VOICE 3

5 3 0
                                    

Ini catatan harian Kapten Aira. Eart Date 09072018

OSIS, Pramuka... NO.

Aku tidak akan mengikuti jejak Tuan Besar Rei. Aku tidak mau ikut apa-apa. Aku mau jadi the looser as always. Bukankah memang untuk itu aku dilahirkan dan dibesarkan? Untuk menjadi pecundang.

Tapi, kakak bermata oval itu berbeda. Dia lembut. Dan dia mengajakku masuk Dulibel Squad. Katanya, dia melihat sesuatu dalam diriku, yang mengingatkannya pada adiknya. Adiknya yang meninggal karena sakit yang tidak terobati. Dia menangis di depanku ketika mengatakan bahwa wajahku sangat mirip dengan adiknya. Lagipula, kata kakak itu di Dulibel Squad isinya bukan anak-anak pinter. Cocok.

~ beep ~

"Kurasa dia tertipu dengan namanya," ucap Mama sembari menyisir rambut putih di pelipisnya dengan kelima jari.

"Memangnya apa Dulibel Squad itu?"

"Majalah sekolah. Terbit tiap 3 bulan. Aku punya tiap edisinya. Ada kurir yang mengantar ke sini."

"Karena Aira sekolah di Dulibel?"

"Karena aku satu-satunya Dewan Penyantun yang membiayai majalah itu. Yang lain tidak mau lagi. Semakin lama, biayanya semakin membengkak."

Sofia melihat kilat sampul majalah di kolong meja ruang tamu. Sofia menyambarnya dan benar saja. Dulibel Squad. Majalahnya lumayan tebal, menggunakan kertas seperti kalender. Sofia membalik beberapa lembar halaman. Dan, sebuah nama yang tertera di tim redaksi membuat dadanya menghangat haru.

Aira Maharani – Ilustrator.

Sofia tertegun. Aira bisa menggambar? Seingatnya Aira tidak pernah sukses membuat garis lurus tanpa penggaris. Tapi kalau disuruh sprint atau berenang dia bisa begitu lurus, tidak bergeser dari jalur. Berbeda dengan kakaknya yang selalu nomor satu di akademis, Aira jagonya di kegiatan yang mengandalkan fisik. Bahkan Rei yang lebih jangkung selalu terpelanting bila Aira menantangnya adu panco.

"Berapa majalah yang dicetak?" tanya Sofia dengan nada penuh selidik.

Dia tidak heran mamanya sanggup membiayai majalah itu. Setahunya, Mawar Jamilah adalah satu-satunya Dewan Penyantun Dulibel yang paling mudah mengucurkan dana untuk Yayasan Dulibel. Anggota Dewan Penyantun yang lain kadang masih berdebat panjang untuk mengucurkan dana.

Nenek Maryam—sebutan Aira untuk mama Sofia—mulai menjadi Dewan Penyantun Yayasan Dulibel sejak sebelum menikah dengan Almarhum Papa Sofia. Almarhum nenek dan kakek Sofia adalah pemilik separuh tanah sawah di Nembir, dan mewariskannya pada Mama seorang. Semua orang di Nembir mengenal Mawar Jamilah karena dia orang terkaya di Nembir. Sebagian besar tanah sawahnya banyak disewa petani Nembir, dan sebagian lainnya digarap dengan mengupah buruh.

"Kalau tidak salah 1000-an."

Sofia mengangguk-angguk. Jumlah yang tidak sedikit, dan terbit setiap 3 bulan. Bagi seorang Maryam Jamilah, itu hal sepele.

------ooo------

AIRA MAHARANI POV

"Wajahmu kelihatan tidak asing."

Sepuluh dari sembilan belas orang di ruangan mengangguk, tak berhenti menatapku. Aku merasa kedua telapak tanganku begitu dingin, dan baju bagian belakangku basah karena keringat. Aku heran, saat dinobatkan sebagai Ratu Poin di orientasi, aku tidak segugup ini. Padahal seluruh siswa kelas X Dulibel menyorakiku, dan juga kakak OSIS tentu saja. Sungguh prestasi yang memalukan.

Sedangkan sembilan belas orang di ruangan ini tidak ada yang menyorakiku. Mereka memintaku dengan sopan untuk memperkenalkan diri. Dan, aku mendapat giliran ke sembilan belas. Itupun karena Nuri pamit ke toilet. Dia giliran kedua puluh. Aku selalu nomor dua dari belakang, kan?

Love and PrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang