03. Third Lie

187 105 112
                                    

Di sinilah mereka sekarang, berdiri saling berhadapan diatas jembatan kecil yang memotong aliran kolam ikan di tengah-tengah taman.

Tempat ini benar-benar sepi, tidak ada satupun orang yang berlalu lalang di sini karena acara utama dilaksanakan di dalam Ballroom.

Dan di tengah keheningan itu, Daniellah berinisiatif untuk membuka pembicaraan lebih dulu.

"Kayaknya tadi ada yang bilang kalau waktunya terlalu berharga buat dihabisin di acara gak jelas, kenapa tiba-tiba ada di sini— "

"Daniella."

Lo pernah nggak sih, merasa terintimidasi cuma karena nada bicara seseorang?

Itu yang Ella rasain sekarang.

Padahal kalau dipikir-pikir, Ziel ini lebih muda satu tahun dari dia. Tapi auranya beneran sekuat itu sampai bikin Ella gak bisa berkutik.

Bukan arogan atau sedingin kulkas dua pintu kayak cerita-cerita CEO atau Ketua Geng Motor yang biasa lo baca.

Yang ini beda, Ziel itu lebih ke...

Karismatik?

"Diluar dugaan gue, kebohongan lo ternyata bikin semuanya makin rumit."

"Lo sendiri yang buat semuanya jadi rumit, oke? Gue gak pernah nyuruh lo ngarang cerita kayak tadi, And what were you said? Tunangan? Geez, Gue bukan Rachel, dan lo bukan Kim Tan!"

"Daripada lo ngomel-ngomel di sini terus orang lain denger, mending lo pikirin keuntungan yang bakal lo dapet setelah semua ini. Karena lo adalah satu-satunya pihak yang paling diuntungkan di sini, kak."

" ... "

"At least, temen-temen lo itu nggak akan ganggu lo lagi karena mereka bakal kasian sama lo."

Kalau dipikir-pikir, omongannya Ziel ini ada benarnya juga.

Apa jadinya kalau cowok itu nggak bohong kaya tadi?

Wahh nggak kebayang sih, bisa-bisa rambutnya Ella udah pitak duluan gara-gara dijambak sama Dea.

"Fine. Gue akuin gue emang pihak yang paling diuntungkan. Terus lo sendiri gimana? Mau lo apa? Nggak mungkin 'kan lo mau bantuin gue tanpa maksud dan tujuan tertentu— "

"Gue mau balas dendam."

Satu kalimat yang sukses membuat kedua bola mata Ella membulat. Cewek itu langsung overthinking takut kalau ternyata selama ini dia pernah berbuat salah.

Tapi tunggu, mereka kan baru kenal?

" —B-balas dendam gimana maksudnya?"

Yaziel beralih memandang ke arah samping dengan senyum miring, membuat cowok itu entah kenapa semakin terlihat menawan tanpa alasan tertentu.

Like, geez!

'How can someone look very attractive yet scary at the same time?'

Daniella berani bersumpah kalau manusia di depannya ini berhasil membuat jantungnya berdegup duakali lebih cepat dari biasanya.

"Gini, Lo kesel nggak pas lihat Gara tiba-tiba jadian sama Zoa setelah putus sama lo?" Pancing cowok itu.

"Kesel banget lah!— tunggu, kok lo bisa tau sih?"

"Anak SMA Harapan mana yang gak tau kalau lo itu mantannya Gara? Sama kaya lo, gue juga ngerasain apa yang lo rasain kok."

" ... "

Menyadari raut muka Ella yang kelihatan ragu, cowok itu kemudian mengulas senyum.

"I can be your strongest shield, and you can be my best weapon. So Daniella, wanna date with me?"

Biar Ella ulangi sekali lagi, Yaziel ini punya aura kuat yang dimiliki banyak orang.

Dia karismatik, dan orang-orang kaya Yaziel ini punya satu kelebihan yang sama.

Mereka pandai membuat kesepakatan. Dan membuat orang lain segan untuk menolak permintaan mereka.

"Alasan lo bagus, jadi ajakan lo gue terima. Tapi inget, lo cuma punya waktu dua bulan. Sampai saat itu tiba, manfaatin gue sepuas lo, dan gue bakal manfaatin lo sepuas gue. Gimana?"

"Deal."

"Deal."






***






Hari pertama menjadi pacarnya Yaziel.

Ella udah sepakat sama Ziel buat ketemuan di sebuah kafe yang nggak jauh dari sekolah, kemudian berangkat berdua dari sana.

Oh, mereka naik mobil karena kebetulan Ziel baru aja bikin SIM. Soalnya cowok itu juga baru punya KTP.

Kalau boleh jujur, sebetulnya Ella ngerasa aneh aja pacaran sama bocah..

Wait, tapi dia gak tua-tua amat kok??!

Mereka cuma beda setahun.

Ingat, cuma setahun!

"Di koridor nanti, jangan lepasin tangan lo dari gue. Kita masuk lewat gerbang belakang karena kelas mantan gue deket gerbang belakang, lo gapapa kan?"

"Gue yang harus nanya gitu ke elo, dek. Lo gapapa emang nganterin gue sampe kelas terus balik lagi? Tau sendiri kan kelas sebelas sama duabelas jauhnya kaya dari Cikini ke Gondangdia?"

"First, jangan panggil gue dek. Karena gue bukan adek lo."

" ... ok? no need to be rude."

" I'm not rude? Pokoknya ikutin aja apa kata gue."

Sesampainya di sekolah,

Gaada yang spesial sih.

Siswa-siswi yang datang juga hanya sibuk dengan urusannya masing-masing.

Lagipula tujuan mereka 'kan bukan mau jadi pusat perhatian. Mereka cuma mau manas-manasin mantannya Ziel, sama meyakinkan temen sekelas Ella kalau dia sama Ziel emang beneran pacaran.

Sayangnya mantannya Ziel yang bikin Ella penasaran ini nggak masuk, jadi mereka gandengan tangannya cuma pas ngelewatin koridor kelas duabelas aja.

"Sampai ketemu di jam istirahat kak Ell, obatnya jangan lupa diminum. Kalau ngerasa pusing, langsung izin aja ke UKS nanti aku temenin, oke?"

"Kayaknya aku cewek paling beruntung sedunia nggak sih? Kamu baik banget soalnya, emang boleh ya cewek problematik kaya aku dapet cowok kayak kamu?" Wahh mual dadakan itu temen sekelas Ella dengernya.

Jujur aja nih, Ziel udah nggak kuat.

Mau acak-acak satu sekolahan aja soalnya Ella ngomong kaya gitu sambil aegyo??!

Beneran udah nggak ketolong.

"ELLA!"

Belum selesai dengan masalah per aegyo-an Ella tadi, Ayesha yang baru sampai kelas entah gimana ceritanya tiba-tiba menarik cewek itu ke dalam pelukannya.

Ella yang kebingungan pun nggak punya pilihan lain selain meluk balik cewek itu.

"Sejak kapan la?? SEJAK KAPAN?? KENAPA LO GA BILANG KE GUE KALAU LO PUNYA PENYAKIT SEPARAH INI??! LO ANGGAP GUE APA DANIELLA AURIGA??! HUWAAA."

"G-Gue... gue gapapa Sha! Abis ini juga gue mau berobat ke Melbourne kok... lo gausah sedih gini nanti gue jadi ikutan sedihh... "

Wahh, anjirr juga mulutnya Ella nih??

Hobi banget berdusta??

Jadi Ziel harus nemenin dia ke Melbourne gitu??!

MAW NGAFAEN COBAA NGAFAENN??!

Sweetest LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang