VOICE 2

10 4 0
                                    

Ini catatan harian Kapten Aira. Earth Date 02072018

Petaka di kapalku. Aku yakin nilaiku terendah, tapi aku diterima di Dulibel!. Sepertinya ada meteor tabrakan semalam, yang membuat singularitas semesta berubah. Semua anak berjingkrak saat melihat pengumuman, bahkan si kepang dua berkacamata itu sampai sujud syukur. Apa yang hebat di Dulibel sampai segitunya?

Sekarang aku harus menghadapi neraka. Semua kuis yang tidak bisa aku pecahkan, membuat aku menjadi si Anak Paling Banyak Dihukum. Akhirnya aku bisa menjadi populer sebagai Ratu Poin. Andai ada Mas Rei, dia pasti bisa memecahkan semua kasus ini. Tapi dia TIDAK ADA!

~ beep ~

“Jadi, nilainya terendah?” tanya Sofia.

Mama tidak membalikkan badan. Dia berdiri di depan jendela besar ruang tamu dan mengamati Sila yang sedang menyirami kebun mawar di halaman depan. Karena kebun itulah, nama asli Mama tidak lagi banyak yang tahu. Dari Maryam Jamilah menjadi Mawar Jamilah. Semua orang di Nembir memanggilnya Mawar Jamilah.

“Ketua P2DB-nya menelpon dan dia berjanji akan meloloskan Aira. Aku tidak menelpon lebih dulu, aku tidak memintanya. Aku bahkan tidak mengiyakan kalau dia cucuku. Dia rangking 294 dari 295 siswa yang mendaftar. Aku heran, kenapa aku bisa punya cucu yang selalu ranking dua dari bawah.”

“Dia punya kelebihan lain yang Mama belum tahu,” bela Sofia.

“Baru kali ini dunia terbalik. Seharusnya, aku yang menelpon Dulibel agar cucuku diterima karena dia urutan kedua dari bawah. Tapi, mereka sendiri yang memohon. Entah apa yang dilakukan anakmu saat mendaftar? Aku yakin, dia tidak tahu posisiku di Dulibel kan?”

“Sebagai Ketua Dewan Penyantun? Tentu saja tidak. Dia hanya tahu Mama sebagai Maryam Jamilah. Seorang nenek yang harus dikunjungi di Hari Raya. Dan dia tidak menyukai kebun mawar Mama.”

Sofia masih ingat peristiwa itu, saat Mama menyabetkan batang-batang Mawar ke badan Reihan dan Aira. Gara-garanya sepele. Dua anak itu menyebabkan beberapa batang Mawar roboh diterjang bola. Baru beberapa tahun terakhir, Sofia mulai bisa memaafkan Mama atas luka-luka pada tubuh anaknya kala itu. Luka itu tak lagi membekas. Tapi, bekas luka di hati Reihan dan Aira ternyata masih terbawa sampai mereka berdua remaja. Mereka selalu bersembunyi di belakang punggungnya ketika berkunjung ke rumah nenek. Dan baru bisa bernafas lega ketika nenek mereka keluar rumah untuk kegiatan sosialnya.

------ooo------

AIRA MAHARANI POV

Sebaiknya aku menutup muka dan telinga. Namaku dipanggil lagi untuk maju ke depan. Padahal aku sudah begitu lega ketika akhirnya bisa menyelonjorkan kaki di barisan paling belakang dan meneguk air mineral sampai tandas. Panas masih menyengat saja meski asar tinggal beberapa menit lagi. Menit-menit terakhir menjelang kebebasan.

“Hei, kamu salah lagi?” bisik si kepang dua berkacamata, Nuri. Selama masa orientasi, hanya dia anak yang mau mendekatiku. Hanya karena kami satu kelompok orientasi calon siswa baru SMA Dulibel, dan kami bukan berasal dari SMP Dulibel.

“Kurasa bukan karena itu.” sergahku, masih enggan berdiri.

“AIRA MAHARANI”

Aku perlahan mengangkat badan, dan beberapa anak bertepuk tangan. Tentu saja tepuk tangan gembira karena bukan mereka yang dipanggil.

Love and PrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang