**
Jam terus berputar begitu juga dengan hari yang terus bergantian, terhitung setelah kejadian di malam itu, sosok mark baru saja mulai nampak kembali pada rumahnya.
Suasana yang tadinya tampak sepi hanya hembusan angin malam dari pintu utama yang terbuka, tergantikan saat hrt serta yang lainya tampak menyambut tuan mereka dengan sopan, bahkan bibi nem tersenyum saat melihat mark yang tampak baik-baik saja setelah kepergiannya beberapa hari ini.
Khawatir?, jelas bibi nem sebagai kepala hrt juga orang kepercayaan turun temurun dari keluarga dirgantra jelas saja menghkawatirkan mark yang ia sudah anggap sebagian anaknya sendiri.
"Tuan kemana aja? Dari kemarin-kemarin nga pulang?" Tanya bi nem yang mendekati mark untuk mengambil tas kerja lelaki itu yang tampak lelah dengan kantung mata yang bahkan sangat ketara.
Bukanya menjawab justru mark balik bertanya, sosok yang ia cari tampaknya tak ada dirumah, membuatnya khawatir.
"Jeno dimana bi?, dia makan kan?" Tanya mark sembari menatap kesana kemari mencari sosok remaja pembangkang itu yang namun mark sangat sayang.
Jeno adalah harta bagi mark setelah semua yang ia miliki, mau bagaimana pun tabiat anak itu tetap saja jeno adalah anaknya, dan mark tak dapat mengusir kata tersebut.
"Oh den jeno tadi pergi bareng temenya, bibi ngak tau sih tuan dia mau kemana, yang jelas pakaiannya lengkap bawa helm hitamnya juga" cukup penjelasan yang bibi nem kata dapat dengan mudah membuat mark yakin apa yang jeno tengah lakukan saat ini.
Ternyata kejadian yang dulu pernah anak itu alami tak membuatnya kapok atau jera, setelah patah tulang paska balap liar.
Iya, jeno adalah sosok gila balap liar, mau itu liar atau pun bukan jeno sangat menyukai balapan, namun hobi itu mark tentang membuat sang anak beralih menjadi sosok pembalap liar di luar sana, hingga membuatnya pernah patah tulang selama berbulan-bulan namun di situ mark tak menemani sang anak sebab hanya focus dengan pekerjaannya itu pun telah lama berlalu saat dimana jeno masih duduk di bangku kelas delapan.
Dirasa mark masih belum terlambat, langkahnya pun kembali berlalu menuju pintu depan.
Mark kembali masuk kedalam mobilnya yang terparkir asal di pekarangan depan, dan dengan cepat melajukanya.
Arah yang ia tuju kini pergi kemana jeno berada, tempat biasanya jeno balap liar di telah malam begini.
Mark tau sebab ia selalu memantau sang anak, disela-sela kesibukanya dalam bekerja.
Dan tak memakan waktu yang lama, mark sampai di belakang kumpulan banyaknya orang.
Disana suara tampak ricuh di ikuti dengan gerungan dari beberapa motor yang terdengar, membuat mark was-was dan panik secara bersamaan.
Disana haechan tampak bersorak-sorak riang di ikuti dengan yang lainya, hanya remaja tan itu lah yang mark kenal sebagai teman jeno.
Dan tanpa basa-basi mark pun sedikit berlari menghampirinya, seraya berteriak.
"HAECHAN! DIMANA JENO!?" teriakan itu sontak membuat haechan juga beberapa pasang mata lainya tampak menoleh dengan pandangan heran, tak terkecuali dengan salah satu remaja dengan topi hitam yang hanya memperhatikannya saja, haechan justru panik saat melihat mark.
"E-Eh jeno!??" Haechan binggung mau menjawab apa, terlebih wajah manis mark membuatnya pangling seketika, mulutnya gatal ingin memberikan gombalan mautnya.
"Jeno di depan, sebentar lagi balap di mulai!" ujar teman haechan itu Eric yang tampak sok cool menjaga image di depan bokap jeno yang cukup terkenal sebab kemanisan wajahnya.
Eric tanpa babibu lagi langsung menarik tangan yang lebih tua untuk mengikutinya, menerobos kumpulan orang yang mulai semakin ricuh.
"JENO!!" Eric berteriak menatap sosok lelaki dengan bahu lebar itu yang kini menoleh dengan pakaian serba hitamnya.
Jeno menukik tajam alis nya di balik helm hitamnya, sosok sang papah yang hadir tampak membuatnya heran.
Setelah beberapa hari tanpa kabar ternyata ia masih ingat dengan nya, buktinya saja hadir dalam balapan jeno kali ini.
Dengan raut wajah yang sulit di tebak jeno pun turun dari motornya, dengan sepihak membatalkan balapnya, yang mungkin akan di gantikan dengan yang lainya.
Jeno menghampiri mark yang masih setia berada di sampingnya Eric yang tampak kesal.
"Bokap lu-!" Belum selesai Eric berbicara, dengan cepat jeno begitu saja menarik lengan yang lebih tua, tampak tak sopan, namun Eric tak dapat mencegahnya, jika saja ia masih sayang dengan wajah tampannya ini.
Jeno tampak berjalan dengan cepat melipir dari kerumunan yang sempat mentap mereka, terutama kepada jeno yang mendadak membatalkan balapnya.
"Ngapain kamu balap lagi!?" Tanya mark seraya menghempaskan lengan jeno yang mencekram lengan, cukup sakit bahkan hingga meninggalkan bekas kemerahan.
"Buka helm kamu jeno! Papah lagi ngomong!" Ujar mark yang sanggup jeno turuti, remaja tampan itu pun membuka helmnya dengan kasar.
"Apa kamu gak kapok balap lag-"
"Seharusnya jeno yang Tanya! Ngapain papah kesini!? Setelah ngak ada kabar dan sekarang muncul cuma buat gangu jeno aja!" Sahut jeno dengan nada yang tinggi jelas dapat di dengar mark yang tampak diam.
Jeno menghembuskan nafasnya kasar, sembari menoleh kesamping.
"Jangan sok ngatur jeno pah! Sekarang jeno udah besar, dan ngak perlu perhatian atau peran orang tua lagi!" Ucap jeno begitu tepat di hadapan mark, yang lebih tua tampak terdiam.
"Saat jeno kecil disitulah jeno butuh perhatian papah juga peran orang tua! tapi jeno justru ngak dapet, dan sekarang jeno udah besar, Gak seharusnya papah kasih itu sekarang" Lanjut jeno dengan dada yang naik turun berusaha mengatur nafasnya yang terasa melambat.
Mendengar pada yang jeno katakan cukup membuat mark merasa sangat bersalah, bahkan ia tak dapat menahan air matanya yang mulai mengalir membasahi pipinya.
Apa yang jeno katakan sudah sangat cukup menyindirnya, bahkan seakan mengingatkanya kembali dengan masa-masa itu.
Dan sekarang mark akui ia sangat menyesal, bahkan hingga sempat menelantarkan jeno dulu, apa mungkin anak itu mengingatnya?, sebegitu jahatnya kah dirinya? Dan sebegitu kesepiannya kah jeno yang bahkan tak pernah merasakan bagaimana rasanya cinta seorang keluarga hingga membuatnya menjadi seperti sekarang anak yang nakal juga pembangkang, mencari ribut setiap harinya. Untuk mendapatkan perhatian yang lebih.
"J-Jeno maafkan papah" dengan nada yang sedikit terbatas, dengan tangis yang semakin terdengar, mark memeluk tubuh sang anak yang lebih besar, menelusupkan wajah basahnya itu pada dada sang anak.
Tetapi jeno tak membalas pelukan itu dan memilih hanya diam yang mana membuat mark semakin merasa terpojokan dengan situasi yang membingungkan kan ini. Di satu sisi ia nginin marah namun dibalik ini juga semua Sebab kesalahnya.
Dan sorakan serta suara ricuh yang kembali terdengar menjadi saksi bisu mereka, mark yang berkali-kali meminta maaf tampaknya tak dihiraukan sang anak.
Dan jeno hanya diam membiarkan sang papah.
Hmm..
Sorry for typo
KAMU SEDANG MEMBACA
My Son ft.NoMark
Fantasy[NOMARK] Ini tentang mark bersama sang anak tungalnya jeno. Gay Lokal, Bahasa nonbaku