Mendadak Operasi

1 1 0
                                    


Bugh!!!

Tonjokkan yang cukup kencang melayang tepat sasaran. "Dasar mesum!!" Teriak Rhea. Ia mengambil langkah menjauh ke belakang memberi tatapan garangnya.

"Gak sia sia ternyata dulu gue ikut karate," ia meniup tangan kanannya. Melihat lelaki di depannya tengah menunduk menggeram kesakitan berarti tonjokkannya memang memiliki kekuatan cukup. Rhea merasa berbangga.

"ahhws tolong saya-" Rhea memicing. Apa pukulannya sesakit itu? dilihat dari reaksi pria dihadapannya yang terlihat sangat kesakitan membuat rasa bersalah sedikit muncul.

"Bawa saya ke rumah sakit tolong-" masih dengan merintih kesakitan tangan Rhea berusaha Catra raih.

Rhea bimbang, ia merasa perlu membantu Catra namun sisi waspadanya berkata untuk pergi saja, ia takut jika Catra hanya melakukan modus padanya.

Mengabaikan Catra yang berjongkok merintih kesakitan, Rhea mengemasi barang barangnya yang sudah berceceran dan dengan teganya melangkah pergi meninggalkan Catra.

Catra merangkak tertatih menuju mobilnya. Belum sampai membuka pintu, Rhea memapahnya untuk duduk di kursi sebelah pengemudi. Ya, Rasa ibanya lebih tinggi dibanding alarm waspadanya.

"Persetan abis ini gue diculik atau diambil organnya. Gue pasrah ya tuhan." Gumam Rhea konyol.

Rhea mengemudikan mobil Catra menuju rumah sakit terdekat. Ia semakin panik ketika menoleh ke samping dan mendapati Catra sudah tidak sadarkan diri. Ia takut menjadi tersangka untuk kondisi pria disebelahnya ini apabila sampai meregangkan nyawa.

Catra sudah masuk ke dalam instalasi gawat darurat. Rhea hanya termenung di luar ruangan.  Kesialan di hari ini berlipat lipat ia rasakan. "Kayanya gue pernah ketemu cowo itu ,deh wajahnya gak asing." Rhea mengulik kembali ingatannya yang samar samar mengenali wajah Catra.

"Dengan keluarga dari saudara Catra Gentala?" dokter berbadan cukup berisi keluar dari ruangan IGD. Rhea berdiri mendekati si dokter.

"Pasien harus segera menjalani operasi darurat sekarang juga."

"Anda bisa menandatangani surat persetujuan operasi di bagian administrasi."

Rhea mengernyitkan keningnya mendengar penuturan dokter di hadapannya, ia bingung harus melakukan apa. Apakah separah itu hingga harus dilakukan operas? Ia jadi merasa takut.

"Emm.. sebentar dok, sebenerya saya bukan.."

"Gerd. Sudah komplikasi parah sudah terdapat Barrett esophagus. Harus segera di operasi." Dari penjelasan dokter, Rhea merasa kondisi Catra memang sudah sangat parah dan membutuhkan operasi.

"Dok, boleh saya bertemu dengan pasien dulu ga?" Pinta Rhea.

Di brankar Catra terbaring lemah dan tangannya tak henti memegangi perut bagian kirinya. Dengan wajah pucatnya yang sesekali merintih kesakitan.

"Tanda tangani saja tolong," mungkin Catra sudah mendengar percakapan antara dirinya dan si dokter. Tanpa bertanya Catra langsung menyuruh Rhea menandatangani persetujuan operasi.

Setelah mengurus segala administrasi yang perlu diurus. Operasi pun langsung dilakukan.

Rhea menatap layar ponselnya yang menunjukkan sudah hampir jam 10.

"Duh besok hari pertama gue PKPA lagi, kalo gue nunggu operasinya pasti lama nih bisa gawat kalo besok gue telat bangun."

"Apa gue tinggal aja kali ya?" mencoba menimbang pilihan mana yang lebih baik. Namun pada akhirnya Rhea kembali mendudukkan diri dibangku depan ruang operasi. Ia merasa memiliki sedikit andil atas kondisi Catra saat ini.

Apa kau baik-baik saja?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang