"Yang terbaik bukanlah yang datang dengan segala kelebihannya. Namun yang tidak pergi karena segala kekurangan kita."
Saat ini jarum jam telah menunjukkan pukul 11.45pm di Washington, Seattle. Seorang wanita tampak begitu gelisah sembari terus melihat ke arah daun pintu dan jam dinding secara bergantian. Namun, tidak ada tanda-tanda kemunculan batang hidung orang yang sejak tadi ditunggu-tunggu olehnya. Wanita itu adalah Bella, yang sedang menunggu kepulangan suaminya, Nathan."Nathan ke mana sih? Kok belum pulang juga?" monolog Bella.
Sembari menggigit kukunya gusar, Bella terus berpikiran yang tidak-tidak.
"Apa aku susul aja ya ke Cafe?" monolognya sekali lagi.
Namun, ketika hendak melangkahkan kakinya untuk mengambil kunci mobil. Bella dikejutkan dengan pintu depan yang tiba-tiba terbuka. Lalu, menunjukan sosok Nathan yang tampak letih.
Bella segera berlari guna menghampiri suaminya. "Sini, jaketnya biar aku gantung." Bella melepaskan jaket yang masih melekat pada tubuh Nathan.
"Hm," balas Nathan singkat lalu mendudukkan tubuhnya ke sofa dengan telapak tangan yang menutupi kedua matanya.
Setelah selesai menggantung jaket milik Nathan, Bella segera bergegas ke dapur guna menyiapkan makan malam untuk suaminya. "Nathan, kamu tunggu bentar ya. Aku manasin sayurnya dulu buat kamu," ujar Bella dengan sedikit berteriak.
"Gak usah, aku udah makan tadi di luar," jawab Nathan.
Setelah itu, Nathan beranjak dari duduknya lalu pergi menuju ke kamar tanpa melihat sedikit pun ke arah Bella. Melihat hal itu, membuat Bella menatap sendu punggung Nathan yang melangkah semakin jauh. Lalu beralih menatap ke arah lauk pauk kesukaan Nathan yang sudah dia masak dengan susah payah.
"Kenapa sekarang kamu berubah?" monolog Bella dengan nada yang sedikit bergetar.
Bella terus meyakinkan dirinya jika Nathan hanya merasa lelah karena pekerjaannya. Sedetik kemudian, Bella menarik napas dalam lalu menyimpan lauk Pauk tadi ke dalam kulkas. Kemudian, segera menyusul Nathan ke dalam kamar.
***
Saat berada di dalam kamar.
Bella naik ke atas ranjang lalu membaringkan tubuhnya menghadap ke arah suaminya. "Nathan, maaf ya hari ini gak bisa bantu kamu di cafe. Soalnya masih banyak desain yang harus aku buat, ditambah dari tadi pagi kepala aku sakit terus," ujar Bella dengan perasaan bersalah dan tidak enak.
"Hm, lagian ada karyawan yang bantu aku," jawab Nathan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar pipih berbentuk kotak tersebut.
Melihat hal itu, Bella hanya dapat menghela napas. Berusaha sabar menanggapi Nathan yang sejak beberapa hari terakhir ini seolah mengabaikan dirinya. Biasanya pria itu akan sangat perhatian dengan Bella jika mengetahui bahwa istrinya itu sedang tidak sehat dan akan merawatnya dengan penuh kasih sayang. Namun, sekarang semuanya telah berubah. Apakah semua ini terjadi hanya karena Bella yang sampai sekarang belum bisa memberikan keturunan untuk Nathan.
"Nathan, kamu liatin apa sih? Kok aku dari tadi dicuekin terus?" tanya Bella sembari berusaha mengintip sedikit ke arah layar pipih itu.
Namun, hal tak terduga justru terjadi. Nathan dengan cepat menaruh handphonenya ke atas nakas. Kemudian dia beranjak lalu membuka laci nakas dan memberikan amplop kepada Bella.
Bella menatap amplop tersebut dengan banyaknya tanda tanya di kepalanya. "Ini apa?" tanya Bella.
Nathan menatap Bella dengan serius. "Surat cerai, aku harap surat itu besok udah kamu tanda tangan," ujar Nathan dengan santainya.
Seolah di sambar petir, Bella tidak percaya dengan apa yang menimpanya saat ini. "Kamu pasti bercanda 'kan?" tanya Bella sembari terkekeh sinis.
"Aku serius, aku mau kita pisah ranjang mulai sekarang," jawab Nathan.
Nathan segera mengambil bantal dan selimut lalu hendak turun. Namun, lengan piyamanya di tarik oleh Bella.
"Apa alasan kamu cerain aku? Kamu udah bosen sama aku? Atau kamu udah capek sama aku yang gak bisa kasih kamu keturunan?" tanya Bella bertubi-tubi.
"Iya, sekarang kamu udah tau kan alasannya. Jadi, lepasin aku sekarang!" titah Nathan.
Dengan terpaksa Bella melepaskan cengkraman tangannya pada lengan piyama Nathan. Sementara Nathan pergi melangkah keluar dengan santainya dari kamar tersebut. Sebelum benar-benar keluar dari kamar, Nathan memberhentikan langkahnya kemudian menoleh sejenak ke arah Bella.
"Mulai besok rumah ini jadi milik kamu. Aku udah urus semua sertifikatnya, dan besok aku bakal pindah ke rumah pacarku. Jadi, aku harap kamu bisa nerima semua keputusan aku. Karena aku udah gak cinta lagi sama kamu," ujar Nathan, kemudian pergi dan menutup pintu kamar itu.
"Brengsek kamu Nathan! Kenapa kamu tega sama aku?" Bella meremas amplop coklat tersebut sembari menangis meratapi nasib malang yang menimpa dirinya.
***Jangan lupa tinggalkan jejak ❤️***
Vote dan komen untuk mendukung author biar makin semangat ya, see you in the next chapter 👋
Jeno as Nathan Alterio
Yeji as Bella Adijaya
KAMU SEDANG MEMBACA
Salty & Sweet
Romance(Cerita ini merupakan Sequel dari Pacar Kontrak. Ceritanya ada di Fizzo bagi yang mau baca ya.) Dalam sebuah hubungan rumah tangga pasti ada yang namanya asin dan manis. Semuanya tidak selalu berjalan dengan sesuai rencana. Begitu pula dengan perjal...