dada. Sambil membenamkan wajahku di lekukan lehernya dan merasakan Joshua mempererat pelukannya, aku menyahut, "Love you, too, Joshua Flanders."
***
Malam harinya ketika aku hendak berbelanja kebutuhan bulanan di supermarket di sebuah Mal dan menelepon Joshua untuk bertanya apakah dia ingin menitip sesuatu, aku menangkap sosoknya sedang berada di dalam sebuah toko kue. Bertepatan sekali dengan terjawabnya panggilan teleponku kepadanya.
"Halo, Gia, ada apa? Aku sedang rapat."
Kontan keningku berkerut. Namun melihat Joshua yang sekarang berdiri di depan kasir toko kue tersebut, aku mulai berasumsi bahwa mungkin dia sedang membeli kue ulang tahunku dan oleh karena itulah dia berbohong. Aku tersenyum lebar. Rupanya Joshua Flanders ingin membuat kejutan untukku. Baiklah, aku akan pura-pura tidak tahu rencana itu deminya.
"Kapan kamu akan sampai di rumah?" tanyaku basa-basi tanpa bisa menahan senyum.
Aku melihat Joshua mengangkat tangan kanannya untuk mengecek arlojinya. "In an hour, I guess. I'll call you later, okay, sweetie? Love you."
"Love you, too," balasku, memutuskan sambungan telepon.
Dengan hati berbunga-bunga, aku memandangi Joshua sekali lagi sebelum berbalik pergi. Tetapi, sesuatu membuat jantungku berhenti sesaat dan hatiku berdenyut. Ada seorang wanita yang tiba-tiba muncul dari sudut yang sulit dilihat dari tempatku berdiri dan tangannya menggenggam tangan Joshua yang hendak memasukkan ponselnya ke dalam saku. Joshua mengecup pipi wanita itu dan mengatakan sesuatu di telinganya yang lantas membuat wanita itu melepaskan genggamannya. Mereka berdebat mengenai suatu hal hingga akhirnya sang wanita pergi mendahului Joshua dan pria itu pun mengejarnya dari belakang.
Love you. Aku mencintaimu.
For guys, they see things in black and white. Meanwhile, girls see things in grey as they say. They don't realize they are speaking two different languages. And it hits me just now that actually, that's the reason why people broke up.

KAMU SEDANG MEMBACA
Heart-Shaped Bruises
Romance[Permintaan pemesanan ditolak] Kami mohon maaf - hati yang Anda pesan hanya tersedia dalam satu ukuran utuh. Harap lihat keterangan berikut ini: CINTAI SEUTUHNYA, ATAU TIDAK SAMA SEKALI.